Pages

Kamis, 28 Juli 2011

Terjemahan Bidayah Al-Hikmah

Bismillahirahmananirrahim
Pembukaan
A.     Depenisi Filsafat Dan Mengapa Kita Mempelajarinya
      Segala puji bagi Allah dan hanya kepada-Nya segalah hakikat. Shalawat dan salam atas rasulullah Muhammad Saw sebaik-baik ciptaanya dan keluarganya yang suci dari Ahlul Bait dan Itrahnya.
      Teosof (ilmu ketuhanan) adalah ilmu yang membahas di dalamnya segala sifat-sifat keberadaan wujud (segala yang wujud) realitas, di dalamnya akan dibahas mengenai sifat-sifat yang esensial contohnya, air panas.  Apakah memiliki suatu kesatuan realitas? Maksudnya apakah air itu entitas tabg memiliki hakikat yang ril tanpa harus bergantung pada sesuatu yang lain, ataukah tidak. Begitu jg halnya dengan air.
       Dari sinilah kita mengetahui tujuan mengapa kita belajar filsafat yaitu agar kita mengetahui hal-hal yang bersifat universal dan particular dan agar kita juga dapat membedakan hal-hal yang memiliki realitas (hakikat) dan tidak memiliki realitas (maujud)
      Penjelasan
      Bahwa manusia mendapati di dalam dirinya bahwa dia memiliki realitas dan mendapati hakikat di luar darinya, manusia dengan sendirinya bisa membuktikan kebenaran di luar dari dirinya. Apakah sesuatu itu memiliki realitas atau tidak, dimana manusis tidak perlu kepada sesuatu yang lain untuk menentukan apakah sesuatu yang didapatinya itu memiliki realitas atau tidak. Akan tetapi kita mewakili misdaq dari sesuatu yang kita temukan dan menetapkannya bahwa sesuatu itu memiliki misdaq atau tidak.
      Jika sesuatu itu berbentuk ide (dugaan) maka sesuatu yang kita bayangkan itu tidak memberikan efek. Seperti halnya kita menkhayalkan dibelakan kita ada harimau yang sangat buas akan tetapi tidak berefek kepada kita karena kita menyakini bahwa harimau yang hadir dalam gagasan kita tidak akan memangasa kita, oleh karena itu kita tidak lari. Akan tetapi jika benar-benar di belakang kita ada harimau yang memuliki hakikat (realitas) maka dengan spontan berefek kepada diri kita dan segera menghindarinya.Seperti juga bayi yang menangis karena mengiginkan susu, tentu ibunya memahami bahwa yang diinginkan olehnya adalah susu yang memiliki realitas bukan susu dalam bentuk ide.dari sinilah kita dapat mengetahui apa pengertian dari pengertian realitas yang dimaksud disini.
      Tapi terkadang kita salah dalam mempersepepsikan sesuatu, seperti kita melihat hewan buas yang memiliki realitas akan tetapi tidak memiliki hakekat. Seperti halnya kita melihat singa dalam layar tv yang memiliki bentuk realitas akan tetapi tidak memberikan efek kepada kita, gambar singa yang bergerak ini juga termaksud tidak memiliki realitas. Atau tidak meyakini sesuatu yang memiliki realitas eksternal seperti akal murni dan jiwa murni.
      Oleh kerena itu bagi yang baru mempelajari wujud merasa  membutuhkan untuk mengetahui hal-hal yang ada sebagaimana dia ada baik itu secar khusus maupun cara membedakannya. Maka dapat diketahui bahwa sesuatu itu adalah keberadaan  dalam realitas, akan tetapi ada sesuatu yang memiliki realitas akan tetapi tidak memiliki wujud eksternal yang bukan berarti bahwa sesuatu itu tidak ada[1] ilmu inilah yang membahas akan hal ini.
      Teosof (hikmah ketuhanan) adalah ilmu yang membahas seputar hal-hal yang ada (maujud) sebagai mana dia ada (wujud), tujuannya adalah untuk membedakan hal-hal hakikat dan hal-hal yang ada selainya, dan mengetahui  sebab akibat wujud, khususnya pada wujud sebab awal (Allah). Didalam silsilah wujud.
Bab II
Pembahasan
Bagian I
Pahaman tentang wujud secara badihi (diketahui dengan sendirinya)
      Pahaman wujud telah  niscaya dipahami secara esensial yang tidak perlu perantara  kepada selainya untuk menjelaskan dirinya karena keberadaan wujud lebih jelas (lebih nampak) dari pada yang akan menjelaskan wujud itu sendiri.
      Dalam hal ini, keberadaan wujud yang lebih jelas karena tidak ada satupun yang nampak pada wujud eksternal kecuali dia masuk pada ruang lingkup wujud itu sendiri, dan dalam syarat depenisi dikatakan bahwa tidak mungkin sesuatu yang partikular mendepenisikan yang universal, maka dari itu dapat disimpilkan bahwa wujud sebagai sesuatu yang universal yang mencakup seluruh misdaq yang maujud didepenisikan oleh misdaq. Wujud juga tidak bisa didepenisikan dengan membatasi kecakupan wujud atau mendepenisikannya secara deskrip (rasmun). Akan tetapi wujud itu dapat didepenisikan sebagaimana dia wujud (realitas),  atau bisa disebut sebagai sesuatu yang mungkin bisa dikhabarkan dengan menjelaskan dengan perantara nama bukan dengan depenisi hakiki.[2] Wujud itu bukan body (body), bukan diferensia (pashal) dan bukan sesuatu yang memiliki karakteristik yang sifatnya khusus (proprium) yang merupakan lima universal,[3]mala tidak ada yang dapat mendepenisikan wujud yang tersusun dari lima universal.
Bagian ke-II
Wujud dalam pahaman memiliki makna yang ambigu
Peredikat wujud terhadap objeknya[4] maka wujud itu bermakna satu yang maknanya ambigu. Adapun dari dalilnya. (mengapa sampai kita mengatakan bahwa wujud itu memiliki makna yang ambiguitas itu) karena kita membagi wujud  berdasarkan pembagiannya yang bermacam-macam seperti, pembagian wujud pada wajibul wujud dan mumkunul wujud




      Kemudian wujud subtansi[5] yang berdiri sendiri kedalam pembagiannya dan wujud aksiden[6] yang membutuhkan tempat. Dan dari aksiden ini terbagi lagi menjadi wujud aksiden yang diketahui, pembagian ini bersandar pada satu kebenaran  yang dibagi objek wujudnya kedalam pembagiannya (objekn wujudnya dibagi kedalam bagian-bagiannya.
Dalail pembuktian bahwa wujud itu dalam pahaman meemiliki makna yang ambigu
Dalil I
 Kadang kita sering kali menetapkan wujud sesuatu, kemudian kita meragukan dalam karakteristik esensinya, sebagaimana kita menetapkan wujud pencipta alam semesta (Tuhan), kemudian kita meragukan akan wujudnya, apakah dia wajib al wujud ataukah mamkin al wujud.? Apakah dia memiliki mahiyah (batasan)[7] ataukah tidak memiliki esensi.?
Sebagaimana kalau kita menetapkan jiwa manusia, kemudian kita ragu  pada bentuk wujudnya, apakah jiwa itu murni (bersifat subtansial) ataukan membutuhkan materi untuk  memaujud (bersifat aksidental)?. Kita mengetahui sebelumnya, bahwa wujud itu tidak memiliki satu makna, akan tetapi wujud itu memiliki kata yang memiliki makna yang ambugu dan juga memiliki banyak subjeknya. Dengan cara untuk mengganti maknanya dengan subjek wujudnya dengan kenyakinan secara pasti
Dalil II
Bahwa ketiadaan dengan keberadaan itu adalah sesuatu yang saling berkontradiksi, akan tetapi kita dapat menentukannya  bahwa makna wujud itu satu jika kita membedakannya dengan makna ketiadaan. Maka wujud adalah lawan dari makna wujud yang maknanya satu, kecuali terangkatnya salah satu sifat yang sama[8] maka itu mustahil.
Para filsuf parepatetik berpendapat, bahwa kat

Dijawab. Bahwa  mengharuskan akal kita tidak bisa mengetahui makna wujud, jika kita katakan wajib al-wujud

Bagian ke III
Wujud adalah bersifat tambahan terhadap mahiyah dan aksiden-aksiden mahiyah.
()
Akal yang memurnikan mahiyah, maksudnya bahwa mahiyah itu berbeda dengan wujud. Maka akallah yang mengibaratkan bahwa mahiyah itu ada. Kalau kita melihat depenisi mahiyah bahwa mahiyah itu adalah jawaban dari pertanyaan apa? Artinya menanyakan suatu keapaan seuatu yang sudah wujud. Misalnya mempertanyakan sesuatu yang ada dihadapan kita, kemudian kita berikan karakteristik agar berbeda dengan yang lain. Sehingga dapat diketahui dengan jelas bendanya.
Misalnya, kita mempertanyakan keapaan yang ada dihadapan kita, terus kita jawab ini adalah sebuah pulpen, maka dalam akal kita membagi pemahaman kita dari pulpen yang kita lihat, bahwa ada kata yang pulpen dan ada kata ada (ada didepan kita)
Dari pengibaratan akal tersebut diatas, kita bisa mengetahui bahwa akal yang menyifatkan mahiyah dengan wujud. Maka makna pemisahan antara mahiyah dan wujud inilah yang disebut sebagai aksiden (العرض)[9]  maka wujud itu bukanlah entitas terhadap mahiyah dan bukan pulah bagian-bagian mahiyah. Mahiyah dan wujud adalah sesuatu yang saling berbeda.

Argumentasi dan sanggahannya
1.       Mahiyah dan wujud itu bisa dinegasikan, kalau sekiranya sekiranya entitas dan bagian-bagian mahiyah itu tidak bisa dinegasikan , karena mustahil penegasian terhadap entitas sesuatu begitu juga dengan bagian-bagian sesuatu dari wujud.
2.      Wujud itu dipredikatkan ke mahiyah mengharuskan adanya dalil karena, jika sepert itu maka dia tidak disebut sebagai ententitas dan sebagia bagian dari wujud.  Karena esensi sesuatu dengan esensi wujud itu telah jelas maka tidak perlu lagi kepada sebuah dalil. Maksudnya bahwa mahiyah itu punya batasan sendiri yang berbeda dengan mahiyah, sehingga jelas bagi kita bahwa mahiyah itu bukan wujud.
3.      Jika kita asumsikan bahwa mahiyah itu bisa disandarkan kepada ada dan ketiadaan, maka kalau sekiranya wujud itu   itu adalah ententitas atau bagian dari mahiyah maka mustahil kita sandarkan mahiyah itu kepada ketiadaan  karena itu adalah wujudnya kontradiksi.


     

       D. Pengertian Judul
       Berangkat dari judul “Ekonomi Islam Sebagai Alternatif Terhadap Ketidak Seimbangan Ekonomi Barat (kapitalisme”. Maka penulis lebih dahulu menguraikan dan menjelaskan  pengertian judul yang dimaksud tersebut diatas, dan memberi beberapa hal yang dianggap penting untuk diberikan pengertian, yaitu:
1.      Ekonomi adalah cara atau metode yang dipilih  dan diikuti masyarakat  dalam kehidupan ekonominya serta dalam memecahkan  setiap problem praktis yang dihadapinya.
2.      Islam adalah adalah pahaman unversal yang tidak menitik beratkan suatu  permasalahan atau kondisi kepada kelompok tertentu sehingga dapat diterimah oleh semua kalangan.
3.      Alternatif adalah sebuah metode yang diambil jika metode yang telah dilakukan gagal atau tidak episien untuk diterapkan.
4.      Disequilibrium adalah terjadinya kekacauan  yang disebabkan adanya pengkultusan atau menitik beratkan penguasaan secara otoriter
5.      Ekonomi barat adalah sistem ekonomi yang mengatur produksi dan tenaga kerja sepenuhnya oleh pemilik modal dan berhak mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari produksi dan tenaga kerja.
E. TINJAUAN PUSTAKA
     Berdasarkan hasil pengamatan dan pengkajian, penulis menggunakan metode library research / penelitian pustaka yaitu mengumpulkan data melalui kajian pustaka dengan membaca dan menelaah buku-buku yang ada relevansinya deengan judul yang diangkat. Tinjauan pustaka yang dimaksud dalam tulisan ini bertujuan untuk memudahkan akses informasi yang berkaitan dengan dengan penulisan ini.
     Adapun buku-buku yang penulis dapatkan dalam kaitannya dengan penulisan dalam kaitanya dengan tulisana ini antara lain.
     Buku Induk Ekonomi Islam (Iqtishaduna), Sayid Muhammad Baqir As Shadr Ad Din Az Zirazi. Diawali dengan ti

F.  METODE PENULISAN
     Dalam penyusunan tulisan ini, penulis menggunakan beberapa metode yang ditempuh dalam proses penyelesaiannya, antara lain:
1.   Metode Pengumpulan Data
Metode ini berhubungan dengan library research / kepustakaan, yaitu menggunakan buku yang berkenaan dengan judul tulisan ini.
Dari rizet pustaka ini, penulis  mengambil data dengan cara:
a.    Kutipan langsung, yakni penulis mengutip dari bahan-bahan yang relevan, tanpa ada perubahan kalimat dan redaksi.
b.   Kutipan tidak langsung, yakni pengutipan dalam bentuk ikhtisar, uraian sehingga terdapat perubahan kalimat aslinya, namun tidak bermaksud untuk mengurangi maksud dan tujuannya.

2.    Metode Pengelolaan Data dan Teknik Analisis Data
Data yang penulisan peroleh disusun  dengan baik dan sistematis , kemudian dikelola dengan kualitatif dengan baik dan analisis sebagai berikit:
a.    Induksi, ialah sesuatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan saat mengambil kesimpulan yang ilmiah dengan bertitik tolak pada pengamatan atas hal-hal atau masalah-masalah yang bersifat khusus, kemudian menari kesimpulan umum.[10]
b.   Deduksi ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan dengan bertitik tolak pada hal-hal yang bersifat umum kemudian mengambil kesimpulan yang bersifat khusus.[11]
c.    Konfarati ialah hal yang sama dalam buku kemudian diperbandingkan dengan buku yang lain, baik menyangkut masalah hal yang mirip maupin hal yang berbeda.[12]
3.   Metode pendekatan
     Tulisan ini membahas tentang ekonomi islam sebagai sebuah alternatif bagi kerancuan ekonomi kapitalis,  pendekatan ini dikaji dengan kesejarahan dan dan humanisme. Artinya penulis banyak mengambil data-data masa lalu mengenai kejadian perekonomian  ekonomi dunia yang memiliki relepansi terhadap judul tulisan ini. Selain itu juga bersifat humanis  karena menggunakan pendekatan sosial dengan ciri khas prinsip keadilan, analisis, kritik, universal dan sistematis.

G. Tujuan dan Kegunaan
     Adapun tujuan dan kegunaan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.   Tujuan Penulisan

a.       Untuk mengetahui dan memahami sistem ekonomi islam Sayid Muhammad Baqir As Shadr Ad Din Az Zirazi.
b.      Untuk melacak sejauh mana pengaruh pemikiran ekonomi islam Sayid Muhammad Baqir As Shadr Ad Din Az Zirazi dalam perkembangan sistem ekonomi islam.
2.   Kegunaan Penulisan
a.       Menambah wawasan, khususnya bagi penulis dan bagi mereka yang mempunyai minat dalam mengkaji perkembangan sistem  ekonomi islam.
b.      Memberikan konstribusi pemikiran baru tentang hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan ekonomi islam. Khususnya paska perang dunia ke- I dan ke-2 yang dianggap bahwa negara islam haya  negara yang miskin.
c.       Memperkenalkan tokoh pemikir ekonomi islam dan pengaruhnya dalam perkembangan ekonomi islam sampai saat ini.
d.      Sebagai syarat akademik PUSAT KAJIAN ISLAM MASYARAKAT INDEGENOUS INDONESIA.
H. garis-garis besar isi tulisan
Bab I
Bab



[1] Karena tidak terindrai
[2] Akan dijelaskan bagian ke empat pada pembahasan ini.
[3]  Lima universal dalam ilmu mantik adalah1. esensi (zati) yang terbagi kedalam tiga bagian yakani spesies (nau’un), body (jisim) dan diferensia (pasahl). 2 . aksiden yang terbagi menjadi dua yakni aksiden khusus dan aksiden umum
[4] Misalnya wajibul wujud , mungkinul wujud, jauharul wujud dan selainya
[5] Kedudukan akal dan jiwa manusia
[6] Keberadaan warna yang membutuhkan suatu benda
[7] esensi
[8] Jika wujud dan ketiadaan itu berkumpul kemudian kedua sifat antara wujud dan ketiadaan itu juga terangkat maka itu mustahil disebut sebagai wujud.
[9] sesuatu yang bergatung kepada sesuatu yang lain untuk megada, seperti keberadaan warna akan ada jika dia melekat kepada suatu benda. Keberadaan mahiyah inilah yang tidak bisa terpahami ketika wujud tidak ada.
[10] Sudarto, Meteodologi Penelitian Filsafat” (cet.  III; Jakarta: RajaGrapindo Persada,2002) , hal. 57
[11] Ibid,. 58
[12] Ibid,.99

1 komentar: