Pages

Kamis, 01 Desember 2011

Perinya kehidupan 14 manusia suci






Dengan Nama Allah Yang Maha Kasih dan Maha Sayang



















Peri Kehidupan 14 Manusia Suci 

Diterjemahkan dari:
A Brief History of The Fourteen Infallibles
Ansariyan Publications – Qum


Penerjemah: Akmal Kamil
Penyunting: Hasbi al-Ghifari

Cetakan I, Februari 2004
Diterbitkan oleh
Era of Appearance Foundation
Kuwait


















Peri Kehidupan 14 Manusia Suci












































Daftar Isi


 Sekapur Sirih dari Allamah Thabathaba'i – 7 

Manusia Suci Pertama:
Nabi Muhammad Saw – 15

Manusia Suci Kedua;
Putri Nabi Saw: Fatimah az Zahra As – 51

Manusia Suci Ketiga;
Imam Pertama: 'Ali bin Abi Thalib As – 65

Manusia Suci Keempat;
Imam Kedua: Imam Hasan Mujtaba As – 95

Manusia Suci Kelima;
Maksum Ketiga: Imam Husain as-Syahid As – 105

Manusia Suci Keenam;
Imam Keempat: Imam 'Ali Zainal Abidin As – 125

Manusia Suci Ketujuh;
Imam Kelima: Imam Muhammad al-Baqir As – 133

Manusi Suci Kedelapan;
Imam Keenam: Imam Ja'far as-Shadiq As – 141

Manusia Suci Kesembilan;
Imam Ketujuh: Imam Musa al-Kazhim As – 151

Manusia Suci Kesepuluh;
Imam Kedelapan; Imam  Ali ar-Ridha As – 159

Manusia Suci Kesebelas;
Imam Kesembilan: Imam Muhammad al-Jawad As – 169


Manusia Suci Kedua Belas;
Imam Kesepuluh: Imam 'Ali al-Hadi As – 179

Manusia Suci Ketiga Belas;
Imam Kesebelas: Imam Hasan Askari As - 185

Manusia Suci Keempat Belas;
Imam Kedua Belas; Imam Mahdi al-Hujjah As – 191



























Sekapur Sirih dari Allamah Thabathaba'i

Pesan Spritual Syiah

Pesan ruhani Syiah kepada dunia dapat diringkas dalam satu kalimat: “Ma’rifat kepada Allah.” Atau dengan kata lain, memerintahkan manusia untuk mengikuti jalan Ilahi dan pengetahuan tentang Allah sehingga meraih kemenangan dan keselamatan. Pesan ini berisikan pesan yang sama sebagaimana  yang diusung oleh Nabi Saw dalam memulai misi kenabiannya ketika ia berkata: “Ayyuhannas! Ketahuilah! bahwa tidak ada Tuhan selain Allah sehingga engkau meraih kemenangan.”
Karena pesan ini bersifat pesan ringkas, kami akan menambahkan bahwa manusia di alam semesta ini terkondisi  oleh alam untuk meraih banyak tujuan dalam hidupnya dan untuk meraih kesenangan-kesenangan bendawi. Manusia menyenangi lezatnya makanan dan minuman, pakaian, istana-istana mewah dan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, istri yang cantik nan menawan, sahabat-sahabat yang tulus dan kekayaan yang melimpah. Di sisi lain manusia tertarik kepada kekuasaan politik, kedudukan, reputasi, perluasan kekuasaan, dominasi dan menyingkirkan segala sesuatu yang menghalangi tujuannya. Akan tetapi, dalam relung batin dan fitrinya, manusia mengetahui bahwa segala yang ada ini diciptakan untuk manusia. Dunia dan segala isinya seharusnya tunduk dan melayani manusia dan bukan sebaliknya.
Memandang perut dan bagian di bawahnya sebagai tujuan akhir hidup adalah ibarat menggunakan logika domba dan sapi. Menelikung, memotong dan membantai yang lain adalah logika seekor singa, srigala dan ruba. Sejatinya, logika yang melekat (inheren) dalam diri manusia tidak lain adalah untuk meraih ma’rifat.
Logika ini berdasarkan ma’rifat dengan kekuatan yang dimilikinya untuk membedakan antara realitas dan kepalsuan, membimbing kita kepada kebenaran dan tidak kepada tuntutan perasaan dan hawa nafsu, egoisme dan ananiyah kita. Logika ini memandang manusia sebagai bagian dari totalitas penciptaan tanpa kemerdekaan yang terpisah atau kemungkinan dari seorang pemberontak yang hanya mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, dengan bekal keyakinan seperti ini bahwa manusia adalah penghulu penciptaan dan menjinakkan tabiat pembangkang dan menaklukkannya dengan paksa untuk menuruti keinginan dan hawa nafsunya, kita temukan bahwa hakikatnya manusia sendiri adalah sebuah alat (instrumen) di tangan hukum semesta dan diatur dan diperintah oleh-Nya.
Logika ini berdasarkan hikmah yang mengajak manusia untuk lebih berkonsentrasi kepada kerisauan yang dimilikinya tentang eksistensi semesta ini hingga menjadi jelas dan terang baginya bahwa eksistensi semesta beserta segala apa yang ada di dalamnya tidak muncul dengan sendirinya melainkan dari sebuah sumber yang Nir-Batas (infinite source). Oleh karena itu, ia akan mengetahui bahwa seluruh keindahan dan kedunguan, seluruh makhluk bumi dan langit, yang secara lahir merupakan sebuah hakikat yang mandiri, dapat meraih hakikat hanya melalui hakikat  yang lain dan terwujud hanya dalam pancaran cahaya-Nya, tidak oleh mereka dan melalui mereka sendiri. Dengan cara yang sama, “hakikat” sebagaimana kekuasaan dan kemuliaan masa lalu tidak memiliki nilai lebih kecuali hikayat-hikayat dan legenda-legenda hari ini, sehingga “hakikat-hakikat” hari ini tidak lebih dari mimpi yang dikenang dengan buram, yang akan muncul sebagai “hakikat” hari esok. Dalam analisa terakhir, segala sesuatu dalam dirinya adalah tidak lain kecuali sebuah hikayat dan sebuah mimpi. Hanya Allah adalah Hakikat dalam makna yang mutlak, Dia Yang tidak akan binasa. Di bawah perlindungan Wujud-Nya, segala wujud mewujud dan termanisfestasi melalui Cahaya Dzat-Nya.
Jika manusia diberkati dengan visi dan kekuatan memahami, seperti ini, maka tenda eksistensinya yang terpisah akan jatuh di hadapan matanya laksana sebuah buih di atas permukaan air. Ia akan melihat dengan matanya bahwa dunia dan segala isinya bergantung kepada sebuah Wujud Nir-Batas yang memiliki kehidupan, kekuasaan, ilmu, dan segala kesempurnaan hingga derajat yang tak terbatas. Manusia dan seluruh makhluk di muka bumi adalah ibarat jendela-jendela yang hadir sesuai dengan kapasitasnya dunia abadi yang melampaui mereka dan berada di luar dimensi ruang dan waktu.
Kini adalah saatnya manusia mengambil dirinya dan dari seluruh makhluk, kualitas kemandirian dan keutamaan lalu mengembalikannya kepada Pemiliknya. Ia melepaskan  dirinya dari segala sesuatu yang mengikat dirinya dan melekatkannya hanya kepada Allah Yang Satu. Di hadapan Keagungan dan Kebesaran-Nya, ia tidak memiliki apapun kecuali tunduk dengan rendah. Hanya dengan cara demikian, ia akan dibimbing dan dituntun oleh Allah sehingga apa pun yang diketahuinya, ia mengetahuinya dalam pancaran ilmu Tuhan. Melalui petunjuk Ilahi, manusia dihiasi dengan nilai spiritual dan moral serta ketulusan dalam perbuatan yang merupakan penjelmaan dari Islam itu sendiri, berserah diri kepada Allah Swt, agama yang merupakan fitrah azali manusia.
Derajat ini merupakan derajat tertinggi dari kesempurnaan manusia dan manusia sempurna (Insan Kamil) adalah Imam Maksum yang telah mencapai derajat dan kedudukan ini melalui rahmat Ilahi. Oleh karena itu, mereka yang telah mencapai derajat ini melalui jalan amalan-amalan ruhani, dengan derajat yang berbeda dan kedudukan yang mereka miliki, merupakan pengikut sejati Imam. Dengan demikian, jelas bahwa ilmu Tuhan dan ilmu Imam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dan dengan jalan yang sama, ilmu Tuhan tidak bisa dilepaskan dengan ma’rifat nafs.
Karena barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia telah mengetahui hakikat keberadaan yang berpulang sepenuhnya kepada Tuhan yang mandiri dan tidak berhajat kepada siapa pun. (at-Tabataba’i, S.M.H., Shite Islam, London, 1975, hal-hal. 215-217).

Keagungan al-Qur’an
Al-Qur’an al-Majid merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.
Sejak zaman pewahyuannya hingga hari ini, orang-orang telah mencoba untuk melemparkan keraguan bahwa al-Qur’an bukan merupakan firman Allah Swt, akan tetapi mereka tidak berhasil karena kandungan kebenaran yang dimiliki oleh al-Qur’an. Kitab al-Qur’an sendiri memberi petunjuk dan hikmah, serta memberikan kemaslahatan dan kebaikan kepada manusia. Setiap pembaca yang mencari kebenaran, dapat mengambil banyak manfaat dari al-Quran.
Kitabullah ini secara dawam menyeru kepada setiap orang untuk berpikir, merenung dan memahami; dan melarang mengikuti pikiran-pikiran orang lain atau bertaklid secara buta. Kurang lebih 600 juta kaum Muslim yang meyakininya, hingga mereka rela hidup dan mati untuknya.
Kepada setiap nabi, Allah memberikan mukjizat, akan tetapi mukjizat itu berlalu seiring dengan berlalunya mereka. Nabi Muhammad Saw merupakan nabi terakhir. Allah Swt menganugerahkan kepadanya mukjizat yang abadi dan tidak akan punah. Dan mukjizat itu adalah al-Qur’an.
Kalamullah, merupakan sebuah kumpulan syair dan sastra Arab yang menakjubkan, penuh hikmah dan petunjuk di dalamnya. Siapa saja yang membacanya, dengan segera akan percaya bahwa al-Quran ini merupakan firman Allah, karena tidak satu pun manusia yang dapat menulis bimbingan sesempurna itu dalam banyak topik.
Kitab Suci al-Quran berkata bahwa tidak satu pun manusia yang dapat memalsukannya bahkan satu bagian darinya dan tidak akan ada penyimpangan yang akan terjadi padanya. Hal ini merupakan mukjizat al-Quran yang tinggal tanpa perubahan dan pemalsuan selama 1400 tahun dan keadaan ini akan tetap berlaku hingga hari kiamat, karena Allah telah berjanji untuk menjaganya.           
Kitabullah ibarat samudra. Orang yang menuntut ilmu darinya, seperti anak kecil, mengumpulkan kerang dan kerikil dari tepi pantainya. Para sarjana dan cendekiawan, laksana penyelam mutiara, mengeluarkan darinya filsafat yang tertinggi, hikmah dan aturan-aturan hidup yang sempurna.
Untuk dapat mengerti keagungan al-Quran, maka dituntut untuk memahami kehidupan Nabi Muhammad, ‘Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, yang telah menerjemahkan setiap dustur dan aturan Allah Swt ke dalam bentuk perbuatan. Nabi Muhammad adalah teladan sempurna bagi setiap manusia, Ali teladan sempurna bagi kaum muda, Fatimah teladan sempurna bagi kaum wanita, dan Hasan serta Husain merupakan teladan bagi anak-anak.
Tidak perlu merujuk atau mengutip kepada para cendekiawan, penerjemah, mufassir dan perawi untuk membuktikan keberadaan Allah Swt dan Rasul-Nya. Allah Swt adalah pencipta, dan Dia ada, apakah orang mau percaya atau tidak. Bukti keberadaan-Nya adalah ciptaan-Nya. Bukti kenabian adalah al-Quran.
Bagi mereka yang ingin meyakini, bukti-bukti ini telah memadai, dan bagi mereka yang tidak ingin meyakininya, tidak akan pernah yakin, bukti atau argumen apa pun yang disodorkan dan disuguhkan kepadanya, betapa pun kuatnya argumen itu, tetap tidak akan memberi pengaruh terhadapnya.
Untuk memudahkan membacanya setiap hari, al-Quran terbagi menjadi tiga puluh bagian yang seimbang. Satu bagian hanya meminta dua puluh empat menit untuk membacanya, dan keseluruhan Kitab meminta dua puluh empat jam untuk membacanya. Bagian-bagian al-Quran itu adalah sebagai berikut, 114 surah, dan 6.226 ayat, 99.464 kalimat yang terangkai dari 330.113 kata.
Jutaan kaum Muslimin membaca al-Quran setiap hari. Imam Ja’far Shadiq bersabda bahwa, minimal membaca al-Quran setiap hari lima puluh ayat atau seperempat bagian, akan menghabiskan waktu kurang lebih lima menit.
Bagi mereka yang tertarik ingin mendalami kajian-kajian ini, seyogyanya merujuk kepada sumber-sumbernya yang berada di beberapa perpustakaan. (Syakir, M.A., Islamic History).

Islam dan Muslim
Kalimat islâm bermakna, ketundukan kepada kehendak Allah, dan seorang muslim, adalah orang yang tunduk kepada kehendak Allah.
Islam adalah sebuah agama, yang dapat diikuti oleh setiap orang, di mana pun dia berada, dalam kehidupan sehari-hari.
Islam merupakan agama para nabi Allah semenjak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Saw, perjalanan usia Islam sama dengan perjalanan usia kemanusiaan. Hakikatnya, setiap bayi yang lahir, terlahir sebagai seorang Muslim. Orang tuanyalah yang  menjadikan dia seorang Yahudi, Nasrani atau Hindu.
Allah mengutus ribuan nabi kepada seluruh bangsa dan ras. Sebagaimana umat manusia mengalami kemajuan, para nabi diutus dengan hukum yang sesuai dengan tuntutan zaman pada saat itu. Setiap nabi baru, membawa sebuah dustur Ilahi yang baru (syari'ah), yang me-nasakh atau membatalkan hukum yang sebelumnya.
Muhammad adalah Nabi terakhir dan ia membawa hukum yang terakhir dan yang paling sempurna dalam Kitab Suci al-Qur'an. Sejarah menunjukkan kepada kita, bahwa hukum ini sesuai dengan tuntutan orang-orang selama 1400 tahun terakhir dan akan berlanjut seperti ini, hingga hari kiamat.
Islam adalah sebuah jalan hidup (way of life). Islam merupakan agama yang sederhana dan bukan agama yang sulit. Islam memberikan kebebasan maksimal tanpa melanggar kebebasan orang lain. Ia menyeru kepada setiap orang untuk meyakini Tuhan Yang Esa, dan melakukan kebaikan, menunaikan shalat dan membayar zakat, menjalankan puasa selama bulan Ramadan, menunaikan haji dan berjihad di jalan Allah bila perlu, meyakini Keadilan Allah, kehidupan pasca mati, kenabian Muhammad, dan ajaran-ajaran dua belas Imam. Islam mencegah perbuatan maksiat dan tirani, melarang mengkonsumsi minuman keras (khamr) dan bermain judi, berzina dan, makan darah dan daging babi, bangkai.
"Tidak ada paksaan dalam beragama." (Qs. al-Baqarah [2]:256); tidak ada ritual-ritual yang keras dan sukar atau dogma-dogma irasional dalam Islam.
Di antara perbaikan-perbaikan yang diberikan oleh Nabi kepada dunia, ia mengajarkan, bahwa seluruh umat manusia apakah ia berkulit coklat, hitam, merah, putih atau kuning merupakan keturunan Nabi Adam, dan tidak ada yang memiliki keutamaan dari yang lainnya karena warna kulit, kedudukan atau kekayaan. Ia mengajarkan bahwa insan yang paling mulia di sisi Allah, adalah insan yang memperhatikan kewajibannya kepada Allah dan bahwa manusia hanya memiliki hak untuk menunaikan kewajiban dan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. (Syakir, M.A. Islamic History)


  





























Manusia Suci Pertama


Nabi Muhammad Saw
















































Manusia Suci Pertama
Nabi Muhammad Saw

Nama                     : Muhammad
Gelar                     : al-Mustafa
Panggilan               : Abul Qasim
Nama Ayah           : ‘Abdullah bin ‘Abdil Mutthalib
Nama Ibu              : Aminah binti Wahab
Wiladah                  : Mekkah, 17 Rabiul Awwal pada hari Jum’at, bertepatan dengan Tahun Gajah.
Rihlah                    : Wafat pada usia 63 tahun di Madinah pada hari   Senin, 28 Safar, 11 H; dimakamkan di kediamannya  yang bersebelahan dengan masjid di Madinah.
     
Silsilah Para Nabi
Adam
Nuh
Ibrahim
               Isma’il                                          Ishaq
            Bani Hasyim                                  Bani Isra’il
                  Muhammad                                 Musa
                                          Isa

Silsilah Keturunan
Nabi Muhammad Saw bersabda:
"Yang pertama kali dicipta oleh Allah Swt adalah cahayaku (nuri)."
Suku dan kabilah yang paling tua dan paling mulia di kalangan bangsa Arab adalah Bani Hasyim. Mereka adalah keturunan Nabi Ibrahim melalui anaknya Nabi Ismail. Bangsa Arab mencintai dan menghormati mereka karena sikap pemurah, pengetahuan dan keberanian mereka.

Abdul Mutthalib
‘Abdull Mutthalib adalah kepala suku Banu Hasyim sekaligus penjaga Ka’bah.
Di antara sepuluh anaknya, adalah ‘Abdullah ayah dari Nabi Saw dan Abu Thalib adalah ayah dari ‘Ali.

Muhammad
Bocah kecil Muhammad lahir di Makkah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 570 M. Ayahnya Abdullah bin Abdul Mutthalib, wafat sebelum ia lahir dan ketika ia berusia enam tahun, ia kehilangan ibu kinasihnya, Aminah binti Wahab
Kakeknya, Abdul Mutthalib, mengambil tanggung jawab untuk membesarkan si yatim. Pada usia sepuluh tahun, ia kehilangan kakeknya yang tercinta. Pada akhir hayatnya, Abdul Mutthalib menunjuk Abu Thalib untuk menjadi pengasuh Muhammad.
Pemuda tampan, tinggi, bertutur kata halus, Muhammad, menemani kafilah niaga Abu Thalib, melintasi sahara. Perjalanan niaga ini memberikan wawasan yang dalam tentang insan dan semesta.
Pada masa muda, Muhammad Saw turut serta dalam Hilf al-Fudul (konfederasi) dalam rangka menolong para janda dan anak yatim dan melindungi orang-orang yang dizalimi.

Khadijah
Janda kaya dan terhormat. Khadijah mencari seorang yang cakap untuk mengelola kafilah niaganya yang beraset besar, memilih Muhammad; al-Amin, cakap dan jujur. Muhammad adalah orang yang sukses dalam berniaga. Khadijah yang terpesona akan kepribadian Muhammad memberikan tawaran kepada Muhammad untuk mengikat tali perkawinan. Ketika mereka melangsungkan pernikahan, Muhammad berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah  berusia empat puluh tahun. Meskipun usia yang cukup senjang di antara mereka, pernikahan mereka membuahkan kebahagiaan.

Nabi
Pecinta tabiat dan pendiam, risau akan penderitaan manusia, Muhammad sering ber-khalwat (menyendiri) ke Gua Hira untuk melakukan perenungan. Suatu malam, Laylatul Qadr (malam kemuliaan) suara datang kepadanya, dan memerintahkan "Bacalah atas nama Tuhanmu." Fenomena kunjungan Ilahi ini sangat memberikan kesan yang dalam pada diri Muhammad, ia segera kembali ke rumah menjumpai istrinya, Khadijah, yang mendengarkannya dengan seksama dan berkata "Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah."
Selang beberapa saat, kembali suara dari langit terdengar "Wahai orang yang berselimut, bangunlah, dan beri peringatan dan agungkanlah Tuhanmu." Suara ini merupakan pertanda untuk memulai dakwah ajaran tauhid. Awalnya, Muhammad berdakwah kepada orang-orang yang terdekat dan kerabatnya untuk menerima iman yang baru. Orang yang pertama memeluk Islam di antara wanita adalah Khadijah dan dari kaum laki-lakinya adalah 'Ali.  Segera setelahnya, Zaid bin al-Haritsah memeluk Islam kemudian disusul oleh Abu Bakar dan 'Utsman. Kemudian,  'Umar,  yang tadinya merupakan penentang, berlaku kasar kepada kaum Muslimin, dan seorang musuh besar Nabi, memeluk Islam.

Khalifah
Selama tiga tahun berusaha secara diam-diam untuk menyapih orang-orang dari menyembah berhala dan hanya berhasil menarik tiga puluh orang pengikut. Kini, Muhammad memutuskan untuk menyeru secara terang-terangan kepada kaum Quraisy untuk meninggalkan menyembah berhala dan memeluk Islam.
Ia mengundang empat puluh orang kerabatnya untuk menghadiri perjamuan yang diadakan olehnya. Pada perjamuan itu, Muhammad menyebutkan bahwa dia telah lama hidup bersama mereka dan bertanya bahwa apakah dia pernah kedapatan berdusta? Orang-orang menjawab serentak "Tidak, kami tidak pernah mendapatkan engkau berdusta, engkau adalah al-Amin (orang terpercaya)." Nabi Saw bertanya kepada mereka jika sekiranya dia berkata bahwa musuh-musuh sekarang ini di balik bukit bersiaga untuk menyerang mereka, apakah mereka akan percaya? Jawaban mereka adalah Iya. Mereka akan percaya. Kini, apakah kalian akan percaya terhadap apa yang aku katakan sekarang?" Kembali mereka menjawab, Iya." Lalu, Nabi Saw berpidato kepada mereka:
"Aku tidak mengenal seorang pun di semenanjung Arab, yang dapat menawarkan sesuatu yang paling baik kepada kerabatnya melebihi apa yang aku tawarkan kepada kalian. Aku tawarkan kepada kalian kebahagiaan, kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Tuhan Yang Maha Kuasa telah memerintahkanku untuk mengajak kalian kepada-Nya, oleh karena itu, siapa di antara kalian yang siap membantuku, akan menjadi Saudaraku dan Khalifah setelahku?"
Mereka semuanya, ragu-ragu menyikapi masalah ini. 'Ali (yang diberi gelar Amirul Mukminin oleh Rasulullah Saw) berdiri dan menyatakan bahwa ia siap untuk membantu Nabi Saw menunaikan tugas tersebut dan mengancam kepada mereka yang menentang Nabi Saw. Muhammad dengan perasaan gembira, memeluk 'Ali dan menyatakan kepada mereka semua, untuk mendengar dan mentaati 'Ali sebagai Wasiy dan Khalifah Rasulullah Saw. Perjamuan itu kemudian menjadi bahan tertawaan, mengejek Abu Thalib bahwa kini dia harus mematuhi anaknya.

Islam
Muhammad adalah pendiri agama besar Islam, islam berarti berserah diri kepada Allah Swt. Pengikut agama Islam biasanya diselaraskan dengan kata sifat muslim. Bahasa Persia mengambil sebuah kata sifat yang berbeda musalman, yang kata aslinya berasal dari musulman, Anglo-India. Akan tetapi muslim, tentu saja, tidak seperti dengan istilah Muhammedan atau Muhammadanism, yang nampaknya bagi mereka membawa implikasi ibadah (menyembah) kepada Muhammad, sebagaimana agama Kristen dan Kristianitas yang bermakna ibadah terhadap Kristus.
Agama yang baru ini adalah agama yang sederhana tanpa praktik-praktik yang sulit dan sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Agama ini memerintahkan untuk beriman, melakukan kebaikan, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Dua perintah yang memberikan empat prinsip-prinsip untuk mencapai kesuksesan hidup.
Iman baru ini telah membuat sebuah revolusi yang mencengangkan dan menggoncang tatanan dunia. Para raja, pendeta, kaum tiran, pemeras-pemeras, menentang iman baru ini, dan mereka bersatu untuk menghambat laju pergerakan Islam.
Para penjaga Ka'bah dan para pemilik berhala, datang kepada Abu Thalib untuk menghentikan Muhammad untuk tidak berkata, "Tiada tuhan selain Allah (Laa Ilaha illa Allah). Paman yang menjaga Muhammad tersebut menyampaikan permintaan mereka bahwa mereka bersedia untuk memberikan Muhammad harta yang lebih banyak melebihi apa yang dimiliki oleh siapa saja, membuat Muhammad sebagai pemimpin atau bahkan raja mereka sekalipun. Muhammad menolak. Para kepala suku yang marah akibat penolakan Muhammad ini, mengancam boikot sosial, pengrusakan dan kematian. Abu Thalib (yang sebenarnya telah memeluk Islam tapi tidak mengumumkannya sehingga ia mampu membela Nabi Saw) berjanji untuk membela Muhammad.
Anak-anak pria dan wanita Mekkah mulai melempari dan mencaci Muhammad. Ali bin Abu Thalib, seorang pemberani dan setia kepada Muhammad, menghentikan perlakuan kasar dan buruk ini dengan tangannya yang kekar. Pelecehan dan penyiksaan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy kepada Muhammad dan para pengikut Muhammad yang sedikit, semakin gencar dan parah. Beberapa pengikutnya diseret di atas padang pasir yang membara, ada yang dipenjara, dicambuk dan didera, tapi mereka tetap bersiteguh kepada iman mereka walaupun harus membayarnya dengan nyawa.  Umayah, majikannya Bilal, membawa Bilal menuju ke padang pasir dan membuatnya terlentang bertelanjang dada dengan wajahnya menghadap ke arah matahari yang bersinar terik dan meletakkan sebuah batu besar di atas dadanya. Umayah berkata kepada Bilal, "Engkau akan tetap tersiksa seperti ini, hingga engkau mati atau engkau meninggalkan Islam." Bilal yang sekarat dengan dahaga ditengah terik siang dan di atas bara padang pasir hanya menjawab "Ahadun! Ahadun!.
Hampir sepuluh tahun kerja keras dan berdakwah, dengan segala kesusahan dan kepayahan, akhirnya menghasilkan seratus pengikut. Kekerasan fisik dan boikot sosial menjadikan kehidupan di Mekkah sangat berat. Nabi Saw menasihati para pengikutnya untuk mencari perlindungan di negara tetangga, Etopia. Delapan puluh delapan orang pria dan delapan belas orang wanita dikirim ke Bandar Negus, di bawah pimpinan Ja'far at-Tayyar (saudara 'Ali) dan saudara sepupu Nabi Saw. Para kepala suku bangsa Arab mengejar mereka dan menuntut agar mereka dipulangkan ke Mekkah.
Ja'far menceritakan masalah para pengungsi kepada Raja Etopia:
"Wahai Baginda Raja! Kami dulu tenggelam di dalam kebodohan dan kebiadaban; kami menyembah berhala, kami tinggal di dalam kekotoran, kami memakan bangkai dan kami berkata-kata kasar dan mesum; kami tidak peduli akan perasaan kemanusiaan dan kewajiban-kewajiban beramah-tamah dan bertetangga; kami tidak mengenal hukum, kecuali kekuatan (kekuasaan), ketika Tuhan mengangkat seorang manusia di antara kami, yang kelahirannya, kebenarannya, kejujurannya, dan kesuciannya kami tersadar; dan dia mengajak kami kepada tauhid dan mengajarkan kepada kami untuk tidak menyekutukan apapun dengan-Nya, kami mengimaninya. Dia melarang kami menyembah berhala; dan menyeru kami untuk berkata  yang benar, beriman terhadap keyakinan, bersikap pengasih dan menunaikan hak-hak tetangga, dia melarang kami berbicara kasar terhadap wanita dan memakan harta anak yatim, dia memerintahkan kami untuk meninggalkan kejahatan dan menjauhi keburukan; mengerjakan shalat,  menunaikan zakat, melaksanakan puasa. Kami telah beriman kepadanya, kami telah menerima ajaran-ajaran dan perintah-perintahnya untuk beribadah kepada Tuhan dan tidak menyekutukan-Nya. Atas alasan ini, kaum kami menentang kami, mereka telah menganiaya kami agar meninggalkan beribadah kepada Tuhan dan kembali menyembah berhala batu dan kayu serta hal-hal yang menjijikkan yang lain. Mereka menyiksa dan menciderai kami, hingga kami tidak lagi merasa aman bersama mereka, kami datang ke negeri Tuan dan mengharapkan perlindungan Tuan dari penindasan mereka.
Tuntutan bangsa Quraisy ditolak dan mereka kembali ke Mekkah. Beberapa kali, para kepala suku mendatangi Abu Thalib. Mereka berkata kepadanya, "Kami menghormati posisi dan kedudukan Anda, namun kami tidak lagi dapat menahan diri dari kemenakan anda. Hentikan dia atau kami akan memerangimu." Abu Thalib meminta keputusan Muhammad atas perkara ini. Dengan linangan air mata, Nabi Saw dengan tegas menjawab, "Wahai pamanku! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, untuk menghentikan langkahku dari dakwah ini, aku tidak akan berhenti hingga Allah Swt menunjukkan keputusannya atau aku binasa dalam ujian ini."

Tragedi
Dalam masa-masa sulit, cobaan dan ujian, dua tragedi yang paling menyedihkan menimpa Nabi Muhammad Saw. Cobaan pertama, pengasuh dan penjaganya yang berani Abu Thalib wafat dan tidak lama setelah itu, istrinya yang tercinta Khadijah pun wafat, meninggalkan putrinya Fatimah As –anak satu-satunya dari Nabi Saw– putri yang merawat ayahnya sedemikian rupa hingga Nabi Saw memanggil Fatimah dengan Ummu Abiha (ibu bagi ayahnya).



Masa Muslim
Dengan kematian pelindung dan penjaga Abu Thalib, orang-orang Mekkah merencanakan untuk membunuh Muhammad Saw. Di bawah bimbingan Ilahi, ia meminta 'Ali untuk tidur di pembaringannya dan Nabi Saw menyelimuti 'Ali dengan kain warna hijau milik ia. Ketika para jawara Mekkah yang menyangka bahwa 'Ali adalah Muhammad, Nabi Saw telah melakukan hijrah menuju ke Madinah.
Masa penanggalan Hijrah kaum Muslimin dinamakan setelah peristiwa ini berlangsung dan bermula sejak tanggal 17 Rabiul Awwal 622 M.
Semenjak pertama kali tiba di Madinah, Nabi Saw adalah sosok teragung yang pernah disinari oleh pelita sejarah. Kini, kita akan melihatnya sebagai, raja manusia, penguasa hati manusia, pemimpin yang memberikan hukum, dan hakim agung. Pendakwah yang berdakwah tanpa roti, lebih perkasa dari pada penguasa yang paling perkasa di muka bumi. Tidak ada emperor dengan tiara di kepala yang ditaati, seperti insan yang mengenakan sebuah jubah kasar sebagai pakaiannya ini.
Dia meletakkan fondasi persemakmuran kaum Muslimin dan menarik sebuah piagam yang diakui sebagai karya seorang negarawan terulung, seorang sutradara piawai tidak hanya pada zamannya, tetapi seluruh zaman.
Tidak seperti orang-orang Arab, Nabi Saw, tidak pernah menghunus senjata, kecuali ia dipaksa untuk membela Islam dengan kekuatan senjata. Semenjak perang Badar, rangkaian peperangan harus terjadi, yang dimenangkan oleh masyarakat yang baru lahir ini dengan gemilang.
Suatu hari, Muhammad tertidur di bawah sebuah pohon, yang letaknya jauh dari kamp. Tiba-tiba, ia dibangunkan oleh musuhnya, Du'tsur bin al-Harits dengan pedang terhunus. Du'tsur berdiri di hadapannya. "Wahai Muhammad! Siapa kini yang dapat menolongmu?" Allah!" Jawab Nabi Saw. Mendengar jawaban ini, badan Badui Arab ini bergetar dan pedangnya terjatuh. Nabi Saw memungut pedang itu dan bertanya, "Siapa yang kini dapat menolongmu?". "Sayang, tidak ada seorang pun!" Nabi Saw berkata kepadanya, "Belajarlah dariku bersikap pengasih." Hati Badui Arab ini takluk dan dia pun memeluk Islam.

Uhud
Tahun depan, Abu Sufyan, musuh masyhur Islam, kembali ingin menyerang kaum Muslimin di Uhud. Hamzah paman Nabi Saw, pembawa pertama panji Islam, dibunuh di medan laga. Meskipun perintah yang jelas dari Nabi Saw, beberapa lasykar kaum Muslimin meninggalkan posko mereka ketika kemenangan sudah di hadapan mata. Perbuatan mereka ini membuat alur peperangan menjadi berubah. Khalid bin Walid menyerang Nabi Saw. Dalam keadaan genting tersebut, jiwa Nabi Saw selamat dengan kedatangan 'Ali yang tiba tepat pada waktunya. Lasykar musuh melarikan diri. Nabi Saw sangat berduka atas kematian Hamzah.

Mubahalah
Pada tahun ke-10 Hijriah seorang utusan Nasrani dari Najran datang ke hadirat Nabi Saw di Madinah dengan maksud ingin membahas masalah-masalah keagamaan. Meskipun dengan bukti-bukti yang jelas dan terang, kaum Nasrani itu menolak untuk beriman kepada Nabi Saw, karena mereka belum mau meninggalkan agama mereka dan menerima agama Islam.
Sesuai dengan dustur Ilahi dalam al-Qur'an:
"Yaitu orang-orang yang berdoa, Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka."  (Qs. al-Baqarah [2]:16)
Nabi Saw mengusulkan bahwa pada hari berikutnya, para pendeta Nasrani itu harus membawa wanita-wanita, anak-anak, dan kerabat mereka dan Nabi Saw membawa wanita-wanita, anak-anak, dan kerabatnya dan selepas itu berdoa meminta kutukan Tuhan kepada para pendusta, sehingga dapat menyelesaikan perdebatan.
Pada subuh harinya, Nabi Saw memasuki Madyan (medan) dengan cucunya, menuntun Hasan dengan tangan kanannya, dan menggendong Husain di tangan ia, putrinya yang tercinta Fatimah yang mengikuti dibelakang ia, dan 'Ali berjalan di belakang Fatimah, dengan membawa panji Islam. Pendeta-pendeta Nasrani itu mengamati prosesi ini dari kejauhan, dan sampai pada kesimpulan bahwa Muhammad Saw adalah Nabi Allah, karena ia telah membawa orang-orang yang paling dicintai dari anak-anak dan kerabatnya.
Para pendeta itu datang kepada Nabi Saw dan memberitahukan bahwa mereka tidak ingin berdoa untuk mendatangkan kutukan Tuhan kepada para pendusta, sebaliknya mereka ingin membayar jiz'yah (pajak) dan tinggal pada sebuah tempat yang dilindungi. Nabi Saw menunjuk 'Ali untuk menyebutkan syarat-syaratnya.

Hudaibiyyah
Kaum Muslimin telah bertahan selama enam tahun dalam pengasingan dan mulai merasa rindu terhadap kampung halaman mereka, Mekkah. Nabi Saw berhasrat untuk menunaikan ibadah haji ke Ka'bah. Ketika ia meninggalkan kampung halaman, ia masih dalam keadaan lemah, tapi ketika ia ingin kembali, ia telah memiliki kekuatan. Nabi Saw tidak ingin menggunakan kekuatan pasukan untuk memasuki kota suci Mekkah. Melihat permusuhan bangsa Quraisy terhadapnya, akhirnya, Nabi Saw menyetujui sebuah piagam yang dikenal sebagai Perjanjian Damai Hudaibiyyah, yang kelihatannya tidak memberikan manfaat bagi kaum Muslimin, namun menunjukkan karakter islami akan moderasi dan keluhuran budi. Karena menahan kekuatan dan bersikap toleran adalah keberanian sejati. Setelah tiba di depan gerbang kota tempat lahir mereka dengan hati berbunga dan perasaan tak sabar ingin segera memasukinya, kaum Muslimin menarik langkah mereka dengan damai dan kembali ke Madinah, di bawah syarat-syarat perjanjian tersebut, yang memberikan kesempatan bagi mereka untuk menunaikan haji pada tahun berikutnya.

Khaibar
Penghinaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Yahudi, memaksa Nabi Saw untuk angkat senjata melawan Khaibar pada tahun ke-7 Hijriah. Kaum Muslimin di bawah komando 'Umar kembali dalam keadaan kecewa. Nabi Saw berkata: "Besok aku akan serahkan komando pasukan Muslimin kepada seseorang yang akan dianugerahi Allah Swt dengan kemenangan. Fajar menyingsing menjadi saksi panji Islam berkibar dengan gagah di tangan 'Ali. Peperangan dimulai dengan jawara Yahudi Marhab. Dengan jiwa yang dibakar dengan seruan Allahu Akbar, pedang Dzulfiqar 'Ali hinggap di badan Marhab dan menancap di tengkoraknya. Kekalahan Marhab ini disusul dengan kekalahan kaum Yahudi secara kesuluruhan. Kemenangan gemilang Islam ini dicapai dan membuat 'Ali dikenal selamanya sebagai penakluk Khaibar.


Mekkah
Menghadapi penghujung tahun, Muhammad Saw  dengan para pengikutnya memanfaatkan perjanjian damai Hudaibiyyah untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Selama tiga hari, suku Quraisy mengevakuasi kota Mekkah  dan mengamati kaum Muslimin melaksanakan ibadah haji. Pengamalan ketat syarat-syarat perjanjian, sikap menahan diri dan setia kepada kata-kata yang telah diucapkan orang-orang beriman, menciptakan kesan yang luar biasa pada diri kaum musyrikin. Karena terpesona oleh kebaikan hati dan karamah Muhammad Saw membuat banyak kepala suku Quraisy menerima Islam.
Pada tahun ke-8 Hijriah, kaum musyrikin melanggar perjanjian Hudaibiyyah dengan menyerang kaum Muslimin. Serangan pihak musuh dapat dipatahkan dan kota Mekkah akhirnya jatuh di tangan kaum Muslimin.
Nabi Saw yang berhijrah dari Mekkah sebagai seorang buronan, kini kembali ke negerinya sebagai penakluk yang perkasa. Alih-alih mengadakan pembunuhan massal kepada mereka yang telah menganiaya Nabi Saw dan para pengikutnya namun Rahmatun lil 'Alamin ini memasuki kota dengan kepada tertunduk rendah sebagai tanda syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa dan memerintahkan amnesti umum.

Tabuk
Pada pertengahan tahun 9 Hijriah, Nabi Saw memimpin sebuah ekspedisi ke Tabuk dekat perbatasan Syiria, karena ancaman yang dilancarkan oleh Kaisar Romawi. Kaum munafik dan para pemfitnah, menghina 'Ali yang ditinggalkan dan memangku tugas deputi di Madinah karena kepergian Nabi Saw. Karena tidak kuasa menahan ejekan orang-orang munafik, 'Ali yang prawira dan beriman menaiki unta dan dengan segera menyusul lasykar kaum Muslimin. 'Ali menceritakan ejekan orang-orang munafik kepada Nabi Saw bahwa dia takut dan Nabi tidak senang terhadapnya. Nabi Saw tersenyum dan berkata: "Wahai 'Ali! Tidakkah engkau rela kedudukanmu bagiku laksana kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi selepasku?" 'Ali yang cinta damai kembali ke Madinah. Lasykar kaum Muslimin tiba di medan Tabuk, tentara-tentara Roma telah mengalihkan arah perjalanan mereka ke medan yang lain. Nabi Saw kembali ke Madinah tanpa harus berperang.

Para Istri Nabi
Banyak lasykar kaum Muslimin gugur sebagai syuhada pada pertempuran Badar, Uhud, Khaibar, Hunain dan medan-medan tempur lainnya, sehingga meninggalkan istri-istri muda dan anak di belakang mereka. Masalah yang penting mengurus janda-janda dan anak-anak yatim, mengancam moralitas masyarakat Muslim. Muhammad memutuskan menikahi janda-janda ini dan menjadikan diri ia sebagai contoh bagi para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama.
Sebelum kemunculan Islam, seorang pria dapat menikahi berapa pun jumlah wanita. Akan tetapi Nabi Saw dalam hal ini berbeda dengan yang lain. Catatan sejarah menunjukkan, sifat tanpa cela dan aib Nabi Saw hingga usia dua puluh lima tahun, ketika ia mempersunting seorang janda puan Khadijah. Khadijah adalah satu-satunya istri Nabi Saw hingga sang istri tercinta wafat dan ketika itu Nabi Saw berusia lima puluh tahun. Pada usia matang lima puluh lima tahun ketika darah-muda  telah mencapai masa matang, dengan maksud untuk memecahkan masalah perang, janda-janda dan anak-anak yatim, Nabi Saw mulai menikahi istri-istri yang lain dengan waktu yang singkat, meskipun ia telah berusia senja dan memikul beban tanggung-jawab nubuwwah dan masalah-masalah negara Islam.
Syarat-syarat menikah lebih dari seorang istri adalah sangat ketat, sehingga hampir sedikit orang yang dapat memenuhi, pada masa-masa damai. Al-Qur'an berkata: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (Qs. an-Nisa [4]:3)

Raja
Meskipun seorang Nabi dan seorang Raja, Muhammad adalah orang biasa. Ia makan dan duduk bersama mereka. Mencurahkan suka dan duka bersama, membantu kaum yang lemah, para janda, anak-anak yatim, dan menaruh simpati kepada orang-orang yang tertimpa masalah. Ia mendapatkan dunia yang tenggelam dalam kejahilan, takhayul, kekejian dan kekejaman; ia melihat orang-orang berpecah dan terlibat dalam peperangan yang tak berkesudahan, perang yang mempraktikkan kekejaman yang luar biasa; anak-anak putri dikubur hidup-hidup dan para janda ayah mereka diwariskan dan dijual oleh anak sulungnya. Di tengah-tengah segala kekacauan sosial ini, Muhammad Saw membangun sebuah tatanan dan mengilhamkan kepada mereka keyakinan kepada Satu Tuhan; melarang menyembah berhala dan membuat mereka berpikir, tidak hanya di dunia ini, tapi juga kehidupan pasca kehidupan dunia ini, yang lebih tinggi, lebih kudus, dan lebih terang. Nabi Saw meminta mereka untuk bersedekah, berbuat kebajikan, keadilan, rasionalitas dan cinta universal. Seluruh misi kenabian ini dapat dicapai selama masa hidup ia.

Ahl al-Kisa
Firman Allah dalam ayat: "Sesungguhnya Allah hendak bermaksud menghilangkan dosa dari diri kamu, hal Ahl al bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya." (Qs. al-Ahzab [33]:33)
Lima orang suci –Muhammad, 'Ali, Fatimah, dan dua putra mereka, Hasan dan Husain– menjadi teladan sempurna amal manusia. Mereka menjalani hidup dengan penuh kebaktian, ketaatan, sarat manfaat, kebajikan, kebenaran dan amal saleh, memberikan standar nilai-nilai kemanusian bagi setiap amal perbuatan manusia. Sejarah kehidupan mereka merupakan cerminan kemuliaan dan keyakinan, mendakwahkan tauhid, kesetaraan, dan menghapuskan tirani para pendeta dan penguasa, memutuskan belenggu aqidah-aqidah sesat, ritual-ritual yang menindas, dogma-dogma yang merusak jiwa. Ia menghancurkan tatanan kasta-kasta, keistimewaan dan tirani para penanam kepentingan. Ia memproklamasikan pentingnya ilmu pengetahuan dan kerja keras.
Meskipun Nabi Saw sibuk mengurusi masalah-masalah umat, akan tetapi ia tetap memberikan perhatian kepada keluarganya. Beberapa orang mukmin, meminta kepada Nabi Saw untuk membolehkan mereka berkhidmat kepada Ahlulbait Nabi Saw dengan membelikan tanah dan membangunkan rumah baginya. Jawaban atas permintaan ini dijawab oleh Allah Swt melalui firman-Nya: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang (mawaddah) terhadap  keluargaku." (Qs. asy-Syura [79]:23)
Dengan demikian, kaum beriman bertanya kepada Nabi Saw cinta kepada siapa yang diwajibkan kepada mereka? Nabi Saw menjawab, "Cinta kepada 'Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.

Hajjatul Wida'
Di bawah bimbingan wahyu mengabarkan bahwa hari-hari akhir kehidupan ia semakin mendekat, Nabi Saw mempersiapkan diri untuk melaksanakan haji perpisahan ke Mekkah.
Sebelum menunaikan seluruh rangkaian acara haji, ia menyampaikan pidato kepada massa yang banyak dari puncak gunung 'Arafah pada tanggal 8 Dzulhijjah 11 H yang kata-katanya senantiasa bergema dan hidup dalam setiap suasana:
Ayyuhannas! Dengarkanlah kata-kataku, karena aku tidak tahu  apakah aku mendapatkan diriku berada di antara kalian di tempat ini. Harta dan jiwa kalian adalah suci dan tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, hingga kalian hadir di hadapan Tuhan, sebagaimana hari ini dan tahun ini suci bagi semuanya, dan ingatlah bahwa kalian semuanya akan hadir di hadapan Tuhan kalian, Yang akan menuntut setiap nilai amal dan perbuatan kalian. Ayyuhannas, kalian memiliki hak atas istri-istri kalian dan istri-istri kalian memiliki hak-hak atas kalian....perlakukanlah istri-istri kalian dengan kebaikan dan cinta.
Sesungguhnya, kalian telah mengambil mereka dalam pengamanan Tuhan dan membuat mereka halal bagi kalian dengan kalimat Allah. Jagalah amanah yang dititipkan kepada kalian dan hindarilah dosa. Perbuatan riba adalah haram hukumnya. Para peminjam mengembalikan modal pinjamanannya dan awalnya akan dibuat dengan hutang pamanku 'Abbas bin Abdul Mutthalib. Oleh karena itu,  balas dendam darah dibayar dengan darah yang dipraktikkan pada masa jahiliyyah dahulu adalah haram.  Dan seluruh dendam  kesumat dihapuskan, dimulai dengan pembunuhan Ibn Rabi'ah bin al-Harits bin 'Abdul Mutthalib.
Dan budak-budak kalian! Perhatikanlah bahwa kalian memberi makan kepada mereka dengan makanan yang kalian makan, dan berikan pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kalian pakai, dan jika mereka melakukan kesalahan yang membuat kalian berat untuk memaafkannya, maka itu merupakan bagian darinya, karena mereka adalah hamba-hamba Tuhan dan tidak untuk diperlakukan dengan kasar dan kejam.
Ayyuhannas! Dengarkanlah kata-kataku dan pahamilah, ketahuilah seluruh Muslim adalah bersaudara satu dengan yang lainnya. Kalian adalah satu persaudaraan, tidak ada yang dimiliki oleh satu orang adalah halal bagi yang lainnya, kecuali diberikan dengan bebas dan atas keRidhaannya. Jagalah diri kalian dari berbuat zalim.
Kepada siapa saja yang hadir kemudian menyampaikannya kepada mereka yang tidak hadir, maka baginya dikatakan lebih baik dari yang mendengarkan.

Hadis al-Ghadir
Segera setelah menyelesaikan ibadah haji, Nabi Saw bertolak ke Madinah. Dalam perjalanan menuju ke Madinah, di Ghadir Khum suara dari langit bergema: "Hai Rasul! Sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanku. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya." (Qs. Al Maidah:67)
Nabi Saw segera memerintahkan Bilal untuk memanggil kaum Muslimin, yang berada di depan, di belakang dan mereka yang sementara dalam perjalanan pulang ke tempat mereka masing-masing di Ghadir Khum ini. Mutakalim (ahli kalam) dan mufassir (penafsir) al-Qur'an, Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Kabir-nya (vol.12, hal-hal. 49-50) menuliskan bahwa Nabi Saw mengambil tangan 'Ali dan berkata:
"Barang siapa yang menjadikan Aku mawla-nya (pemimpin), maka 'Ali adalah mawla-nya (pemimpin). Allahumma! Cintailah orang yang mencintainya, dan musuhilah orang yang bermusuhan dengannya.; tolonglah orang yang menolongnya, dan jauhilah orang yang menjauh darinya."
Ar-Razi menulis lebih lanjut bahwa Abu Bakar dan 'Umar memberikan ucapan selamat kepada 'Ali dengan kalimat berikut ini:
"Selamat kepadamu, wahai putra Abu Thalib! Hari ini engkau menjadi mawla-ku dan mawla (pemimpin) seluruh kaum Muslimin dan Muslimat."
Sekali lagi dari arah langit terdengar suara bergema: "Pada hari ini telah Ku sempurnakan agamamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu." (Qs. al-Maidah [5]:3)

Wafat (rihlah)
Pada perjalanan pulang Nabi Saw ke Madinah, ia sibuk dengan pembentukan organisasi provinsi-provinsi dan suku-suku yang telah memeluk Islam. Kekuatan ia secara cepat melemah dan racun (yang ditaruh pada makanan Nabi Saw di Khaibar oleh seorang wanita Yahudi) membuat keadaan ia semakin gawat. Sehingga ia wafat pada tanggal 28 Safar 11 H, setelah menjalani masa hidupnya yang dipersembahkan untuk berkhidmat kepada Allah Swt dan kemanusiaan semenjak lahir hingga akhir hayatnya.
Pendakwah sederhana ini telah bangkit menjadi penguasa di Semenanjung Arabia. Nabi Saw tidak hanya mengilhamkan kehormatan, akan tetapi juga kerendahan hati, kemuliaan, kesucian, kesederhanaan, kehalusan-budi dan berbakti kepada tugas-tugas yang terletak di pundaknya. Tuan Arab ini memberikan ilham kepada siapa saja yang datang kepadanya. Ia membagi makanannya yang sederhana, memulai menyantap makanannya dengan menyebut nama Allah dan mengakhiri dengan hamdalah; ia mencintai kaum fakir dan menghormati mereka; ia mengunjungi orang-orang sakit dan menghibur orang-orang yang terluka hatinya, ia melayani musuh-musuh yang paling keji sekalipun dengan ketabahan dan sikap pemurah; memperlakukan orang-orang yang menindas rakyat dengan keadilan, pikirannya sangat maju dan ia berkata bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa adanya usaha keras dan terus-menerus.
Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, salawat dan salam Tuhan senantiasa tercurah atas ia dan keluarganya yang suci.
Kehidupan Muhammad Saw dan 'Ali sedemikian erat melebihi apa yang dapat dipikirkan, ditulis dan dibaca oleh setiap orang tanpa menyebut keduanya.
Imam 'Ali berkata:
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah yang diutus dengan agama masyhur dan Kitab tertulis dengan perintah yang kuat dan larangan untuk menepis khurafat-khurafat yang ada di tengah-tengah masyarakat dan memberikan bukti dan dalil-dalil rasional."
"Dia diutus untuk membuat manusia takut akan ayat-ayat Allah dan hukuman-Nya. Allah Swt telah berbuat baik kepada kita dengan menganugerahkan kepada kita seorang Nabi, sehingga kita dapat mengikutinya."
"Kemudian Allah menugaskan Muhammad Saw, sebagai seorang saksi, pemberi kabar gembira (basyira) dan peringatan (nadzira), terbaik di alam semesta sebagai seorang anak dan paling kudus sebagai seorang dewasa, orang tersuci dari orang-orang yang bersuci dalam perbuatan, paling pemurah di antara orang-orang yang melakukan kebaikan."
"Hati-hati yang cinta kepada kebaikan dan orang-orang baik beralih kepadanya. Ia merajut tali persaudaraan. Sabdanya adalah firman Ilahi. Ia menyampaikan Pesan Allah tanpa mengurangi atau menambahnya."
"Ia memberikan kabar gembira kepada mereka yang benar-benar mencari petunjuk dan ia membaca al-Qur'an. Ia adalah pancaran ilmu dan cahaya dunia."
"Ia adalah seorang tabib besar. Salep ilmu pengetahuannya sangat ampuh dan mujarab. Ia mencari rumah-rumah yang di dalamnya tidak ada kedamaian dan ketentraman."
"Semoga Allah Swt meninggikan ruh Muhammad di atas ruh-ruh yang lain, meninggikan derajatnya di sisi-Nya. Menganugerahkan kesempurnaan kepada kecerlangannya dan keparipurnaan bagi cahayanya. Sebagai ganjaran atas pelaksanaan tugas kenabiannya, menjamin kesaksiaannya diterima, dan penilaiannya adalah penilaian yang jelas dan terang. Semoga Allah menempatkan kita dan kebersamaannya adalah kebahagiaan hidup, anugerah yang melimpah, kepuasaan, kenikmatan, kemudahan hidup, kedamaian hati dan hadiah kemuliaan."
"Ia adalah pemegang amanat Tuhan dan mengetahui rahasia-rahasia-Nya. Ia akan bersaksi di hari pembalasan. Memberikan ganjaran kepadanya. Membolehkan ia memberikan syafaat kepada pengikutnya, karena dia seorang yang adil dan dapat membedakan antara yang benar dan salah."
"Segala puji bagi Allah Swt, yang tidak dapat digambarkan. Tidak seorang pun –betapapun berilmunya dia– yang dapat mengerti hakikat-Nya."
"Muhammad adalah penutup para nabi. Tidak ada nabi selepasnya. Tidak ada lagi wahyu ketika ia wafat. Putra-putri Nabi Saw adalah sebaik-baiknya manusia dan Ahlulbaitnya adalah sebaik-baiknya keluarga. Ikutilah Imam Maksum kalian.

Mutiara Hadis Nabi Saw
Nabi Saw adalah seorang pemuda yang tampan, pemberani, orang yang merdeka. Ia bersabda:
v  Sampaikan kepada yang lain bahwa tidak ada kata-kata dariku yang tersimpan, yang kalian ketahui secara pasti.
v  Siapa pun yang menisbatkan doktrin atau ajaran kepadaku, dan itu tidak berasal dariku, maka ia akan pergi ke neraka.
v  Pintu Firdaus tertutup bagi tukang fitnah dan tukang ghibah.
v  Sedekah menghindarkan diri dari bala dan musibah.
v  Zakat harus dikumpulkan dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang miskin.
v  Seorang yang memberikan sedekah dengan sepotong perak dalam masa hidupnya adalah lebih baik dibandingkan menyerahkan seratus keping perak ketika masa sakaratul maut.
v  Berjumpa dengan sahabat-sahabat dengan wajah riang dan mengundang mereka untuk sebuah perjamuan merupakan amal ibadah.
v  Melebarkan perhatian kepada tetangga dan mengirimkan kepada mereka hadiah adalah bagian dari ibadah.



Kematian
v  Janganlah engkau berharap mati, sebelum waktunya tiba.
v  Sebutlah kebaikan orang-orang mati di antara kalian kebaikan dan janganlah menyebut cela dan aib mereka.
v  Bunuh diri merupakan salah satu dosa besar.

Kemuliaan Bekerja Keras
v  Barang siapa yang mampu dan pantas namun tidak bekerja untuk dirinya atau untuk orang lain maka Allah Swt tidak rela kepadanya.
v  Orang-orang yang mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan hidupnya adalah dicintai oleh Allah Swt.
v  Allah adalah Maha Pemurah kepada orang yang mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan usahanya sendiri tidak dengan meminta-minta.
v  Barang siapa yang membuka bagi dirinya pintu meminta-minta, Allah Swt akan bukakan pintu kemisikinan untuknya.
v  Ya Allah! Jauhkan dariku sifat pemalas dan tidak berdaya.
v  Barang siapa yang memonopoli perdagangan maka ia adalah seorang pelaku maksiat.

Pendidikan
v  Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat.
v  Manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
v  Tinta pena ulama lebih kudus daripada darah syuhada.
v  Barang siapa yang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu, maka akan Allah akan  Allah Swt tunjukkan baginya jalan menuju Firdaus.
v  Carilah ilmu walaupun harus ke negeri Cina.
v  Carilah ilmu, karena barang siapa yang mencari ilmu, ia berada di jalan Allah, menunaikan ibadah, orang yang mengajarkannya adalah memuji Allah, yang mencarinya memuja Allah, yang mengajarkannya, menunaikan bersedekah; dan orang yang mengajarkannya, melaksanakan sebuah kebaktian kepada Allah. Ilmu pengetahuan memberikan kemampuan kepada pemiliknya untuk membedakan antara yang halal dan haram; ilmu pengetahuan adalah sahabat dalam kesendirian, teman dalam kesunyian, kawan ketika kehilangan kawan; membimbing kita kepada kebahagiaan; memberikan rezeki ketika kesusahan; melayani sebagai senjata menghadapi musuh. Dengan ilmu makhluk bangkit hingga kepada ketinggian derajat kebaikan dan kemuliaan, berhubungan dengan kedaulatan di dunia ini dan meraih kebahagiaan di akhirat.
v  Seburuk-buruk manusia adalah orang jahil, dan sebaik-baik manusia adalah orang alim.
v  Orang-orang yang belajar tidak akan pernah mati.

Musuh-Musuh Allah
v  Musuh Allah yang terbesar adalah mereka yang mengakui Islam, dan melakukan kekufuran dan melukai orang hingga berdarah tanpa sebab.
v  Maksiat yang terbesar adalah menyekutukan sesuatu dengan Allah, menyakiti hati kedua orang tua, membunuh sesama manusia, bunuh diri, bersumpah palsu.

Hasud
v  Jangan mencari-cari aib orang lain, karena ia memakan dan menghilangkan kebaikan, sebagaimana api melalap kayu-kayu bakar.

Puasa
v  Orang yang melaksanakan puasa, namun tidak meninggalkan dusta dan fitnah, maka Allah Swt tidak akan mengindahkannya  apakah dia makan atau minum

KeRidhaan Allah
v  Siapakah orang yang diRidhai oleh Allah? Orang yang paling bermanfaat untuk yang lainnya.
v  Sesungguhnya Allah Swt mencintai seorang muslim yang miskin dengan keluarganya dan menahan diri dari meminta-minta dan melakukan pekerjaan haram.

Memaafkan
v  Barang siapa yang menahan marahnya, ketika ia memiliki kemampuan untuk melakukannya, Allah Swt akan memberikan ganjaran yang besar kepadanya.
v  Insan yang paling mulia di sisi Allah Swt adalah orang yang memaafkan –ketika ia memiliki kekuasaan– orang yang melukainya.
v  Orang yang kuat bukanlah orang yang jago bergulat. Orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan dirinya ketika ia sedang marah. Oleh karena itu Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya, mereka yang mengerjakan kesabaran di bawah ujian dan memaafkan adalah orang-orang yang benar."

Sifat Munafik
v  Orang munafik adalah orang yang ketika berbicara, berdusta; berjanji, melanggarnya; dan ketika diberi amanah, berkhianat.
v  Muslim adalah orang yang menunaikan amanah, jujur dan setia pada janjinya.

Islam dan Agama Lain
v  Salah seorang sahabat Nabi Saw meminta Nabi Saw untuk melaknat orang-orang kafir. Nabi Saw bersabda: “Aku tidak diutus untuk melakukan hal seperti ini, Aku diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam."
v  Setiap bayi yang lahir dilahirkan dalam keadaan condong (fitrah) kepada Islam. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikan mereka seorang Nasrani atau seorang  Yahudi atau seorang Majusi.
v  Berlakulah dengan santun kepada orang lain, dan tidak kasar; hiburlah mereka dan jangan mencerca mereka.

Akhlak
v  Tidak ada pekerjaan yang paling baik melebihi banyak diam dan memiliki akhlak yang mulia.
v  Sebaik-baik sahabat adalah yang paling baik akhlaknya.
v  Amal-ibadah tidak akan diterima karena buruknya lisan.

Pernikahan
v  Menikah diwajibkan kepada mereka yang mampu atau yang memiliki kemampuan.
Sederhana
v  Siapa yang tidak melakukan kesederhanaan dan tidak mencegah dirinya dari perbuatan yang tercela adalah bukan muslim.
v  Zina mata adalah melihat disertai dengan syahwat kepada istri orang lain; dan zina lisan adalah berkata-kata yang dilarang.
v  Aku bersumpah demi Allah, tidak ada yang lain, yang lebih dimurkai oleh Allah Swt, melebihi perbuatan zina antara pria dan wanita.
v  Orang yang meminum arak, berzina, mencuri, dan meminta-minta maka baginya azab yang pedih.

Muslim dan Persaudaran Muslim
v  Seorang muslim adalah dia yang lisannya dan tangannya terlepas dari menyakiti muslim yang lainnnya.
v  Seorang muslim yang sejati adalah mereka yang bersyukur kepada Allah Swt dalam kemakmuran dan pasrah kepada-Nya dalam kesempitan hidup.
v  Tidak layak bagi seorang yang berbicara kebenaran untuk mengutuk orang-orang.
v  Tidak sempurna bagi seorang muslim yang penuh kantung perutnya sementara tetangganya kelaparan.
v  Tidak sempurna iman seseorang, sehingga apa yang menjadi harapannya terhadap orang lain adalah seperti yang dia harapkan untuk dirinya.
v  Seluruh kaum muslim adalah ibarat sebuah dinding, kesemua bagiannya saling menguatkan satu sama lain, dengan cara seperti ini, mereka harus saling mendukung satu dengan yang lainnya.
v  Setiap muslim adalah bersaudara dalam agama, dan mereka tidak dibenarkan untuk menindas satu dengan yang lainnya juga tidak dibenarkan untuk meninggalkan satu dengan yang lainnya ketika diperlukan pertolongannya, juga tidak dibenarkan menghina satu dengan yang lainnya; dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang muslim haram bagi yang lain, darahnya, hartanya dan nama baiknya.
v  Menghina seorang muslim adalah berbuat maksiat kepada Allah Swt dan perbuatan kufur memerangi salah seorang muslim.
v  Kewajiban seorang muslim terbagi menjadi enam bagian:
a.       Ketika engkau bersua dengan seorang muslim engkau berikan salam kepadanya.
b.      Engkau memenuhi undangan seorang muslim ketika engkau diundang.
c.       Memberikan nasihat kepadanya jika diminta.
d.      Ketika ia bersin dan berkata: "Alhamdulillah", engkau harus berkata "RahimakaLlah (semoga Allah merahmatimu).
e.       Engkau jenguk ia ketika ia sakit
f.        Dan mengikuti kebaikannya ketika ia wafat.

Penindasan
v  Allah tidak menyukai para zalim dan tidak mencintai kezaliman di dunia.

Anak Yatim
v  Sebaik-baik rumah, adalah rumah yang di dalamnya anak yatim disantuni dan dikasihi.
v  Aku dan para pelindung anak yatim akan berkumpul di satu tempat di akhirat kelak laksana dua anak jari, saling bersentuhan.

Al-Qur'an, Nabi dan Ahlulbait Nabi
v  Wahai Tuhanku! Anugerahkan kepadaku cinta-Mu; anugerahkan kepadaku kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu; anugerahkan kepadaku perbuatan yang dapat meraih cinta-Mu; jadikan cinta-Mu lebih aku sukai daripada diriku sendiri, harta dan keluargaku.
v  Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk tawadhu' dan merendah, tidak pongah, dan tidak melakukan kezaliman kepada yang lain.
v  Nabi Saw berdiri menyambut putrinya Fatimah, ketika ia berkunjung ke kediaman Nabi Saw.
v  Aku tinggalkan dua pusaka berharga kepada kalian dan jika berpegang teguh kepadanya kalian tidak akan pernah sesat selamanya, Kitabullah dan Itrahti (Ahlulbait).
v  Aku dan 'Ali diciptakan dari Nur yang satu.
v  Aku adalah kota ilmu dan 'Ali adalah pintunya.
v  Wahai 'Ali! Kedudukanmu bagiku adalah seperti kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi selepasku.
v  Barang siapa yang menjadikan Aku sebagai mawla-nya, 'Ali adalah mawla-nya. Allahummah, jadikan sahabatMu yang menjadikan 'Ali sebagai sahabatnya, dan musuh bagi siapa yang memusuhinya.
v  Fatimah adalah belahan jiwaku.
v  Husain adalah dariku dan Aku dari Husain.
v  Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di Surga.

Surga
v  Tidak akan masuk surga, bagi orang yang memiliki sebiji atom kesombongan dalam dirinya.
v  Jahannam dikelilingi dengan kesenangan dan surga dikelilingi dengan kesusahan dan kesukaran.
v  Barang siapa yang memiliki hati yang lurus, kudus dan pengasih, mereka akan memasuki surga.
v  Jagalah dirimu dari lima hal dan aku penjaminmu untuk memasuki surga:
a.       Ketika engkau berkata-kata, katakanlah yang benar;
b.      Tunaikan janjimu;
c.       Tunaikan amanah yang diberikan kepadamu;
d.      Jagalah tanganmu dari menyerang dan;
e.       Dari mengambil yang haram dan buruk.

Keluarga dan Orang-Tua
v   Firdaus terletak di bawah telapak kaki ibu.
v   KeRidhaan Allah berada pada keRidhaan ayah dan murka Allah berada pada kemurkaan ayah.
v   Barang siapa yang berhasrat untuk memasuki Firdaus, ia harus membuat orang-tuanya Ridha.
v   Alangkah malangnya, seorang pemuda tidak mendapatkan Firdaus karena tidak berkhidmat kepada orang-tuanya.
v   Setiap insan harus berbuat kebajikan kepada orang tuanya, walaupun mereka menyakitimu.
v   Kebajikan adalah sebuah tanda keimanan dan barang siapa yang tidak memiliki kebajikan, maka ia tidak memiliki iman.
v   Tidak ada warisan yang baik dari orang tua  kepada anaknya melebihi warisan adab yang baik.
v   Perlakukan anak-anak sehingga tertanam iffah (menghormati-diri) dalam diri mereka.
v   Barang siapa yang melakukan kebaikan kepada anak putrinya, ia akan terselamatkan dari api jahannam.
v   Muslim yang paling sempurna adalah muslim yang paling disukai sikapnya oleh orang lain.

Kesombongan
v  Tidak seorang pun dapat tumbuh besar, kuat dan menawan perilakunya, orang yang pikirannya hanya terpusat seluruhnya kepada dirinya.
v  Sebuah komunitas harus berhenti dari membual nenek-moyang mereka. Manusia adalah anak-cucu Adam dan Adam berasal dari tanah.

Pikiran
v  Yang pertama kali diciptakan adalah cahayaku.
v  Pikiran mulia menghasilkan pekerjaan mulia


Nasihat-nasihat
v  Jihad terbesar adalah jihad melawan diri.
v  Sebaik-baik perbuatan di sisi Allah Swt, adalah perbuatan istiqamah, walaupun dalam skala kecil.
v  Ikat untamu kemudian tawakkal kepada Allah.
v  Sebaik-baik perbuatan adalah yang dicapai dengan cara yang baik.

Mengingat Allah Swt
v  Akhlak yang baik, bermusyawarah dalam bekerja dan mengambil jalan tengah dalam segala urusan, merupakan sifat utama para nabi.
v  Segala sesuatu memiliki pembersih dan pembersih hati adalah mengingat Allah Swt.
v  Barang siapa yang berhasrat berjumpa dengan Allah Swt, Allah berhasrat untuk berjumpa dengannya.
v  Lima waktu shalat yang diwajibkan menghapuskan dosa-dosa yang dikerjakan di antara satu waktu dengan waktu yang lainnya, kecuali dosa-dosa besar.
v  Kerjakan shalatmu dengan berdiri, jika engkau tidak mampu, dengan duduk, jika tidak maka berbaringlah.
v  Perintahkan anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan berikan hukuman kepada mereka pada usia sepuluh tahun jika menolak untuk mengerjakan shalat; dan ketika mereka mencapai usia sepuluh tahun, pisahkanlah tempat tidur mereka.

Curiga
v  Sikap curiga adalah dusta yang paling legam.

Simpati
v  Allah tidak akan mengasihi kepada orang yang tidak mengasihi terhadap sesama manusia. Barang siapa yang tidak mengasihi kepada makhluk Allah Swt dan kepada anaknya, maka Allah tidak akan berbuat baik kepadanya.
v  Barang siapa yang berbuat kebajikan kepada orang-orang yang membutuhkan, Allah akan memperlakukan mereka dengan baik di dunia dan di akhirat.
v  Barang siapa yang menjenguk orang sakit, seorang malaikat akan berseru dari langit: "Berbahagialah di dunia ini dan semoga kebahagiaan menyertai langkah-langkahmu; dan hunilah kediamanmu di surga.

Wanita
v  Seorang istri yang salehah adalah sebaik-baiknya khazanah
v  Apakah engkau memukul istrimu, sebagaimana layaknya seorang pembantu? Engkau tidak boleh melakukan itu.
v  Seorang muslim tidak boleh membenci istrinya. Jika ia tidak rela dengan istrinya, jadikan ia rela dengan yang lain. Yang merupakan sesuatu yang hasanah (baik).
v  Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Swt adalah perceraian.
v  Jangan kalian mencegah istri-istri kalian untuk pergi ke masjid; akan tetapi mereka lebih baik mengerjakan shalat di rumah.
v  Ketika seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadan, dan pengasih dan taat kepada suaminya, katakan kepada mereka bahwa mereka akan masuk surga dari pintu mana pun yang mereka sukai.

Dunia
v  Cinta dunia adalah akar segala kejahatan.
v  Kekayaan yang dipergunakan dengan pantas adalah sebuah rahmat; dan pemilik dapat dengan halal berusaha untuk memperbanyaknya dengan cara-cara yang jujur.[]
















































Manusia Suci Kedua


Fatimah az-Zahra As
















































Manusia Suci Kedua
Putri Nabi Saw
Fatimah az-Zahra As

Nama                     : Fatimah
Gelar                     : az-Zahra
Julukan                  : Ummul Aimmah
Nama Ibu             : Khadijah binti Khuwalid
Nama Ayah           : Muhammad bin Abdullah
Wiladah                  : Mekkah pada hari Jum'at, 20 Jumadits Tsani lima tahun setelah bi'tsat 615 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 18 tahun di Madinah 14 Jumadil 'Ula 11 H (632M).
Haram                    : Pemakaman Jannatul Baqi Madinah.

Hadrat Fatimah, merupakan satu-satunya putri Nabi Saw dan Khadijah . Keadaan yang berlaku ketika lahirnya diceritakan oleh Hadrat Khadijah sebagai berikut:
Pada saat kelahiran Hadrat Khadijah, aku meminta wanita tetangga Quraisy untuk menolongku. Mereka secara datar menolak, dengan berkata bahwa aku telah mengkhianati mereka karena telah membantu Muhammad. Aku gelisah untuk sementara. Aku terkejut, ketika melihat empat wanita jangkung dengan lingkaran cahaya di sekeliling mereka, mendekatiku.
Mereka mendapati aku dalam keadaan malang, salah seorang dari mereka berkata kepadaku, "Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishaq, dan ketiga mereka ini adalah, Maryam ibunda Isa, Asiyah putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, saudari Musa. Kami telah diperintahkan oleh Allah Swt untuk menurunkan ilmu perawatan kami kepadamu." Setelah berkata ini, mereka duduk di sekelilingku dan menjalankan tugas bidan hingga putriku Fatimah lahir.
Kasih dan cinta bunda dirasakan oleh Fatimah hanya hingga berusia lima tahun, setelah lima tahun,  bunda Hadrat Khadijah wafat meninggalkan dirinya. Kemudian, Nabi Saw membesarkan Fatimah hingga dewasa.

Pernikahan
Ketika Fatimah dewasa, beberapa orang mengajukan lamaran untuk meminangnya. Nabi Saw ketika itu menantikan datangnya perintah Ilahi dalam urusan ini, hingga Imam 'Ali mendekatinya dan mengajukan pinangannya.
Nabi Saw mendatangi Fatimah dan bertanya, "Putriku! Apakah engkau setuju untuk menikah dengan 'Ali, aku menerima pinangan 'Ali ini sesuai dengan perintah Allah Swt."
Ketika itu, Hadrat Fatimah menundukkan kepala dengan bersahaja. Ummu Salamah meriwayatkan: "Rona wajah Fatimah memerah dengan bahagia dan diamnya sedemikian meyakinkan dan menyolok mata sehingga Nabi Saw berdiri dan berseru "Allahu Akbar". Diamnya Fatimah adalah alamat persetujuannya.
Pada hari Jum'at, bertepatan dengan tanggal 1 Dzulhijjah 2 H, acara pernikahan itu berlangsung. Seluruh kaum Muhajirin dan Ansar berkumpul di masjid sementara Imam 'Ali duduk di hadapan Nabi Saw dengan seluruh kebersahajaan seorang pengantin. Nabi Saw pertama membacakan sebuah khutbah fasih dan mengumumkan:
Aku telah diperintahkan Allah Swt untuk menikahkan Fatimah dengan Ali, dan dengan demikian aku dengan khidmat melangsungkan acara hubungan suami-istri 'Ali dan Fatima dengan mahar empat ratus mitsqal perak.
Lalu ia bertanya kepada Imam 'Ali, "Apakah engkau menerima pernikahan ini, Wahai 'Ali?" "Iya. Aku terima, wahai Nabi Allah!" Jawab Imam 'Ali. Lalu Nabi Saw menaikkan tangannya berdoa:
"Wahai Tuhanku! Berkatilah keduanya, sucikan keturunannya dan anugerahkan kepada mereka kunci-kunci kemurahan-Mu, khazanah hikmah dan ilmu-Mu; dan jadikan mereka sumber rahmat dan kedamaian bagi umat."
Putri Hadrat Fatimah; Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum, mereka terkenal akan ketaqwaan, sikap pemurah dan kebaikannya. Kekokohan pribadi dan perbuatannya merubah alur perjalanan sejarah dan membentengi Islam yang telah lama hilang dari peradaban manusia.

Akhlak Fatimah
Hadrat Fatimah mewarisi kepandaian dan hikmah, ketegasan dan kehendak, ketaqwaan dan kesucian, sifat pemurah dan pengasih, kebaktian dan ibadah kepada Allah Swt, pengorbanan dan keramahan, ketabahan dan kesabaran, ilmu dan kemuliaan Ayahandanya, baik perkataan atau pun perbuatan. "Aku sering menyaksikan ibundaku," kata Imam Husain, "larut dalam ibadah semenjak senja hingga fajar." Sifat pemurah dan pengasihnya kepada fakir-miskin sedemikian tingginya sehingga tidak satu pun pengemis atau peminta-minta kembali dengan tangan kosong.





Tanah Fadak
Nabi Saw selama masa hidupnya memberikan sebidang ladang pertanian yang sangat luas kepada Hadrat Fatimah, yang dikenal sebagai Fadak, yang tercatat dengan nama Hadrat Fatimah sebagai harta kepunyaannya.
Wafatnya Nabi Saw memberikan pengaruh yang sangat dalam kepada Fatimah. Kepergian ayahnya membuat Fatimah bersedih, berduka dan menangis sepanjang waktu. Setelah wafatnya Nabi Saw, dia dihadapkan kepada pengucilan dari hak kepemimpinan suaminya Imam 'Ali, dan perampasan warisan yang menjadi miliknya, tanah Fadak. Semenjak kejadian ini, Fatimah tidak berbicara kepada mereka yang telah menzalimi dan mengucilkan dirinya untuk mendapatkan haknya. Dia meminta bahwa orang-orang yang menzaliminya harus dijauhkan dari menghadiri acara pemakamannya.
Keinginan untuk menyampaikan wasiatnya bahkan diakhiri dengan kekerasan fisik. Suatu waktu pintu rumahnya didorong sedemikian kerasnya hingga menciderai Fatimah, dan bayi yang berada dalam kandungannya dan bocah laki-lakinya yang masih kecil. Rumahnya dibakar oleh para penyerang.
Setelah didera dengan derita dan duka-nestapa, yang melintasi batas-batas kesabaran dan ketabahan, dia menyampaikan dukanya dalam sebuah elegi yang disusunnya sendiri untuk menyampaikan kidung duka kepada ayahnya Nabi Saw. Sebuah kuplet elegi, yang berhubungan secara khusus dengan deritanya, "Duhai ayahku! Selepas kepergianmu aku didera duka dan kezaliman yang sekiranya ditimpakan kepada siang, maka siang itu akan berubah menjadi malam."


Syahadah
Hadrat Fatimah tidak bertahan lebih dari tujuh puluh lima hari wafatnya ayahnya. Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 14 Jumadil 'Ula 11 H. Sebelum kepergiannya, dia mewasiatkan beberapa hal sebagai wasiatnya kepada Imam 'Ali. Ada pun wasiat ia antara lain:
1.      Wahai 'Ali, engkau sendiri yang akan melaksanakan prosesi pemakamanku.
2.      Mereka yang telah membuatku terluka tidak diizinkan untuk menghadiri pemakamanku.
3.      Jenazahku harus diusung pada malam hari ke pemakaman.
Kemudian Imam 'Ali, memenuhi permintaan terakhir istrinya, melangsungkan prosesi pemakaman dan ditemani oleh beberapa kerabat dan anak-anak pada malam hari di Jannatul Baqi. Wasiat terakhir Sayyidah Fatimah untuk dikuburkan secara diam-diam di pemakaman Jannatul Baqi terpenuhi.
Nabi Saw bersabda:
Barang siapa yang melukai (fisik atau perasaan) Fatimah, melukai aku; dan barang siapa yang melukaiku, melukai Allah Swt; dan barang siapa yang melukai Allah, mengamalkan kekufuran. Wahai Fatimah! Murkamu adalah murka Allah. Bahagiamu adalah bahagia Allah.

M.H. Syakir Menulis:
Fatimah, putri satu-satunya Nabi Saw lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadits Tsani 18 H.
Puan terhormat dan mulia Khadijah dan Rasulullah Saw mencurahkan kasih, perhatian dan cinta mereka kepada anak tunggal mereka Fatimah, yang sangat kasih kepada ayahnya.
Putri Ahlulbait Nabi, merupakan seorang gadis yang rajin, pandai dan periang. Nasihat, puisi dan khutbahnya menunjukkan keteguhan dan ketegaran pribadi dan kemuliaan pribadinya.
Karena keutamannya ia mendapatkan gelar “az-Zahra", Fatimah adalah seorang gadis yang jangkung, ramping dan cantik rupawan, sehingga ia dipanggil “az-Zahra” (Putri Cahaya). Dia dipanggil az-Zahra karena cahayanya menerangi penduduk surga. Setelah tiba di Madinah, ia menikah dengan ‘Ali pada tahun pertama Hijrah, dan buah dari perkawinan ini, Fatimah dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putranya Hasan, Husain, (Muhsin), Zainab dan Ummu Kultsum yang terkenal akan ketakwaan mereka, kebaikan dan pengasihnya. Keteguhan pribadi dan sikap mereka telah merubah perjalanan sejarah umat manusia.
Nabi Saw bersabda: “Fatimah adalah buah hatiku”. Bilamana Fatimah datang menjenguk Nabi Saw di kediaman ia, Nabi selalu datang menyambut Fatimah. Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke masjid, Nabi Saw melewati kediaman Fatimah dan berkata: “Assalâmu Alaikum Ya Ahla Baiti Nubuwwah wa Ma’dânir Risâlah” Salam bagimu wahai Ahlal Bait Nabi dan Sumber risalah.
Fatimah terkenal dan diakui sebagai “Sayyidatun Nisa’il ‘Alamin” (Penghulu seluruh wanita di alam semesta) karena kenabian Muhammad Saw tidak akan bertahan tanpa keberadaan Fatimah. Nabi merupakan teladan sempurna bagi pria, tapi tidak untuk wanita. Karena seluruh ayat-ayat diturunkan di dalam al-Qur'an untuk wanita, Fatimah adalah teladan sempurna, yang menerjemahkan ayat-ayat tersebut dalam bentuk perbuatan. Pada masa hidupnya, ia merupakan wanita paripurna, sebagai seorang putri, istri dan ibu pada saat  yang sama.
Muhammad selama masa hidupnya, memberikan kepada Fatimah sebuah hadiah berupa tanah ladang pertanian, yang dikenal sebagai tanah Fadak, yang tercatat atas namanya. Tanah ini adalah murni milik Fatimah.
Seorang pewaris terhadap kekayaan ibunya; seorang putri yang merupakan putri tunggal Rasulullah Saw yang adalah juga seorang penguasa, seorang wanita yang suaminya adalah penakluk kabilah-kabilah Arab, orang kedua bagi ayahnya dalam martabat dan kedudukan, Fatimah dapat menjalani kehidupan yang mewah. Akan tetapi, meskipun dengan segala kekayaan dan kedudukan yang dimilikinya, dia bekerja, makan, berpakaian dan menjalani hidup sederhana. Dia adalah wanita pemurah, dan tidak seorang pun yang datang mengetuk gerbang pintu rumah Fatimah kembali dengan tangan hampa. Seringkali dia menyerahkan seluruh makanan yang dimilikinya sehingga dia sendiri tanpa makanan.
Sebagai seorang putri, dia sangat mencintai kedua orang-tuanya, sehingga ia memenangkan cinta mereka, sehingga cinta orang tuanya sedemikian  tercurah sehingga setiap kali Fatimah datang kepada Rasulullah Saw dalam suatu majelis, Rasulullah berdiri dan datang untuk menyambutnya.
Sebagai seorang istri, dia adalah seorang istri yang berbakti. Dia tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada 'Ali selama masa hidupnya.
Sebagai seorang ibu, dia adalah ibu pengasih dalam merawat dan membesarkan anak-anaknya; anak-anaknya ini meninggalkan nama yang harum bagi semesta, sebuah nama yang tidak akan pernah terhapus dalam perjalanan sejarah umat manusia.
Wafatnya Nabi Saw, sangat menyisakan duka bagi Fatimah. Kepergian ayahnya membuat dia sangat bersedih. Dia menangisi wafatnya ayahnya tersebut setiap masa.
Sayangnya, setelah Rasulullah Saw wafat, pemerintah menyita tanah Fadak yang merupakan warisan Rasulullah Saw baginya dan menyerahkan kepada negara. Fatimah yang berada di balik pintu rumahnya didorong secara kasar oleh orang-orang yang datang ke kediaman 'Ali untuk memintanya menerima kekhalifahan Abu Bakar, sehingga bayi yang berada dalam kandungannya terluka akan tetapi bayi yang bernama Muhsin itu masih dapat lahir. Rumahnya, dibakar oleh pemerintah yang berkuasa ketika itu.
Peristiwa wafatnya Rasulullah Saw dan keburukan yang dilakukan oleh para pengikut ayahnya sangat berat bagi seorang wanita perasa, baik dan anggun seperti Fatimah. Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 14 Jumadil 'Ula 11 H, tepatnya tujuh puluh lima hari setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Fatimah meninggal pada masa-masa utama hidupnya ketika ia berusia delapan belas tahun, dan dikebumikan di Jannatul Baqi Madinah.

Hadrat Fatimah As berkata:
Allah telah menjadikan iman jalan untuk mensucikan diri dari syirik; menjadikan shalat untuk menjaga seseorang dari kejahilan;  memerintahkan membayar zakat untuk mensucikan harta dan menambah rizki;  memerintahkan puasa untuk menguatkan kebaktian suci kepada Allah Swt; memerintahkan menunaikan ibadah haji untuk mengangkat agama; memerintahkan berbuat adil untuk menyelaraskan hati; dan memerintahkan ketaatan kepada kami Ahlulbait untuk menata masyarakat Islam. Imâmah kami sebagai sebuah amanah untuk menghindari perpecahan; memerintahkan perang suci (jihad) untuk menghormati Islam dan menghinakan kaum kuffar dan munafik; memerintahkan untuk beramar ma'ruf; melarang kemungkaran untuk menciptakan maslahat di tengah masyarakat secara umum; berbuat baik kepada orang tua sebagai tameng dari kemurkaan Allah; menguatkan tali silaturahmi dengan kerabat untuk memperpanjang hidup;…melarang meminum minuman keras untuk menjaga dari najis; dan Allah telah melarang kemusyrikan untuk kemurnian ibadah uluhiyyah, sehingga Dia bersabda "Bertaqwalah kepada Allah, janganlah engkau mati kecuali dalam keadaan berserah diri." (Qs. Ali Imran [3]:102) (Kutipan dari pidato panjang Sayyidah Fatimah yang disampaikan di Masjid Nabi dalam membela haknya).

Dua Belas Imam Maksum
Rasulullah Saw bersabda: "Setelahku akan ada dua belas Imam atau Khalifah."
Dan awalnya adalah Muhammad; akhirnya adalah Muhammad; tengahnya adalah Muhammad; dan seluruhnya adalah Muhammad; dan kami semua berasal dari Cahaya yang Satu.

Para Imam
Rasulullah Saw bersabda: "Kelak aku akan digantikan oleh dua belas pemimpin agama, mereka seluruhnya berasal dari keturunan Quraisy." (Sahîh Bukhâri).
Kedua belas Imam ini merupakan pemimpin ruhani dan orang-orang suci yang telah dinubuwatkan oleh Nabi Saw.   Menunjuk mereka sebagai sumber dan alat panduan bagi umat manusia. Rasulullah Saw bersabda: "Selama kedua belas penggantiku memerintah, agama ini (Islam) akan tetap ada di dunia ini." (Abu Dawud)
Dalam menjawab sebuah pertanyaan seorang sahabat ternama, Jabir bin Abdullah al-Ansari, Nabi Saw menjelaskan kedua belas nama pengganti ia tersebut: "Mereka adalah kedua belas penggantiku, yang akan datang selepasku. Yang pertama adalah 'Ali, yang kemudian diikuti secara bergiliran, Hasan, Husain, 'Ali bin Husain, Muhammad bin 'Ali, Ja'far bin Muhammad, Musa bin Ja'far, 'Ali bin Musa, Muhammad bin 'Ali, 'Ali bin Muhammad, Hasan bin 'Ali dan terakhir oleh Muhammad al-Mahdi, al-Qaim As."






























Hierarki Dua Belas Imam

     Banu Hasyim
'Abdul Mutthalib
Abdullah                          Abu Thalib
Muhammad                 'Ali bin Abi Thalib
                     Fatimah


 

               Al-Hasan                                        Al-Husain
                                           'Ali Zainal 'Abidin
                                        Muhammad al-Baqir
                                     Ja'far Shadiq
                                        Musa al-Kazhim
                                         'Ali ar-Ridha
                                      Muhammad Taqi al-Jawad
                                         'Ali al-Hadi
                                          Hasan al-Askari
                                          Muhammad al-Mahdi














































Manusia Suci Ketiga


Imam Ali al-Murtadha As















































Manusia Suci Ketiga
Imam Pertama
'Ali bin Abi Thalib As

Nama                     : 'Ali
Gelar                     : al-Murtada
Panggilan               : Abu al-Hasan
Nama Ayah           : Abu Thalib
Nama Ibu              : Fatimah binti Asad
Wiladah                  : Di dalam Ka'bah Makkah Mukarramah, tanggal 13 Rajab 23 Sebelum Hijriah
Syahadah                : Syahid pada usia 63, di Kufah (Irak) pada hari Senin 21 Ramadan 40 H; ditikam dari belakang dengan sebilah pedang beracun yang melukainya secara serius di Masjid Kufah pada saat melaksanakan shalat Subuh pada tanggal 19 Ramadan;
Haram                    :Najaf al-Asyraf, Irak.

Imam 'Ali merupakan saudara sepupu Nabi kita. Dia dilahirkan di dalam Rumah Suci (Ka'bah). Allah sendiri yang berperan dalam membawa ibunya menuju arah Ka'bah. Ketika ibunya memasuki Ka'bah, dia merasa berat oleh rasa sakit persalinan. Dia berlutut di hadapan Rumah Suci tersebut dan berdoa dengan khusyu' kepada Allah Swt. 'Abbas bin Abdul Mutthalib melihat Fatimah sedang berdoa. Tidak lama setelah dia mengangkat kepala dari doanya, kemudian tembok Rumah Suci terkuak oleh sebuah mukjizat. Fatimah memasuki Ka'bah dan bagian yang terkuak tadi kembali kepada keadaan semula. Abbas dan sahabatnya berkumpul di depan gerbang Rumah Suci yang terkunci itu, mereka berusaha untuk membukanya namun tidak berhasil. Mereka kemudian menyerah, dengan memandang bahwa kejadian itu adalah sebuah mukjizat dan iradah Ilahi. Kabar peristiwa ini segera tersebar ke seantero Makkah.
'Ali lahir di dalam Ka'bah degan mata tertutup dan badannya secara tawadhu bersujud di hadapan Yang Maha Kuasa. Fatimah selama tiga hari  berada di dalam Ka'bah dan mendekati hari keempat ia melangkah keluar bersama bocah merah dalam gendongannya. Ia terkejut melihat Nabi Saw telah menantikannya untuk menerima bayi tersebut untuk ia gendong. Perasaan Imâmah tersentuh secara subtil (halus) oleh sentuhan Nubuwwah, 'Ali membuka matanya dan menyampaikan salam kepada Rasulullah, "as-Salâmu 'Alaika ya Rasulullâh".
Kelahiran 'Ali di dalam Ka'bah merupakan sebuah hal yang luar biasa dalam sejarah umat manusia. Tidak seorang pun dari kalangan nabi juga tidak dari kalangan auliyah yang pernah mendapatkan kemuliaan seperti ini.
Dia dibesarkan dalam perawatan dan kasih sayang Nabi Saw. Sebagaimana 'Ali berkata: "Nabi Saw membesarkanku dalam dekapannya dan memberikan makanan kepadaku dari  potongan  makanannya. Aku mengikutinya ke mana pun dia pergi ibarat seorang bayi unta yang mengikuti induknya. Setiap hari, sisi baru dari pribadinya menyinari dirinya yang mulia dan aku menerimanya dan mengikutinya sebagai sebuah perintah. (Nahjul Balâgah)
Sepuluh tahun bersama dengan Nabi Saw telah membuatku semakin lekat dan tidak dapat dipisahkan dengannya, sehingga aku satu dalam pribadi, pengetahuan, pengorbanan-diri, kesabaran, keberanian, kebaikan, kemurahan, kefasihan dan retorika.
Semenjak masa kecil, dia bersujud di hadapan Tuhan bersama Nabi Saw. Sebagaimana ia berkata sendiri: "Aku adalah orang yang pertama bersujud kepada Allah Swt bersama dengan Nabi Saw.
"'Ali teguh dalam menapaki jalan Rasulullah Saw, "kata al-Mas'udi, sepanjang masa kecilnya. "Allah menciptakannya suci dan kudus serta  membuatnya teguh di jalan hak. Meskipun 'Ali adalah orang yang pertama memeluk Islam ketika Nabi Saw mengajak para pendengarnya untuk memeluk Islam, namun, kenyataaanya bahwa sejak masa kecilnya dia dibesarkan oleh Nabi Saw dan mengikutinya dalam setiap amal dan perbuatan termasuk sujud di hadapan Allah Swt, dia dapat dikatakan lahir sebagai seorang Muslim, persis sebagaimana Nabi Saw sendiri.
'Ali -sepanjang masa– menemani Nabi Saw, menolong dan melindunginya dari musuh-musuh.  Ia menuliskan ayat al-Qur'an dan mendiskusikannya dengan Nabi Saw segera setelah wahyu diturunkan melalui malaikat Jibril. Sedemikian dekatnya hubungan Ali dengan Nabi Saw sehingga segera setelah sebuah ayat diturunkan kepadanya pada siang atau malam hari, 'Ali adalah orang yang pertama mendengarnya.
Nabi Saw berkata tentang 'Ali:
Wahai 'Ali, engkau adalah saudaraku di dunia ini dan akhirat.
Aku adalah kota ilmu dan engkau adalah gerbangnya.
Tidak ada orang yang mengenal 'Ali kecuali Allah dan Aku
Tidak ada orang yang mengenalku kecuali Allah dan 'Ali
Jika kalian ingin melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan Nabi Nuh, kebaktian Nabi Ibrahim, keteguhan Musa, dan khidmat dan zuhudnya Nabi Isa, lihatlah wajah cerlang 'Ali.

Ketika Nabi Saw tiba di Yatsrib (Madinah) dan berjumpa dengan para pengikutnya yang baru saja tiba dari Mekkah atas panggilan Rasulullah Saw, ia segera menunjuk setiap pengikutnya dari penduduk Yatsrib yang dikenal sebagai Ansar, yang telah menerima kenabian Rasulullah Saw, menjadi saudara baginya. Penunjukan persaudaraan ini merupakan tindakan tepat bagi para pencari suaka yang dikenal sebagai Muhajir, yang meninggalkan rumah mereka dan datang ke Yatsrib. Nabi membuat ikatan persaudaraan yang mengikuti perdagangan yang sama sehingga Muhajirin dapat segera dipekerjakan. Sementara Nabi Saw menunjuk seorang Ansar sebagai saudara bagi seorang Muhajirin, 'Ali yang hadir di sana, tidak ditunjuk sebagai seorang saudara bagi seorang Ansar. Nabi Saw ditanya mengapa ia tidak menunjuk seorang Ansar sebagai saudara bagi 'Ali, Nabi menjawab: "Ia menjadi saudara bagiku."
Sifat dan keutamaan 'Ali sebagaimana dinilai oleh Mas'udi, "Jika nama agung ini orang pertama yang menjadi Muslim; seorang komrad (teman seperjuangan) Nabi dalam masa pengasingan, sahabat setia dalam pergulatan iman, sahabat karib dalam hidup, dan seorang kerabat; jika sebuah ilmu sejati dari semangat ajarannya dan kitabnya; jika itsar (mendahulukan orang lain) dan praktik keadilan, jika kejujuran, kesucian, dan cinta kebenaran; jika ilmu hukum dan pengetahuan, membuat pengakuan terhadap sifat-ulung dan  kemuliaan, maka semua orang harus memandang 'Ali sebagai seorang Muslim yang utama. Kita akan mencari dengan sia-sia, entah di antara pendahulunya (kecuali satu) atau di antara penggantinya, atribut yang melekat pada diri 'Ali.
Gibbon berkata: "Kelahiran, kelekatannya dengan Nabi, kepribadian 'Ali yang memuliakan dia   atas sesama bangsanya, dapat membenarkan klaimnya kepada kekosongan kekuasaan Arab. Putra Abu Thalib memiliki hak atas kepemimpinan Bani Hasyim dan warisan penjagaan kota dan Ka'bah."
'Ali memiliki kualifikasi seorang pujangga, seorang serdadu, dan seorang wali; hikmatnya masih berhembus dalam sebuah kumpulan nasihat-nasihat moral dan religius; dan setiap musuh, dalam perang lisan atau pedang, ditundukkan oleh kefasihan dan keprawiraannya. Sejak saat-saat pertama misinya hingga saat-saat akhirnya penguburannya, Nabi Saw tidak pernah ditinggalkan oleh seorang sahabat yang pengasih, yang ia gembirakan dengan nama saudara, khalifah, dan manzilah (kedudukan) Harun bagi Musa.

Pernikahan
Di bawah titah dan dustur Ilahi, Rasulullah Saw menikahkan putri kinasihnya Fatimah dengan 'Ali, meskipun beberapa orang telah datang untuk melamarnya.
Di antara anak-anak mereka, Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum yang telah meninggalkan karya-karya cemerlang pada pelataran sejarah umat manusia.
Setelah syahadah Hadrat Fatimah, 'Ali menikah dengan Ummul Banin. Dari pernikahan ini, lahirlah 'Abbas. Abbas adalah seorang pemuda yang sangat rupawan sehingga ia kerap dipanggil sebagai Qamar Bani Hasyim (Purnama Bani Hasyim). Ia adalah manifestasi kesetiaan dan keprawiraan dan hal ini ditunjukkan pada pertempuran di Karbala.

Syahadah
Pada tahun 40 H, pada detik-detik terakhir menjelang fajar menyingsing tepatnya 19 Ramadan, 'Ali diserang dengan sebuah pedang beracun oleh seorang Khawarij pada saat dia melaksanakan shalat di Masjid Kufah.
Singa Tuhan, Muslim paling prawira dan perkasa yang pernah hidup, memulai hidupnya yang agung dengan berbakti kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw dan mengakhirinya dalam perkhidmatan kepada Islam. "Dan jangan kalian menyangka orang-orang yang syahid di jalan Allah itu mati; tidak mereka hidup akan tetapi kalian tidak berpikir." (Qs. Al Baqarah:154).

Para Imam dan Pemimpin Islam
Oleh: Allamah Tabataba'i
Pada pembahasan sebelumnya, kita telah sampai kepada kesimpulan bahwa dalam agama Islam, setelah wafatnya Nabi Saw, ada seorang Imam yang senantiasa dan berketerusan dan berkesinambungan hidup dan hadir dalam komunitas (ummah) Islam.
Hadis-hadis nubuwwah dalam jumlah besar telah diriwayatkan dalam mazhab Syiah berkenaan dengan deskripsi Imam, jumlahnya, kenyataan bahwa mereka adalah berasal dari bangsa Quraisy dan keluarga Nabi Saw, dan kenyataan bahwa Mahdi yang dijanjikan berada di antara mereka dan Imam terakhir di kalangan mereka. Juga, terdapat kata-kata pasti Nabi Saw ihwal Imâmah Imam 'Ali dan merupakan Imam Pertama dan juga sabda-sabda Nabi dan 'Ali berkaitan dengan Imâmah Imam kedua selepasnya. Dengan cara yang sama para Imam sebelum meninggalkan statement-statement definitif (pasti) berkenaan dengan Imâmah yang akan datang selepas mereka. Sesuai dengan sabda-sabda mereka yang terkandung dalam sumber-sumber Syiah Imamiyah dua belas Imam dan nama-nama mereka sebagai berikut:
1.      'Ali bin Abi Thalib
2.      Hasan bin 'Ali
3.      Husain bin 'Ali
4.      'Ali bin Husain
5.      Muhammad bin 'Ali
6.      Ja'far bin Muhammad
7.      Musa bin Ja'far
8.      'Ali bin Musa
9.      Muhammad bin 'Ali
10.        'Ali bin Muhammad
11.        Hasan bin 'Ali
12.        Mahdi bin Hasan

Imam Pertama
Amirul Mu'minin, 'Ali As adalah putra dari Abu Thalib, seorang pembesar Bani Hasyim. Abu Thalib merupakan paman dan penjaga Rasulullah Saw dan orang yang membawa Nabi Saw ke rumahnya dan membesarkan Nabi sebagaimana anaknya sendiri. Setelah Nabi Saw terpilih untuk menunaikan misi nubuwwah. Abu Thalib tetap melindungi Nabi Saw dan menjauhkan segala kejahatan yang datang mengancam Nabi Saw dari kaum kuffar di antara bangsa Arab, khususnya dari bangsa Quraisy.
Menurut catatan hadis yang masyhur, 'Ali lahir sepuluh tahun sebelum Nabi Saw memulai misi kenabiannya. Ketika mencapai usia enam tahun, sebagai akibat dari keadaan yang ada di sekeliling Mekkah, ia diminta oleh Nabi Saw untuk meninggalkan rumah ayahnya dan tinggal di rumah Nabi Saw. Di rumah Nabi Saw, 'Ali ditempatkan secara langsung di bawah penjagaan dan pengawasan Nabi Saw.
Beberapa tahun berikutnya, ketika Nabi Saw dianugerahi oleh Allah Swt berupa misi nubuwwah dan pertama kalinya menerima wahyu Ilahi di gua Hira, sebagai Nabi Saw meninggalkan gua dan bertolak menuju kota Mekkah kemudian di tengah jalan menuju rumahnya ia bersua dengan 'Ali. Nabi Saw menceritakan apa yang telah terjadi dan setelah mendengar cerita Nabi Saw, 'Ali segera menerima iman yang baru dibawa oleh Nabi Saw. Kembali, dalam sebuah perlehatan, ketika Nabi Saw membawa seluruh kerabatnya bersama dan mengajak mereka untuk menerima Islam, ia berkata bahwa barang siapa yang menjadi orang pertama yang memenuhi ajakannya, maka ia akan menjadi khalifah, pewaris dan wakilnya. Satu-satunya orang yang berdiri dari tempatnya memenuhi ajakan Nabi Saw adalah 'Ali As dan Nabi Saw mengumumkan kesiapan 'Ali tersebut. Oleh karena itu, 'Ali merupakan Imam yang pertama dalam Islam yang menerima iman dan merupakan orang pertama di antara pengikut Nabi Saw yang tidak pernah menyembah selain Allah Swt.
'Ali senantiasa dalam persahabatan dengan Nabi Saw hingga Nabi Saw hijrah dari Mekkah ke Madinah. Pada malam hijrah, ketika kaum kuffar mengepung rumah Nabi Saw dan siap untuk menyerang rumah tersebut hingga akhir malam dan memenggalnya hingga terpotong-potong ketika ia di atas pembaringan, 'Ali tidur di tempat Nabi Saw sementara Nabi Saw meninggalkan rumah dan bertolak menuju ke Madinah. Setelah keberangkatan Nabi Saw, sesuai dengan kehendaknya, 'Ali menyerahkan kembali amanah umat kepada mereka yang dititipkan kepada Nabi Saw. Kemudian ia pergi ke Madinah bersama ibunya, putri Nabi Saw, dan dua wanita lain. Di Madinah juga, 'Ali tetap menjadi penolong Nabi Saw dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Nabi Saw memberikan putri satu-satunya dari Khadijah, Fatimah kepada 'Ali sebagai istrinya dan ketika Nabi Saw mengikat tali persaudaraan di antara para sahabat, ia memilih 'Ali sebagai saudaranya.
'Ali hadir dalam setiap pertempuran yang diikuti oleh Nabi Saw, kecuali perang Tabuk ketika ia diperintahkan untuk tinggal di Madinah menempati posisi Nabi Saw. 'Ali tidak pernah kembali dalam setiap pertempuran juga tidak pernah lari dari setiap musuh. Dia tidak pernah menentang perintah Nabi Saw, sehingga Nabi Saw bersabda: "'Ali tidak pernah berpisah dari kebenaran dan kebenaran tidak pernah berpisah dari 'Ali."
Pada hari wafatnya Nabi Saw, 'Ali berusia tiga puluh tiga tahun. Meskipun dia adalah orang yang terkemuka dalam masalah agama dan sahabat utama di antara sahabat-sahabat Nabi Saw, ia disingkirkan dari khalifah karena alasan bahwa ia masih terlalu muda dan ia memiliki banyak musuh di antara masyarakat Arab karena darah yang dia tumpahkan dalam perang yang ia jalani bersama Nabi Saw. Oleh karena itu, urusan publik 'Ali hampir diputuskan sama sekali. Ia dirumahkan di mana ia memulai untuk menunjukkan kompetensi ilmu Ilahiyah dan dengan jalan ini ia lalui selama dua puluh lima tahun dari tiga khalifah pertama yang naik kekuasaan setelah Nabi Saw; khalifah pertama dipilih oleh beberapa kaum muslimin, yang kedua dipilih oleh khalifah pertama, dan khalifah yang ketiga dipilih oleh enam orang kandidat yang dinominasikan oleh khalifah kedua). Ketika khalifah ketiga dibunuh, masyarakat mem-bai'at 'Ali dan memilihnya menjadi khalifah.
Selama masa kekhalifahan yang hampir mencapai masa empat tahun dan sembilan bulan, 'Ali mengikuti sunnah Nabi Saw dan memberikan kekhalifahahannya sebuah bentuk gerakan spiritual dan memperbaharui serta memulai berbagai model reformasi. Secara umum, reformasi ini bertentangan dengan kepentingan beberapa kelompok yang mencari keuntungan mereka sendiri. Sebagai hasilnya, sebuah kelompok sahabat (di antara yang terkenal adalah Talha dan Zubair, yang juga didukung oleh 'Aisya, dan khususnya Mua'wiyah) membuat sebuah dalih menuntut darah atas tewasnya khalifah ketiga. Mereka mengusung oposisi dan mulai memberontak dan melawan pemerintahan 'Ali.
Untuk menghentikan perang saudara dan pemberontakan yang terjadi, 'Ali bertempur dengan gemilang pada sebuah perang di dekat Basrah yang dikenal sebagai "Perang Jamal" melawan Talha dan Zubair. Dalam peperangan ini, 'Aisyah, Ummul Mukminin, turut serta di dalamnya. Imam 'Ali bertempur melawan Mua'wiyah di tapal batas Irak dan Syiria yang berlangsung selama satu tahun setengah dan dikenal sebagai "Perang Siffin". Imam 'Ali juga berperang melawan kaum Khawarij di Nahrawan, dalam sebuah pertempuran yang dikenal sebagai "Perang Nahrawan". Dengan demikian, hari-hari pemerintahan 'Ali diluangkan untuk mengatasi pemberontakan dan oposisi yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya. Akhirnya, pada waktu fajar 19 Ramadan 40 H, pada saat menunaikan shalat di Masjid Kufah, ia dilukai oleh salah seorang Khawarij dan gugur sebagai syahid tiga hari berikutnya, pada tanggal 21 Ramadan 40 H.
Sesuai dengan kesaksian sahabat dan musuh, 'Ali tidak memiliki cacat dan cela dari sudut pandang kesempurnaan manusia. Dan dalam nilai-nilai Islam, ia merupakan teladan manusia sempurna yang digembleng dan dididik oleh Nabi Saw. Diskusi-diskusi dan buku-buku yang membahas ihwal kepribadiannya dilakukan oleh kaum Sunni, Syiah dan para pemeluk agama lain, juga setiap lembaga-lembaga keagamaan ternama, ia tidak dapat  disamakan dengan pribadi yang lain dalam sejarah. Dalam bidang ilmu pengetahuan, 'Ali adalah seorang sahabat Nabi Saw yang paling piawai. Dalam ceramah-ceramah ilmiahnya, ia merupakan orang pertama dalam Islam yang membuka pintu demonstrasi logika (burhan dan hujjah) dan membahas "ilmu Ilahi" ma'arif-e ilahiyyah. Ia berbicara tentang aspek esoterik (batin) al-Qur'an dan alat tata-gramatika bahasa Arab guna menjaga bentuk ekspresi al-Qur'an. Ia adalah orang yang paling fasih dalam berbahasa Arab (sebagaimana yang telah disebutkan dalam bagian pertama buku ini).
Keprawiraan 'Ali adalah ibarat pepatah. Dalam seluruh peperangan yang diikuti olehnya selama masa hidup Nabi Saw, dan juga selepasnya, ia tidak pernah menunjukkan sedikit pun rasa takut atau cemas. Meskipun dalam banyak pertempuran seperti Perang Uhud, Hunain, Khaibar dan Khandaq, para penolong Nabi Saw dan lasykar kaum Muslimin goyah dalam ketakutan atau tercerai-berai dan kabur, 'Ali tidak pernah lari dari musuh. Tidak pernah musuh yang berduel dengannya dalam medan tempur keluar dalam keadaan selamat. Namun, dengan penuh ksatria ia tidak akan pernah membunuh musuh yang lemah juga tidak pernah mengejar mereka yang kabur. Ia tidak pernah asyik dengan serangan tiba-tiba atau memotong jalur air kepada musuh. Tercatat secara rapi dalam sejarah bahwa dalam perang Khaibar dalam serangan terhadap benteng ia capai pintu gerbang  dan dengan gerakan mendadak merobek pintu gerbang dan menghempaskannya. Juga, pada hari tatkala kota Mekkah ditaklukkan, Nabi Saw memerintahkan berhala-berhala yang ada untuk dihancurkan. Berhala "Hubal" yang merupakan berhala terbesar di Makkah, sebuah patung batu raksasa ditempatkan di atas Ka'bah. Mengikuti perintah Nabi Saw, 'Ali menempatkan kakinya di atas pundak Rasulullah Saw, memanjat naik ke atas Ka'bah, mendorong "Hubal" dari tempatnya dan menjatuhkannya.
'Ali dalam urusan zuhud dan ibadah tidak ada taranya. Dalam menjawab beberapa keluhan atas kemarahan 'Ali terhadap mereka, Nabi Saw bersabda: "Jangan kalian mencerca 'Ali karena ia berada dalam keadaan ekstasi." Abu Darda, salah seorang sahabat, suatu hari melihat badan Imam 'Ali pada salah satu kebun palm di Madinah berbaring di atas tanah ibarat sebuah kayu. Ia kemudian pergi ke kediaman 'Ali untuk memberitahu kepada istrinya, putri Rasulullah Saw, dan menyampaikan bela-sungkawanya. Putri Rasulullah Saw berkata: "Saudara sepupuku tidak mati." Sebaliknya, karena takutnya kepada Allah Swt membuat ia jatuh pingsan. Keadaan seperti ini sering terjadi.
Terdapat banyak kisah tentang kebaikan 'Ali kepada orang-orang papah, rasa kasihan kepada kaum fakir dan miskin, sikap pengasih kepada mereka yang menderita kesusahan dan kemiskinan. 'Ali meluangkan seluruh apa yang didapatkannya dari bekerja kepada orang-orang miskin, dan dirinya sendiri hidup dalam keadaan yang sangat sederhana. 'Ali suka bertani dan meluangkan banyak waktunya untuk menggali sumur-sumur, menanam pohon-pohon dan mencangkul di ladang. Namun, seluruh ladang-ladang yang ia garap atau sumur yang ia gali, diwakafkan kepada kaum miskin. Pemberian wakafnya ini dikenal sebagai "sadaqah 'Ali", yang mendapatkan pendapatan dua puluh empat ribu Dinar emas hingga akhir hidupnya.

M.A. Syakir menulis:
'Ali adalah putra Abu Thalib dan saudara sepupu Rasulullah Saw.

Kelahiran
Imam 'Ali lahir di Ka'bah pada tanggal 13 Rajab 23 sebelum Hijrah.
Ketika Abdul Mutthalib wafat, Abu Thalib ditunjuk untuk menjaga Muhammad dan diamanahi tugas untuk membesarkan Muhammad. Muhammad dan 'Ali tumbuh dewasa pada rumah yang sama. Nabi Saw yang lebih tua, ia merawat dan menggembleng 'Ali dengan penuh cinta dan kasih.
Rasulullah Saw bersabda bahwa dia dan 'Ali berasal dari Nur yang sama.

Pengganti dan Khalifah
Menurut al-Qur'an, Nabi dan para Imam dipilih oleh Allah dan tidak dipilih, diseleksi dan dinominasikan atau ditunjuk oleh manusia.
  1. Pada waktu –atas petunjuk Ilahi– Nabi Saw mengundang empat puluh kepala suku Arab dan menyampaikan pesan Islam, ia memproklamirkan 'Ali sebagai pengganti dan Khalifahnya.
  2. Ketika Rasulullah Saw kembali ke Madinah selepas menunaikan ibadah haji yang terakhir (Hajjatul Wida') di Makkah pada tahun 11 H., ia –di bawah bimbingan wahyu– berhenti di Ghadir Khum dan di tengah kurang-lebih 124.000, kaum Muslimin, secara resmi memproklamasikan 'Ali sebagai Pengganti dan Khalifahnya.  (Di samping dua kejadian ini, Rasulullah Saw pada banyak kesempatan, baik secara langsung atau tidak langsung, menunjuk 'Ali sebagai Pengganti dan Khalifahnya).

Hari Bahagia
Si kecil 'Ali melalui hari-hari bahagia di dalam pangkuan ibundanya Fatimah binti Asad, ayahandanya Abu Thalib dan saudara sepupunya Muhammad Saw.
Di bawah cinta, kasih dan kebahagiaan, 'Ali tumbuh menjadi seorang pemuda yang rupawan, fasih, perkasa dan prawira.
Pada usia tiga belas tahun ini, Muhammad Saw memulai mendakwahkan Islam. Tentu saja, secara tabiat, 'Ali adalah orang yang pertama yang mengumumkan keyakinanannya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Siksaan
Hari-hari damai dan tenang berlalu. Kaum musyrikin mulai meneror Nabi dengan berbagai cara demi mencegah Nabi untuk menyampaikan kepada mereka pesan-pesan Tuhan. 'Ali membantu dan mendukung Nabi Saw bilamana diperlukan.
Kaum musyrikin menjadikan anak-anak dan orang-orang jembel Mekkah untuk mengolok-olok Nabi Saw dan melemparkan batu-batuan kepadanya. 'Ali yang prawira dan setia senantiasa hadir untuk membela Nabi Saw. Dengan kepalannya yang kuat, ia menghajar orang-orang itu dengan pukulan keras, setelah itu tidak ada yang berani mengganggu Nabi lagi.

Hijrah
Beban hidup di kota Mekkah bagi kaum Mukmin dan Rasulullah Saw tidak dapat dipikul lagi karena kekejaman dan gangguan kaum Musyrik. Oleh karena itu, Nabi memutuskan untuk hijrah ke kota Madinah.
Pada malam hijrah dari Mekkah, Nabi Saw meminta 'Ali untuk tidur di pembaringannya, sehingga ia dapat meninggalkan kota Mekkah tanpa diketahui oleh kaum Musyrikin. Meskipun 'Ali tahu bahwa rumah dikepung oleh empat puluh orang bersenjata lengkap, dia tanpa gentar tidur pada malam itu dan berkata bahwa dia tidak pernah tidur senyenyak malam itu. Nabi Saw tiba di Madinah dengan selamat dan tidak lama setelah itu 'Ali datang menyusul bergabung dengan Nabi Saw.




Ksatria
'Ali melaksanakan setiap perintah, aba-aba dan dustur al-Qur'an dan Nabi Saw. Dalam hal ini 'Ali tidak ada duanya.

Badar
Para penyembah berhala Mekkah tidak rela membiarkan Islam berkembang dan tersiar dengan damai.
Abu Sufyan, kepala suku Bani Umayyah, yang merupakan seorang musuh bebuyutan Nabi Saw dan Islam, bergerak menuju Madinah dengan seribu lasykar bersenjata lengkap dan terlatih dengan maksud untuk membunuh Rasulullah Saw dan orang-orang beriman.
Rasulullah Saw mengumpulkan pengikutnya sebanyak tiga ratus tiga belas orang. Pertahanan telah disiapkan dengan peralatan tempur yang sederhana, termasuk anak-anak muda dan orang tua.
Alih-alih menantikan kedatangan penyerang, Nabi Saw justru memutuskan untuk menyambut mereka di luar kota Madinah di sebuah tempat yang dikenal sebagai Badar (150 Km dari kota Madinah).
Pertempuran berlangsung sengit, tajam dan membawa kemenangan atas orang-orang beriman. 'Ali dalam pertempuran ini berjuang dengan prawira dan gagah-perkasa. 'Ali dengan pedangnya yang membuat musuh kocar-kacir.

Uhud
Setahun berselang, Abu Sufyan datang lagi dengan lasykar sebanyak 10.000 orang. Nabi Saw datang menyambut mereka di Uhud dengan 1.000 lasykar orang beriman yang ditempatkan pada pos-pos strategis pertahanan.
Beberapa orang kaum muslimin diperintahkan untuk tidak meninggalkan posisi mereka apapun yang terjadi.
Pertempuran meletus dan dengan bantuan Allah, orang-orang beriman berhasil mengalahkan musuh yang mencoba untuk kabur menyelamatkan diri. Meskipun dengan perintah tegas dari Nabi Saw untuk tidak meninggalkan tempat mereka, beberapa orang kaum Muslimin meninggalkan tempat mereka dan bersegera untuk mengambil harta pampasan perang musuh.
Khalid bin Walid, salah seorang lasykar Abu Sufyan, melihat tempat yang diduduki kaum Muslimin kosong, dari balik bukit menyerang orang-orang beriman. Banyak kaum Mukminin yang syahid termasuk Hamzah, paman Nabi yang pemberani dan memenangkan pertempuran yang tadinya sudah kalah. 'Ali datang menyelamatkan Nabi dan mematahkan serangan yang dilancarkan terhadap Nabi Saw.
Setelah Hamzah dan Ja'far, 'Ali adalah pembawa panji Islam. 'Ali adalah satu-satunya komandan Nabi Saw selama masa hidup Nabi Saw dan tidak ada seorang pun yang memegang komando lasykar Rasulullah Saw dalam setiap peperangan yang di dalamnya Nabi juga turut serta.
Istri Abu Sufyan, mengoyak jasad suci dan memakan hati serta meminum darah Hamzah. Lalu, wanita bengis ini menjadikan telinga dan hidung Hamzah sebagai kalung.
Ketika kaum Muslimin kembali ke Madinah untuk menangisi dan berduka atas kematian orang-orang yang gugur, Nabi Saw memerintahkan untuk menyelenggarakan acara duka Hamzah sebelum mereka menyelenggarakan acara duka bagi kerabat dan keluarga mereka.

Khandaq
Peperangan Khandaq meletus karena Abu Sufyan menghimpun banyak suku-suku kaum Kuffar untuk memerangi Nabi dan menyerang ia di Madinah. Untuk membuat Madinah aman, Nabi Saw memerintahkan untuk menggali parit di sekeliling kota, dan oleh karena itu, peperangan ini disebut sebagai Perang Khandaq (parit). Dalam peperangan ini jawara pihak musuh 'Amr bin Abduwud maju ke medan laga menantang kaum Muslimin untuk berduel. Seluruh sahabat Nabi Saw yang hadir pada saat itu, tidak bergeming untuk menjawab tantangan ini, kecuali 'Ali. Tantangan tersebut diulang untuk yang kedua kalinya, namun tetap tidak ada yang menjawab tantangan ini kecuali 'Ali. Kembali Nabi Saw mencegahnya. Ketika 'Amr bin Abduwud mengulangi tantangannya untuk yang ketiga kalinya dan juga tetap tidak ada yang meladeni tantangan tersebut, akhirnya Nabi Saw memberikan izin kepada 'Ali untuk maju berlaga melawan musuh. Singa Allah melompat ke medan laga dan menyambut tantangan tersebut.
Nabi Saw bersabda:
Seluruh iman kini akan bertarung dengan seluruh kufr dan satu sabetan dari pedang 'Ali adalah lebih baik dari seluruh ibadah dan shalatnya mereka yang berada di langit dan di bumi.
'Ali dengan satu sabetan pedangnya, Dzul Fiqar, menghabisi si jawara. Secara keseluruhan, perang ini membuahkan kemenangan bagi pihak Islam dan kekalahan bagi pihak Kafir.

Khaibar
Orang-orang Yahudi Khaibar melanggar perjanjian mereka dengan Nabi Saw dan memulai melecehkan dan membunuh kaum Muslimin.
Pasukan yang dipimpin oleh Nabi Saw mengepung benteng Khaibar. 'Ali pada saat itu berada di Madinah karena matanya sakit.
Untuk beberapa hari, kaum Muslimin menyerang benteng tersebut namun tidak berhasil. Setelah beberapa hari Nabi Saw mengumumkan:
Besok, aku akan serahkan panji kepada orang yang tidak akan kabur, dia akan menyerang berulang-ulang hingga Allah memberikan kemenangan kepadanya. Allah dan Rasul-Nya adalah sahabatnya dan dia adalah sahabat Allah dan Rasul-Nya.
Pagi berikutnya segera setelah shalat, seorang penunggang kuda datang terbang menerjang, gugusan awan terbang di belakangnya. Penunggang kuda ini adalah 'Ali dan ketika ia turun dari kuda, Rasulullah menanyakan keadaan matanya. Ketika 'Ali berkata bahwa matanya masih sakit, Nabi kemudian menggunakan air liurnya untuk mengobatinya. Sakit tersebut hilang dan 'Ali berkata bahwa pandangannya tidak pernah sebaik ini.
Muhammad menyerahkan panji kepada 'Ali dan mendoakan kemenangan baginya. 'Ali tanpa rasa gentar bergerak menuju benteng Khaibar.
Marhab, seorang jawara musuh yang pemberani, datang menyambut 'Ali untuk berduel dengannya. Sesuai dengan tradisi Arab, Marhab menceritakan keberaniannya dan berkata bahwa ibunya memanggilnya Marhab  (menakutkan). 'Ali menukas bahwa ibunya memanggilnya Haidar (Singa Garang)
'Ali memotong Marhab menjadi dua bagian dan benteng Khaibar ditaklukkan oleh Yadullah 'Ali.

Negarawan
Pada perjanjian Hudaibiyyah, 'Ali diminta oleh Nabi Saw untuk mengkonsep dan menulis perjanjian damai.
Pada peristiwa mubahala dengan para Nasrani Najran, Nabi Saw meminta 'Ali untuk memberitahukan kepada mereka syarat-syaratnya.
'Ali adalah pendiri sistem penghasilan tanah yang memberikan perlindungan hak-hak para pendulang tanah. Ia memberikan sistem ini kepada dunia, karena sistem ini tidak dikenal sebelumnya.
Ketika Surat at-Taubah harus dibacakan di hadapan penduduk Mekkah, Abu Bakar ditawarkan untuk menunaikan tugas tersebut dan ketika ia hendak bertolak menuju ke Mekkah, Malaikat Jibril turun dengan sebuah pesan dari Tuhan, meminta Rasulullah Saw untuk memanggil kembali Abu Bakar dan pergi sendiri atau mengutus seseorang yang mirip dengan dirinya. Karena Rasulullah Saw tidak dapat pergi, ia memutuskan untuk mengutus 'Ali dan 'Ali mewakili Nabi Saw untuk membawa surah ini dan membacakannya di hadapan suku Quraisy.

Pernikahan
Di bawah petunjuk Ilahi, Rasulullah Saw menikahkan putri kinasihnya Fatimah dengan 'Ali.
Anak-anak yang lahir dari buah penikahan kudus ini adalah Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum yang telah menorehkan sejarah emas pada pelataran sejarah kehidupan manusia.
Dengan istri yang lain, Ummul Banin, Allah Swt memberkati 'Ali dengan putra yang bernama Abbas, yang karena rupawannya sehingga ia kerap dipanggil sebagai Qamar Bani Hasyim dan mempertontokan kesetiaan dan keprawiraannya di medan tempur Karbala.



Hadis
Tatkala Nabi Saw memimpin pasukan ke Tabuk, ia meninggalkan Imam 'Ali untuk mengemban tugas sebagai Wakil, Khalifah, Wasi ia selama kepergiaannya. Pada peristiwa ini Rasulullah Saw bersabda:
"Kedudukan 'Ali bagiku adalah ibarat kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku."
Nabi Saw bersabda:
Aku tinggalkan dua pusaka berharga; Kitabullah dan Itrahti. Kalian tidak akan tersesat selamanya sepanjang kalian berpegang-teguh kepadanya.
Dan Nabi Saw bersabda:
"Aku, 'Ali, Fatimah, Hasan dan Husain adalah berasal dari Nur yang satu.
Akan tetapi laksana butiran pasir yang berhamburan ketika diterpa angin, masyarakat Arab tidak setuju dengan hadis-hadis nabawi ini dan memperkenalkan bid'ah yang menyebabkan terpecah belahnya persatuan kaum Muslimin.

Wafatnya Rasulullah Saw
Selama hari-hari terakhir pada bulan Safar, Rasulullah Saw menderita sakit parah. Para sahabat Nabi Saw melihat bahwa Rasulullah Saw segera akan wafat.

Abu Bakar
Bangsa Arab (beberapa orang Ansar dan pada akhir pertemuan tiga orang Ansar) segera berkumpul di Saqifah untuk menunjuk seorang khalifah (sementara jenazah suci Nabi Saw belum lagi dikebumikan); dan akhirnya menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah pada tahun 11 H.
Bani Hasyim dan para Mukmin yang setia tidak berada dalam pertemuan itu karena mereka tidak dapat meninggalkan Nabi sendiri, yang wafat pada tanggal 28 Safar 11 H. Pada saat pertemuan berlangsung, Bani Hasyim dan orang-orang Mukmin yang setia harus melaksanakan prosesi suci penguburan Rasulullah Saw (lagi pula, Nabi Saw telah menunjuk 'Ali sebagai khalifahnya).
Alasan atas kejadian yang mengejutkan ini adalah nafsu untuk berkuasa. Sepanjang kira-kira delapan puluh peperangan, tidak ada sanak famili atau sanak suku mereka yang tidak dibunuh oleh 'Ali dalam jihad, meskipun Allah dan Rasul-Nya telah memilih 'Ali sebagai pengganti dan khalifahnya.
Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, ia berkata bahwa kini ia ditugaskan menjabat sebagai khalifah dalam pemerintahan yang peduli, meskipun ia bukan  yang terbaik di antara mereka. Pada waktu ajal datang menghampirinya, ia mencalonkan Umar sebagai pengganti dan khalifahnya pada tahun 13 H.

Umar
Selama kurang-lebih sepuluh tahun Umar menjabat kedudukan khalifah, dan sebelum matinya, ia menominasikan sebuah kelompok yang terdiri dari enam orang (yang tidak sederajat dalam ilmu dan kedudukan) untuk memilih di bawah paksaan salah seorang dari mereka yang menjadi khalifah dan jika mereka gagal, mereka harus dibunuh. Imam 'Ali menjadi salah seorang di antara enam orang anggota kelompok yang dibentuk oleh 'Umar, setelah menolak untuk mentaati syarat-syarat yang ditentukan untuk mengikuti jejak dua khalifah sebelumnya, kelompok itu akhirnya memilih Utsman sebagai khalifah yang berasal dari Bani Umayyah sebagai khalifah ketiga pada tahun 23 H.



'Utsman
Ketika 'Utsman menjabat sebagai khalifah, para kerabat dan sanak-familinya, Umayyah, menjadi penguasa secara de-facto wilayah-wilayah di bawah kekuasaan Islam. Khalifah 'Utsman dengan gubernur-gubernurnya seperti Mu'awiyyah bin Abu Sufyan (musuh utama dan pertama Islam), pertama dilantik oleh khalifah kedua sebagai gubernur di Syiria, dan bertanggung jawab atas pembunuhan Imam 'Ali dan Imam Hasan. Putra Mu'awiyah, Yazid membantai Imam Husain (cucu Rasulullah Saw) di Karbala. Dan orang seperti Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ayt diangkat sebagai gubernur Kufah oleh 'Utsman, juga Abdullah bin Abi Sarh menjabat sebagai gubernur Mesir, dan di atas semua itu, penasihat terdekat dan perdana menterinya adalah Marwan bin Hakam. Urusan pemerintahan nepotistis yang dijalankan oleh 'Utsman seperti ini telah membuat umat Islam mengadakan pemberontakan terhadap 'Utsman dan membunuhnya pada tahun 35 H.

'Ali
Upaya 'Ali untuk mendirikan kerajaan Allah di muka bumi dipotong oleh pedang pembunuh.
Ibnu Mulljam, suruhan Mua'wiyah, membunuh 'Ali pada waktu ia melaksanakan shalat Subuh dan dianugerahkan dengan syahadah pada tanggal 21 Ramadan 40 H, kemudian dikebumikan di Najaf al-Asraf (Irak).
Lahir di Ka'bah Rumah Allah, dan dibunuh di Rumah Allah, singa Allah, orang yang paling berani dan gentle yang pernah hidup, memulai hidupnya yang agung dengan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengakhiri hidupnya dengan khidmat kepada Islam. Dalam kitab-Nya, Allah swt berfirman yang artinya bahwa, "Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (Qs.al-Baqarah:154).

Penghulu Awliya' Allah
Setiap orang bertakwa dan beriman mengenal Ali sebagai waliyullah. Di setiap tempat 'Ali dikenal sebagai Penghulu Waliyullah. Kekuasaan 'Ali yang pengasih dikenal dan dialami hingga hari ini oleh mereka yang mencintainya dan akan tetap berlanjut dirasakan hingga akhir zaman.
'Ali, waliyullah, melakukan segala sesuatu yang membuat Allah Ridha dan Allah Swt menganugerahkan apa yang membuat 'Ali Ridha.
'Ali, jawara sengit dan tajam perang Khandaq, pemberani dan tak kenal rasa takut, penakluk Khaibar, adalah orang yang memiliki hati yang lembut terhadap orang-orang sakit dan pembela para janda dan anak yatim.
'Ali, pangeran sedekah, bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan, melebihi Hatim at-Ta'im, dengan memberikan sebuah karavan bermuatan kepada fakir-miskin ketika ia dimintai sepotong roti.
'Ali, yang memakan roti kering dan garam, akan menggelar perjamuan untuk para fakir-miskin dan para pengemis.
'Ali, samudra ilmu, tidak akan berbicara kecuali diminta.
Dalam upaya untuk menganugerahkan kemulian kepada pekerja yang jujur, 'Ali menggulung sendiri lengan bajunya dan bekerja di ladang-ladang orang-orang Yahudi dan kaum Muslimin sebagai seorang buruh.
Khalifah yang kuat Empire Islam dan penakluk delapan puluh tiga jihad ini memperbaiki sepatunya sendiri, sebagaimana Nabi Saw.
Ada beberapa sabda-sabda 'Ali dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya dengan baik.
Nabi Saw bersabda:
Tidak ada yang mengenal Allah kecuali Aku dan 'Ali
Tidak ada yang mengenal Aku kecuali Allah dan 'Ali
Tidak ada yang mengenal 'Ali kecuali Aku dan Allah
Jika kalian ingin melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan Nabi Nuh, Kebaktian Nabi Ibrahim, keperkasaan Nabi Musa, khidmat dan kewaraan Nabi Isa pandanglah wajah cerlang 'Ali.
Ali bersabda:
"Keturunan Nabi Saw adalah kepercayaannya, pelindung perintahnya, amanah ilmunya, penjaga al-Qur'an dan gunung-gunung keimanannya."
"Merekalah yang telah membuat tulang punggung Islam tegak lurus. Kaum Muslimin takut kepada kaum Kuffar, akan tetapi mereka membuatnya berani dan prawira."
"Tidak ada seorang pun dari pengikut Nabi Saw yang dapat dibandingkan dengan Ahlulbait Nabi Saw. Penerima tidak dapat disetarakan dengan pemberi rahmat."
"Ahlulbait merupakan fondasi Islam dan tiang keimanan."
"Setiap Muslim yang bergantung kepada pertolongan dan petunjuk mereka akan mendapatkan keselamatan."
"Mereka mendapatkan keistimewaan dan hak Imâmah dan Khilâfah, yang mereka miliki. Dia yang berhak mendapatkan dan layak mewarisi khilâfah kini telah mendapatkannya."
"Para abid dan pengikut kebatilan senantiasa berjumlah besar dan pengikut kebenaran senantiasa berjumlah kecil."
"Ketika Rasulullah Saw wafat, banyak orang yang telah meninggalkan Ahlulbait Nabi Saw dan menolong yang lain. Mereka meninggalkan orang-orang yang diperintahkan untuk mereka cintai."
"Khalifah telah diserahkan kepada orang-orang lain, yang hanya berhasrat kepada dunia, yang sarat dengan salah dan alpa. Mereka tidak memiliki dan juga tidak pernah mengklaim bahwa mereka memiliki kekuatan ruhani juga kemaksuman."
"Ayyuhannas! Ketahuilah bahwa kami adalah Ahlulbait Nabi Saw. Para malaikat telah datang kepada kami. Kami adalah telaga ilmu. Kami adalah mata-air hikmah dan ilmu Allah Swt."
"Dia yang menjadikan kami sebagai temannya dan penolong layak mendapatkan ampunan Ilahi, dan dia yang menjadi musuh bagi kami, menantikan hukuman dan siksa dari-Nya. Mereka berbicara dusta terhadap kami dan berlaku zalim kepada kami."
"Allah Swt meninggikan derajat kami dan telah membuat mereka lebih rendah derajatnya dari kami. Dia telah membuka mata orang-orang melalui perantara kami."
"Sesungguhnya, para Imam berasal dari bangsa Quraisy, yang merupakan keturunan Bani Hasyim. Tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim kecuali layak mendapatkan Imâmah."
"Aku nasihatkan kepada kalian untuk tidak menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu apa pun dan tidak merusak Sunnah Nabi Saw. Jagalah dua pilar ini dan kalian akan terselamatkan dari kesalahan dan dosa-dosa."
"Agama kalian adalah agama yang lurus dan Imam kalian adalah seorang yang arif. Aku adalah sahabatmu semasa hidup Rasulullah Saw. Ketahuliah dengan baik bahwa Imam adalah khalifah yang ditunjuk oleh Allah Swt.  Mereka mengatur umat semata-mata untuk Allah Swt. Ketahuilah dengan baik bahwa kami adalah sahabat sejati Rasulullah Saw. Kami adalah gerbang ajaran-ajarannya. Tidak sah bagi seseorang untuk memasuki rumah tanpa melalui pintunya. Bagi siapa yang tidak mengindahkan aturan ini adalah seorang pencuri."
"Hanya mereka yang mentaati Allah dan Rasul-Nya yang akan masuk ke dalam firdaus dan mereka yang melakukan sebaliknya akan masuk Neraka. Sesungguhnya, Allah Swt telah membuatmu sebagai seorang Muslim dan Dia menghendaki kalian sebagai Muslim yang tulus. Barang siapa yang mengenal Allah, Rasul-Nya, dan Ahlulbait Rasulullah dan bahkan ketika ia meninggal di atas kasur dan tidak berangkat jihad akan termasuk dalam golongan para syahid."
"Ayyuhannas! Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilanganku, karena sesungguhnya aku lebih mengenal lorong-lorong langit melebihi lorong-lorong bumi, dan sebelum pembuat onar tumbuh bersemi yang akan menyebabkan kalian menginjak-injak kehormatan dan meruyak tatanan berpikir umat.
"Kini, Aku ucapkan selamat tinggal kepada kalian; kalian akan kehilanganku dan menyadari keutamaanku. Kalian akan mengingatku ketika khalifah yang lain datang menggantikanku." (Nahjul Balâghah)
Ketika Imam 'Ali luka secara serius akibat tikaman pedang beracun Abdurrahman bin Muljam, 'Ali membuat wasiat kepada Imam Hasan dan Imam Husain sebagai berikut:
"Aku nasihatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah Swt dan tidak mengejar kesenangan dunia ini walaupun dia datang mengejarmu. Janganlah pernah menyesal atas apa saja yang kalian telah korbankan.  Berkatalah yang hak dan beramallah (dengan harapan) mendapatkan ganjaran. Jadikanlah diri kalian sebagai musuh para penindas dan penolong bagi orang-orang yang tertindas.
"Aku nasihatkan kepada kalian dan seluruh anak-anakku dan anggota keluargaku dan setiap orang yang membaca wasiat ini, untuk bertakwa kepada Allah Swt, jagalah urusan-urusanmu dengan baik, dan menjalin silaturahmi sesama kalian karena aku mendengar datuk kalian Rasulullah Saw bersabda: "Menyelesaikan ikhtilaf yang ada lebih baik dari shalat dan puasa."
"Bertakwalah kepada Allah dan jagalah urusan anak-anak yatim. Sehingga mereka tidak kelaparan dan tidak binasa sementara kalian ada."
"Bertakwalah kepada Allah dan ingatlah Allah dalam urusan-urusan tetanggamu, karena menjaga urusan tetangga adalah salah satu pokok sabda Rasulullah Saw. Imam 'Ali melanjutkan nasihat tentang keutamaan tetangga hingga kami berpikir bahwa ia membolehkan tetangga mendapatkan warisan."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam urusan al-Qur'an. Tidak seorang pun yang akan mengungguli kalian dalam urusan ini."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam urusan shalat, karena shalat merupakan tiang agama."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah karena Dia adalah Rabb al-Bait (Ka'bah). Jangan kalian tinggalkan selama kalian hidup, karena jika ditinggalkan kalian tidak akan terpisah darinya."
"Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam jihad dengan menyumbangkan harta, jiwa dan lisan kalin di jalan Allah Swt."
"Kalian harus menghormati kerabat dan meluangkan waktu untuk orang lain. Hindarilah menjauh dari orang lain dan memutuskan hubungan silaturahmi. Jangan menyerah untuk beramar ma'ruf dan nahi mungkar meskipun keburukan menimpamu, dan sehingga apabila kalian hendak shalat, shalat kalian tidak akan diterima."[]

 











































Manusia Suci Keempat


Imam Hasan al-Mujtaba As
















































Manusia Suci Keempat
Imam Kedua
Imam Hasan Mujtaba As

Nama                : al-Hasan
Gelar                : al-Mujtaba
Panggilan           : Abu Muhammad
Nama Ayah       : 'Ali bin Abi Thalib
Nama Ibu          : Fatimah binti Muhammad Saw
Wiladah              : Madinah, Selasa, 15 Ramadan 3 H
Syahadah             : Syahid pada usia 46 tahun, di      Madinah, Kamis, 28 Safar 50 H.
Haram                : Jannatul Baqi Madinah

Imam Hasan merupakan putra sulung dari Imam 'Ali dan Hadrat Fatmiah. Ketika Nabi Saw menerima berita gembira kelahiran cucunya, ia datang ke rumah putri kinasihnya, menggendongnya, membacakan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, dan sesuai dengan perintah Allah Swt, Nabi Saw memberikan nama anak tersebut dengan nama al-Hasan.

Masa Kanak-kanak
Masa tujuh tahun pertama dari masa kecilnya diberkati dengan perlindungan Nabi Saw, yang menganugerahkan kepadanya seluruh keutamaan dan menghiasinya dengan ilmu-ilmu Ilahi, toleransi, intelegensi, sikap pemurah dan keberanian. Karena maksum sejak kecil dan dihiasi dengan ilmu-ilmu Ilahiah oleh Allah Swt, cakrawala pemikirannya menembus hingga al-Lawhul Mahfuz.
Imam yang suci ini segera menjadi akrab dengan seluruh kandungan al-Qur'an yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw menyingkapkan kandungan-kandungan ayat suci al-Qur'an kepada kerabat dekatnya. Nabi Saw bahkan terkejut ketika Hadrat Fatimah As membacakan ayat-ayat dengan tepat persis setelah baru saja diwahyukan sebelum Nabi Saw menyingkapkannya kepadanya. Ketika Hadrat Zahra ditanya, dia menjawab bahwa melalui al-Hasan dia belajar Wahyu.

Mengingat Allah (Dzikrullah)
Imam As banyak menyibukkan dirinya dengan ibadah sedemikian banyaknya, sehingga seluruh anggota badannya disibukkan dengan sujud sampai menyisakan goresan dan bekas-bekas sujudnya. Hampir seluruh malam dihabiskan dalam doa dan munajat. Perasaan tawadu' dan asyik dalam ibadah kepada Allah Swt  membuat air matanya tumpah-ruah karena takut kepada Allah Swt. Pada waktu mengerjakan wudu, ia bergetar takut dan raut wajahnya menjadi  pias tatkala waktu shalat tiba. Kegemarannya dalam mengerjakan shalat dan keasyikannya yang luar biasa dalam bercengkerama dengan Allah Swt membawanya tidak sadar terhadap keadaan di sekelilingnya.

Ketakwaan dan Sifat Qana'ah
Imam Hasan memiliki harta dunia dan dapat menikmati kehidupan yang mewah, akan tetapi seluruh harta dan kesempatan untuk menikmati kehidupan mewah itu digunakan untuk membantu memperbaiki keadaan orang-orang miskin disekitarnya.
Dia sangat pemurah dan rendah-hati sehingga tidak pernah ragu untuk duduk bersama para pengemis di jalan-jalan kecil dan dalam perjalanan safar menuju ke Madinah untuk memenuhi taklif mereka. Karena sikapnya yang ramah dan hangat, dia tidak pernah membiarkan kaum fakir dan orang-orang miskin merasa rendah di hadapannya ketika mereka mengunjunginya.

Imâmah
Wafatnya Rasulullah Saw yang disusul oleh sebuah peristiwa di mana dunia Islam (di bawah penguasa sumbang) masuk mengambil alih kendali dengan semangat ekspansionisme dan penaklukan. Namun bahkan di dalam tahap revolusioner seperti itu, Imam Hasan tetap membaktikan dirinya dengan tugas-tugas suci perdamaian dalam mendakwahkan Islam dan ajaran-ajaran kudus Nabi Saw bersama ayahnya Imam 'Ali As.
Syahadahnya Imam 'Ali As yang terjadi pada tanggal 21 Ramadan menandai naiknya Imam Hasan ke kursi Imâmah. Mayoritas kaum Muslimin menyampaikan dukungan kepadanya dan mengakhirinya dengan formalitas bai'at. Tidak lama setelah mengambil alih kendali kepemimpinan, Imam Hasan As harus berhadapan dengan tantangan Mua'wiyah Gubernur Syiri'a, yang menyatakan perang terhadapnya. Sesuai dengan kehendak Allah Swt dan dengan perhitungan yang matang untuk mencegah jatuhnya korban dari pihak kaum Muslimin,  Imam Hasan As menyetujui sebuah perjanjian gencatan senjata (damai) dengan Mu'awiyah dengan syarat-syarat (yang tidak diakuri dan dijalankan oleh Mu'awiyah), namun demi menyelamatkan Islam dan menghentikan perang saudara. Akan tetapi, gencatan senjata ini tidak berarti diserahkannya tampuk Imâmah kepada Mua'wiyah. Gencatan senjata hanya bersifat sementara, peralihan administrasi pemerintahan kekuasaan Islam, dengan syarat bahwa administrasi pemerintahan diserahkan kembali kepada Imam Hasan As setelah Mu'wiyah meninggal lalu diserahkan dan diwariskan kepada Imam Husain As. Setelah melepaskan dirinya dari kesemrawutan tanggung jawab administrasi, Imam Hasan menjaga kepemimpinan agama dan membaktikan dirinya untuk penyebaran Islam dan ajaran-ajaran kudus Rasulullah Saw di Madinah.

Syahadah Imam Hasan As
Kejahatan Mu'awiyah terhadap Imam Hasan As makin tak terkendali dan pada akhirnya Mu'awiyah mengadakan persekongkolan dengan istri Imam Hasan, Jadah binti Ash'ath. Dia diperalat oleh Mu'awiyah untuk memberikan racun terhadap makanan Imam Hasan yang mengoyak jantungnya. Imam Hasan jatuh kepada rencana keji Mu'awiyah dan meraih syahadah pada tanggal 28 Safar 50 H. Prosesi  penguburan Imam Hasan dihadiri oleh Imam Husain dan anggota keluarga Bani Hasyim. Jasad suci Imam Hasan ketika diusung ke pemakaman dekat haram Rasulullah Saw, panah-panah dilancarkan oleh musuh-musuhnya (di bawah pengawasan dan persetujuan Aisyah), dan jasad Imam Hasan itu harus dialihkan ke pemakaman umum Jannatul Baqi di Madinah. Haram-nya dirubuhkan bersama marqad-marqad (kuburan)  lainnya pada tanggal 8 Syawal 1344 H (21 April 1926) oleh penguasa Saudi yang naik ke tampuk kekuasaan di Hijaz.
Syarat-syarat perjanjian segera dilanggar, akan tetapi hanya menyisakan kemenangan yang sekejap bagi Mu'awiyah. Konsekuensinya membawa neraka dan malapetaka bagi nasib anaknya Yazid dan bencana bagi seluruh Bani Umayyah. Setelah kematian Mu'awiyah, Imam Husain muncul sebagai gunung kebenaran yang tak terdaki. Dalam tragedi Karbala, dengan kekuatan pasukan besar, dan dengan mengisolir ke-tujuh puluh dua sahabat Imam Husain dan mencegah mereka untuk mendapatkan air selama tiga hari, Yazid berhasil membunuh ke-tujuh puluh dua sahabat Imam Husain termasuk anggota keluarga Imam Husain yang ikut serta dalam kafilah tersebut.
Kesuksesan pengecut Yazid ini, bagaimanapun, berusia pendek. Kaum Muslimin beralih menentangnya setelah mengetahui perbuatan keji dan kepengecutan yang dia lakukan dan akibatnya Yazid diturunkan dari kekuasaan dan Bani Umayyah punah dari muka bumi.

Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Hasan Mujtaba As, adalah Imam Kedua. Dia dan saudaranya Imam Husain merupakan putra Imam 'Ali As dan Hadrat Fatimah As, putri Rasulullah Saw. Berulang kali Nabi Saw bersabda bahwa: "Hasan dan Husain adalah putraku." Karena sabda Rasulullah Saw ini sehingga Imam 'Ali berkata kepada anak-anaknya yang lain, "Kalian adalah anakku dan Hasan dan Husain adalah putra Rasulullah Saw."
Imam Hasan As lahir pada tahun ke-3 Hijriah di Madinah, dan menghabiskan usianya selama tujuh tahun bersama datuknya Rasulullah Saw, tumbuh dewasa pada usia seperti itu di bawah bimbingan kasih Nabi Saw. Setelah wafatnya Nabi Saw yang berlangsung tidak lebih dari tiga –atau beberapa sesuai dengan riwayat yang lain– enam bulan lebih awal dari kematian Rasulullah Saw, Hasan ditempatkan secara langsung di bawah pengawasan ayahnya. Setelah ayahnya wafat, melalui instruksi Ilahi dan sesuai dengan wasiat ayahnya, Imam Hasan menjadi Imam; dia juga menduduki fungsi sebagai  khalifah selama enam bulan,  dia melaksanakan administrasi urusan-urusan kaum Muslimin. Selama masa itu, Mua'wiyah, yang merupakan musuh bebuyutan Imam 'Ali dan keluarganya dan telah berjuang dengan gigih untuk menduduki kursi khalifah, menggiring pasukannya dari Irak, untuk menjatuhkan Imam Hasan dari khilâfah. Peperangan terjadi selama masa Mu'awiyah secara perlahan menyuap jendral dan pimpinan pasukan Imam Hasan dengan uang banyak dan iming-iming hingga pasukan memberontak terhadap Imam Hasan. Akhirnya, Imam Hasan terpaksa untuk menyetujui gencatan senjata dan menyerahkan khilâfah kepada Mu'awiyah, dengan syarat bahwa khilâfah harus diserahkan kepada Imam Hasan jika Mu'awiyah wafat dan keluarga Imam dan pengikutnya dilindungi dalam setiap keadaan.
Dengan cara seperti ini, Mu'awiyah menduduki khalifah dan memasuki Irak. Dalam sebuah pidato resminya, ia menginjak-injak isi perjanjian itu dan dalam segala kemungkinan menekan keluarga Imam (Ahlulbait Nabi Saw) dan pengikutnya. Selama sepuluh tahun masa Imâmah Imam Hasan As, Imam Hasan menjalani hidup dengan payah dan di bawah tekanan, tanpa rasa aman termasuk di rumahnya sendiri. Pada tahun 50 H, dia diracun dan disyahidkan oleh keluarganya sendiri, seperti yang dicatat sejarah, yang mendapat mandat dari Mu'awiyah.
Dalam hal kesempurnaannya, Imam Hasan merupakan cerminan kesempurnaan ayahnya dan teladan sempurna datuknya. Kenyataannya, selama Rasulullah Saw hidup, dia dan saudaranya senantiasa bersama Rasulullah Saw, terkadang Rasulullah Saw memanggul mereka berdua di pundaknya. Sumber-sumber maktab Sunni dan Syiah meriwayatkan sabda Nabi Saw ini berkenaan dengan Imam Hasan dan Husain:
"Kedua anakku ini adalah Imam, dalam keadaan berdiri atau duduk, (isyarat apakah mereka menjabat khalifah atau tidak)". Juga, terdapat dalam banyak hadis-hadis Nabi dan Imam 'Ali bertalian dengan kenyataan bahwa  Imam Hasan akan mendapatkan Imâmah selepas ayahnya. (Shiite Islam).


Mutiara Hadis Imam Hasan
v  Jika engkau gagal untuk mendapatkan keuntungan dunia, anggaplah seakan-akan pikiran ini tidak pernah terlintas sama sekali.
v  Tidak bermusyawarah suatu bangsa kecuali mereka dibimbing kepada kedewasaan.
v  Cintalah yang membawa orang-orang jauh akan mendekat, dan tanpanya akan membawa jauh orang-orang yang dekat.
v  Kesempatan adalah sesuatu yang cepat perginya dan terlambat kembalinya.[]





 




























































Manusia Suci Kelima


Imam Husain asy-Syahid As
















































Manusia Suci Kelima
Imam Ketiga
Imam Husain as-Syahid As

Nama                     : Al-Husain
Gelar                     : Sayyidusy Syuhada
Panggilan               : Abu Abdillah
Nama Ayah           : 'Ali bin Abi Thalib
Nama Ibu              : Fatimah binti Muhammad
Wiladah                  : Madinah, Kamis 3 Sya'ban 4 H.
Syahadah                : Syahid di Karbala (Irak) pada usia 57 tahun, Jum'at, 10 Muharram 61 H
Haram                    : Karbala, Irak.

Di kediaman Nabi Saw, yang merupakan perwakilan citra kedua dunia -langit dan bumi– seorang anak yang dianugerahi kemanusiaan laksana seseorang yang memiliki citra Ilahi memancar di penjuru persada, lahir pada salah satu malam dari bulan Sya'ban. Ayahnya adalah Imam 'Ali, seorang manusia teladan terhadap kawan dan prawira terhadap lawan-lawan Islam, dan bundanya adalah Hadrat Fatimah, putri satu-satunya baginda Rasulullah Saw, yang diakui oleh semesta, mewarisi sifat-sifat mulia ayahnya.
Imam Husain adalah Imam Ketiga dalam hierarki Imâmah. Ketika berita kelahirannya sampai kepada Rasulullah Saw, Nabi Saw segera bertolak menuju ke kediaman putrinya, mengambil bayi merah tersebut ke tangan ia, membacakan adzan dan iqamah masing-masing pada kedua telinganya, dan pada hari ketujuh kelahirannya, setelah melaksanakan ritual aqiqah, ia memberi nama kepada bayi mungil tersebut dengan nama Husain, sesuai dengan perintah Allah Swt.
'Abdullah bin 'Abbas meriwayatkan: "Pada hari Imam Husain lahir, Allah Swt memerintahkan Malaikat Jibril untuk menyampaikan selamat kepada Nabi Saw. Ketika melaksanakan tugas tersebut, Malaikat Jibril melintasi sebuah daerah, tempat Malaikat Futrus dibuang karena kelambatannya menunaikan tugas yang diemban. Sayap Malaikat Futrus dihilangkan dan dibuang di sebuah tempat yang dia huni selama tujuh tahun ibadah dan menyembah Allah Swt dan meminta ampunan-Nya."
"Ketika Malaikat Futrus melihat Malaikat Jibril, "Kemana engkau akan pergi wahai Jibril? Katanya. Malaikat Jibril menjawab "Husain putra Rasulullah Saw telah lahir, dan atas alasan ini Allah telah memerintahkan aku untuk menyampaikan ucapan selamat kepada Rasul-Nya. Lalu, Malaikat Futrus berkata, "Dapatkah engkau membawaku besertamu?"Semoga Muhammad menjadi wasilah atas masalahku ini. Malaikat Jibril membawa Malaikat Futrus bersamanya untuk menyampaikan ucapan selamat kepada Rasulullah dan mengajukan masalah yang dihadapi oleh Malaikat Futrus kepada ia. Nabi Saw berkata kepada Jibril, "Katakan kepada Malaikat Futrus untuk menyentuh badan bayi ini dan kembali ke tempatnya di Surga. Dengan melakukan ini, Malaikat Futrus segera mendapatkan kembali kedua sayapnya dan berterima kasih kepada Nabi Saw dan kepada cucunya yang baru, dan terbang ke langit."
Hasan dan Husain, kedua putra Imam 'Ali As dan Hadrat Fatimah As, dihormati dan dipuja-puja sebagai "Pengulu pemuda di surga" sebagaimana disebutkan oleh Nabi Saw.
Nabi Muhammad Saw secara terbuka menubuwatkan bahwa Islam akan diselamatkan oleh cucunya Husain, ketika Yazid putra Mu'awiyah berupaya untuk menghancurkannya.
Yazid dikenal karena sifatnya yang bejat dan kejam. Dia dikenal sebagai orang paling bejat. Orang-orang yang telah mengetahui dan mengerti sifat keji Yazid ini, membentuk sebuah perjanjian sehingga Muawiyyah tidak akan memilih Yazid sebagai penggantinya. Pelaksanaan pemindahan kekuasaan ini kepada Imam Hasan yang darinya Mua'wiyah merebut kekuasaan. Mu'awiyah melanggar perjanjian ini dan mencalonkan Yazid sebagai penggantinya.
Segera setelah ia naik kursi kekuasaan, Yazid mulai menunjukkan karakter bejatnya ini. Ia mulai campur tangan dalam masalah-masalah fundamental Islam dan berbuat segala kejahatan dan kebejatan secara bebas dan tetap berkeyakinan bahwa ia adalah khalifah Rasulullah Saw, menuntut bai'at dari masyarakat untuk mengakuinya sebagai Amirul Mukminin. Memberikan bai'at kepada Yazid tidak lain mengakui kejahatan sebagai Tuhan. Jika seorang yang memiliki kepribadian takwa seperti Imam Husain menerima Yazid, sejatinya menganjurkan kebejatan kepada manusia sebagai ganti Tuhan. Yazid menuntut bai'at dari Imam Husain, yang tentu saja tidak akan pernah melakukan perbuatan tersebut apapun resikonya. Orang-orang takut celaka dan binasa di tangan seorang tiran seperti Yazid. Imam Husain berkata bahwa apa pun yang terjadi, dia tidak akan menempatkan kejahatan sebagai ganti Tuhan, dan melakukan kembali apa yang telah dibina oleh datuknya, Rasulullah Saw.
Penolakan Imam Husain untum memberikan bai'at kepada Yazid telah menandai bermulanya penindasan kepada Imam As. Sebagai hasilnya, Imam Husain mengungsi ke Madinah di mana ia menjalani uzlah.  Bahkan di tempat ini, Imam Husain tidak diizinkan untuk hidup secara damai, dan terpaksa untuk mencari perlindungan di Mekkah – di sana juga ia mendapatkan perlakuan biadab, dan Yazid merencanakan untuk membunuhnya di hadapan Ka'bah.
Dengan maksud untuk menjaga bangunan suci ini, Imam Husain memutuskan untuk meninggalkan Makkah menuju Kufah sehari setelah menunaikan ibadah Haji. Ketika ditanya alasan kepergiannya dari Mekkah padahal hari haji tiba sehari lagi, Imam Husain berkata bahwa ia akan menunaikan ibadah haji tahun ini di Karbala, tidak mengorbankan domba-domba, akan tetapi mengorbankan kerabatnya, keluarganya, sahabatnya. Imam Husain menyebutkan nama-nama para kerabatnya yang mengorbankan hidupnya beserta Imam Husain di Karbala.
Orang-orang Kufah yang telah lelah dan muak dengan kekuasaan tiranik dan setanik Yazid, telah menulis surat-surat yang tak-terbilang banyaknya dan mengutus duta kepada Imam Husain untuk datang ke Kufah dan membimbing mereka jalan Islam. Meskipun Imam Husain tahu kesudahan  dari undangan-undangan ini, karena ia adalah Imam yang terpilih, tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang meminta petunjuk dan bimbingan darinya. Ketika Imam Husain beserta kafilahnya tiba di bumi Karbala, kudanya secara mengejutkan berhenti dan enggan untuk melangkah lagi. Atas keengganan kuda ini untuk melangkah, Imam Husain mengumumkan "Di sinilah tempatnya, bumi duka dan bala." Ia turun dari kudanya, dan memerintahkan kepada para pengikutnya untuk mendirikan tenda. Imam Husain berkata: "Di sini kita akan disyahidkan dan anak-anak kita akan dibantai. Di sini tenda-tenda kita akan dibakar dan keluarga kita akan ditangkap. Di sini adalah tempat yang telah dinubuwatkan oleh datukku Rasulullah Saw, dan ramalan ia akan terpenuhi."
Pada hari ke-7 Muharram  persediaan air ke kemah Imam Husain dipotong dan mulailah derita lapar dan dahaga. Kemah Imam Husain yang didiami oleh wanita-wanita, anak-anak tak-berdosa termasuk bayi-bayi dan beberapa pria dari Ahlulbait Nabi Saw; bersama dengan sahabat-sahabat setia Imam Husain yang telah memilih syahid bersama Imam, berperang melawan kejahatan demi mencari keRidhaan Allah Swt.

'Âsyurâ (Hari kesepuluh Muharam)
Tatkala fajar menyingsing, Imam Husain menengok ke arah lasykar Yazid dan menyaksikan 'Umar bin Sa'ad yang memerintahkan pasukannya untuk bergerak menuju ke arah Imam Husain. Imam Husain mengumpulkan para pasukannya dan menyampaikan kepada mereka: "Hari ini Allah telah mengizinkan kita untuk terjun ke dalam sebuah Perang Suci dan Dia akan memberikan ganjaran yang tinggi atas kesyahidan kita. Oleh karena itu, persiapkan diri kalian untuk bertempur melawan musuh-musuh Islam dengan kesabaran dan perlawanan. Wahai putra-putra kemuliaan dan bermartabat, bersabarlah! Kematian bukanlah sesuatu melainkan sebuah jembatan yang harus kalian seberangi setelah menjalani ujian-ujian dan cobaan-cobaan untuk mencapai Firdaus dan kesenangan di dalamnya. Siapakah di antara kalian yang tidak ingin beranjak dari penjara dunia ini menuju istana-istana yang tinggi Firdaus?.
Setelah mendengar khutbah Imam Husain As, seluruh sahabat-sahabatnya berseru: "Wahai Maulana (Tuan kami)! Kami bersedia membelamu dan Ahlulbaitmu, dan siap mengorbankan jiwa dan raga kami demi membela Islam."
Imam Husain mengutus seorang demi seorang dari tenda sahabat-sahabatnya untuk bertempur dan mengorbankan jiwa mereka di jalan Allah. Akhirnya, ketika seluruh para pengikutnya dan para anak-anak mempersembahkan hidupnya, Imam Husain menggendong 'Ali Asghar, bayi ia yang berusia enam bulan dan meminta air untuk sang bayi, yang  telah sekarat karena dahaga. Dahaga sang bayi tertebus dengan sebuah anak panah beracun yang dilancarkan oleh lasykar biadab yang mengoyak pipi si bayi malang hingga ke tangan ayahnya. Akhirnya, ketika jiwa sang bayi melayang, Imam Hasan berseru kepada Allah Swt: "Wahai Tuhan! HusainMu telah mempersembahkan di jalan-Mu apa saja yang Engkau berikan kepadanya. Berkati Husain-Mu Ya Allah! Dengan penerimaan atas pengorbanan ini. Segala yang dapat dilakukan oleh Husain hingga kini melalui pertolongan-Mu dan atas rahmat-Mu." Akhirnya Imam Husain maju ke medan laga dan gugur, musuh-musuh yang tak mengenal belas-kasih. Lasykar Yazid setelah membunuh Imam Husain, memenggal kepala Imam Husain dari raganya dan mengangkatnya di atas tombak. Kepala Imam Husain mulai memuji Allah Swt dari atas tombak, Allahu Akbar. Segala kekuasan di tangan Allah."
Setelah dengan susah-payah, tanpa belas-kasih dan dengan kebrutalan membantai Imam Husain beserta sahabat-sahabatnya, wanita-wanita dan anak-anak malang dengan putra Imam Husain As, Imam 'Ali Zainal Abidin digiring sebagai tawanan.

Beberapa Hadis Nabi Saw ihwal Imam Husain As
  1. Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di Surga
  2. Husain dariku dan Aku dari Husain, Allah menjadikan teman orang yang menjadikan Husain sebagai temannya dan memusuhi orang yang menjadikan Husain sebagai musuhnya.
  3. Barang siapa yang ingin melihat orang yang hidup di dunia namun kemuliaannya dihormati oleh para penghuni langit, lihatlah putraku Husain.
  4. Wahai putraku! Dagingmu adalah dagingku dan darahmu adalah darahku; Engkau adalah seorang pemimpin, putra seorang pemimpin dan saudara seorang pemimpin; engkau adalah seorang penuntun ruhani; engkau adalah seorang Imam, putra seorang Imam, dan saudara seorang Imam; Engkau adalah bapak bagi sembilan Imam, dan yang kesembilan adalah Qaim.
  5. Hukuman yang dikenakan kepada pembunuh Imam Husain di Jahannam kelak setimpal dengan setengah dari seluruh hukuman yang dikenakan kepada seluruh pendosa yang hidup di dunia.
  6. Ketika Nabi Saw mengabarkan Hadrat Fatimah ihwal syahidnya putranya, Hadrat Fatimah As mengucurkan air mata dan bertanya: "Duhai Ayah! Bilamanakah putraku akan disyahidkan? "Dalam keadaan susah-payah, Jawab Nabi Saw, "Ketika Aku, engkau dan 'Ali sudah tidak ada lagi." Jawaban Nabi ini membuat kesedihan Hadrat Fatimah semakin tumpah dan bertanya lagi, "Duhai Ayahku! Lalu, siapakah yang akan memperingati syahdah Husainku? Nabi Saw berkata: "Pria dan wanita dari pengikutku, yang menjadi sahabat Ahlulbaitku, akan menangisi Husain dan memperingati syahadahnya di setiap tahun pada setiap kurun waktu.

Ibn Sa'd meriwayatkan dari asy-Sya'bi:
Imam 'Ali, dalam perjalanannya menuju Siffin, melalui sahara Karbala, di sana ia berhenti dan menangis dengan pilu. Ketika ditanya mengapa dia menangis sedemikian pilu, ia bercerita bahwa suatu hari ia mengunjungi Rasulullah Saw dan mendapatkan ia menangis. Ketika ditanya mengapa ia menangis, ia menjawab: "Duhai 'Ali! Jibril baru saja bersamaku dan mengabarkan bahwa putraku Husain akan disyahidkan di Karbala, sebuah tempat di tepi sungai Eufrat. Cerita Nabi ini yang membuatku menangis.

Anas bin Harits meriwayatkan:
Pada suatu hari Rasulullah Saw naik mimbar untuk menyampapaikan khutbah kepada sahabat-sahabatnya sementara Imam Husain dan Imam Hasan sedang duduk di hadapan mereka. ketika Nabi selesai menyampaikan khutbahnya, ia menggendong Imam Husain dengan tangan kiri ia dan mengangkat kepalanya ke arah langit sembari berkata: "Wahai Tuhanku! Aku adalah Muhammad, hamba dan rasulMu, dan kedua anak ini adalah anggota keluargaku yang akan membentengi urusanku setelahku.  Tuhanku! Jibril telah mengabarkan bahwa putraku Husain akan dibunuh. Tuhanku! Berkati diriku agar dapat membalas syahidnya Husain, jadikanlah dia sebagai pemimpin para syuhada, Engkau sebagai penolongnya dan penjaganya dan jangan Engkau rahmati pembunuhnya."

Sir Muhammad Iqbal berkata:
Imam Husain mencabut akar-akar despotisme selamanya hingga hari kiamat. Dia telah menyirami taman kebebasan yang kering dengan darahnya, dan sesungguhnya dia telah membangunkan umat yang sedang tidur.
Jika Imam Husain memiliki maksud untuk mendapatkan kekuasaan dunia, dia tidak akan mengadakan perjalanan (dari Madinah ke Karbala). Husain lebur dalam darah dan debu demi untuk menegakkan kebenaran. Dengan demikian, sesungguhnya dia telah menjadi landasan kokoh bagi keimanan kaum muslim; laa ilaha illa Allah (Tiada tuhan selain Allah).

Khawaja Mu'inuddin Cyisti berkata:
Ia memberikan kepalanya, tapi tidak menyerahkan tangannya kepada Yazid. Sesungguhnya, Imam Husain adalah landasan kalimat tauhid, laa ilaha illa Allah. Husain adalah tuan dan tuan dari para tuan-tuan.
Husain sendiri adalah Islam dan pelindung Islam. Meskipun dia menyerahkan kepalanya (untuk Islam) namun dia tidak pernah rela memberikan bai'at kepada Yazid. Sesungguhnya Imam Husain merupakan penegak panji "Laa ilaha illa Allah".

Brown dalam A Literary History of Persia menulis:
            Sebagai sebuah pengenang, darah-ternoda di padang Karbala tempat cucu Rasulullah Saw jatuh tersungkur, didera oleh dahaga, dan dikelilingi oleh jasad-jasad keluarganya yang terbunuh, senantiasa memadai untuk dikenang kembali, bahkan yang paling hangat-suam dan acuh-tak-acuh sekalipun, emosi yang terdalam, nestapa yang getir, dan ruh yang terbang di hadapan luka, bahaya, dan kematian bersembunyi dari hal-hal remeh. Setiap tahun, pada hari kesepuluh Muharram (Asyura), tragedi getir ini diperagakan kembali di tanah Persia, India, Turki, Mesir, di mana saja komunitas Syiah hidup;...ketika aku menulisnya segalanya kembali; lagu sendu, sedu-sedan, pakaian putih bernoda darah dari luka-luka yang dibuat sendiri, mabuk nestapa dan simpati.

Allamah Thabathaba'i menulis:
Imam Husain As (Sayyidus Syuhada)), putra kedua 'Ali dan Fatimah As lahir pada tahun ke-4 Hijriah, dan setelah syahadah saudaranya Imam Hasan Mujtaba. Imam Hasan menjadi Imam sesuai dengan perintah Allah Swt dan wasiat saudaranya. Imam Husain adalah Imam selama sepuluh tahun, akan tetapi pada enam bulang terakhir bertepatan dengan khalifah Mu'awiyah. Imam Husain hidup di bawah keadaan teror dan tertindas. Keadaan ini terjadi karena, pertama, hukum syar'i dan dustur agama telah kehilangan kredibilitas dan bobotnya, maklumat pemerintahan Mu'awiyah telah meraih kekuasaan dan wewenang. Kedua, Mu'awiyah dan antek-anteknya telah menggunakan berbagai macam cara untuk menyingkirkan dan menjauhkan Ahlulbait Nabi As dan Syiah, dan menjelek-jelekkan nama Imam 'Ali dan keluarganya. Dan di atas segalanya, Mu'awiyah menghendaki semua ini untuk menguatkan landasan khilâfah putranya, Yazid, karena kurangnya prinsip-prinsip dan ketelitian ditentang oleh sebagian besar oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, untuk memadamkan api perlawanan, Mu'awiyah telah mengambil langkah-langkah strategis dan licik. Dengan kekuataan dan kepastian Imam Husain harus menerima dan menjalani hari-harinya dengan agoni (luka) dan deraan mental-spritual dari Mu'awiyah dan antek-anteknya – sampai pada pertengahan 60 H, Mu'awiyah wafat dan putranya Yazid naik tahta menggantikannya.
Memberikan bai'at merupakan kebiasaan arab kuno yang dilaksanakan dalam urusan-urusan penting seperti dalam urusan kerajaan (kingship) dan pemerintahan (governorship).  Mereka yang berkuasa dan khususnya yang terkenal di kalangan mereka, akan memberikan tangan mereka sebagai tanda bai'at, persetujuan dan ketaatan kepada raja atau pangeran mereka dan cara seperti ini menunjukkan dukungan mereka terhadap perbuatan orang yang dibai'at. Penolakan terhadap bai'at ini dianggap menghina dan merendahkan masyarakat dan, ibarat melanggar perjanjian setelah menandatanganinya secara resmi, dan hal ini dipandang sebagai sebuah kejahatan.
Mengambil contoh dari Nabi Saw, masyarakat meyakini bahwa bai'at, ketika diberikan dengan bebas dan tanpa melalui paksaan, pertanda bai'at ini memiliki keabsahan dan bobot.
Mu'wiyah telah meminta para pembesar di kalangan masyarakat untuk memberikan bai'atnya kepada Yazid, tapi tidak meminta kepada Imam Husain. Dia secara khusus berkata kepada Yazid dalam wasiat terakhirnya bahwa jika Husain menolak untuk memberikan bai'at maka ia harus berdiam diri dan tidak mengindahkan masalah ini, karena dia sangat mengerti akibat-akibat serius yang akan terjadi jika masalah ini ditekan. Akan tetapi karena rasa egois dan keras-kepala, Yazid mengabaikan nasihat ayahnya dan segera setelah kematian ayahnya memerintahkan kepada gubernur Madinah mengambil bai'at dari Imam Husain secara paksa atau mengirim kepalanya ke Damaskus.
Setelah gubernur Madinah memberikan kabar kepada Imam Husain tentang tuntutan Yazid ini, Imam meminta waktu untuk memikirkan masalah ini dan memulai perjalanan beserta keluarganya menuju Makkah. Imam Husain mencari suaka di bawah lindungan Tuhan yang dalam Islam merupakan perlindungan dan tempat aman yang resmi.  Peristiwa ini berlangsung pada akhir bulan Rajab dan permulaan Sya'ban tahun 60 H.
Selama hampir empat bulan Imam Husain bermukim di Makkah sebagai orang yang mencari suaka. Kabar ini menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam. Di satu sisi, banyak orang-orang yang telah muak dengan pemerintahan zalim Mu'awiyah dan semakin kecewa ketika Yazid menjadi khalifah, berhubungan dengan Imam Husain dan menyampaikan rasa simpati mereka kepada Imam Husain. Di sisi lain, banjir surat yang berdatangan, khususnya dari Irak dan Kufah, mengundang Imam Husain untuk datang ke Irak dan menerima kepemimpinan masyarakat di sana dengan maksud untuk memulai pemberontakan melawan kezaliman dan ketidakadilan. Secara tabiat, keadaan seperti ini sangat berbahaya bagi Yazid.
Imam Husain bermukim di Makkah hingga musim haji ketika kaum Muslimin dari seantero dunia datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Imam mendapatkan beberapa antek-antek Yazid memasuki Makkah menyamar sebagai penziarah (haji) dengan misi untuk membunuh Imam selama ritual haji berlangsung dengan senjata yang mereka bawah di balik pakaian ihram mereka.
Imam mempersingkat masa ritual hajinya dan memutuskan untuk meninggalkan Mekkah. Di tengah lautan manusia yang berziarah, Imam Husain berdiri menyampaikan pidato singkat yang berisikan bahwa ia akan bertolak menuju Irak. Dalam pidato singkat ini, ia juga menyatakan bahwa ia akan disyahidkan dan meminta kaum Muslimin untuk menolong untuk mencapai tujuan yang telah ia canangkan dan mempersembahkan hidup mereka di jalan Allah. Pada hari berikutnya Imam Husain bertolak menuju Irak ditemani oleh keluarga dan para sahabatnya.
Tekad Imam Husain untuk tidak memberikan bai'at kepada Yazid sudah bulat dan mengerti akibat dari penolakan ini. Ia sadar bahwa kematian tidak dapat dihindari dalam berhadapan dengan lasykar raksasa Mu'awiyah, dengan didukung oleh keadaan yang telah rusak, kemerosotan ruhani dan kurangnya tekad dari orang-orang, khususnya di Irak.
 Beberapa orang-orang terkemuka di Makkah berdiri menghadang jalan Imam Husain dan memperingatkan akan bahaya jalan yang ia pilih. Namun Imam Husain menjawab bahwa ia menolak untuk memberikan bai'at dan persetujuan kepada sebuah pemerintahan zalim dan tiranik. Imam Husain menambahkan bahwa di mana pun dan ke manapun ia berada atau pergi ia akan tetap dibunuh. Ia meninggalkan Mekkah demi menjaga kehormatan Ka'bah dan tidak rela bangunan kudus ini dihancurkan dengan menumpahkan darahnya di sekitar Ka'bah.
Dalam perjalanannya menuju Kufah dan beberapa hari perjalanannya menjauh dari kota Makkah, ia menerima kabar bahwa antek-antek Yazid telah membunuh duta Imam Husain di kota itu dan juga salah seorang pendukung setia Imam di Kufah. Kaki-kaki mereka dibelenggu dan mereka diseret di jalan-jalan kota. Kota dan daerah-daerah sekelilingnya berada di bawah pengawasan ekstra-ketat dan lasykar musuh yang tak-berbilang jumlahnya sedang menantikannya. Tidak ada jalan terbuka baginya untuk melangkah ke depan dan menghadapi sang maut. Di sini Imam menyampaikan tekadnya yang bulat untuk tetap maju ke depan dan siap menerima syahid; sehingga Imam Husain melanjutkan perjalanannya.
Kurang-lebih tujuh puluh kilometer dari Kufah di sebuah padang bernama Karbala, Imam dan kafilahnya dikepung oleh pasukan tempur Yazid. Selama delapan hari mereka mendirikan tenda di tempat ini sementara jumlah pasukan musuh semakin bertambah. Akhirnya, Imam bersama Ahlulbaitnya dan beberapa orang sahabat dikelilingi oleh tiga puluh ribu pasukan bersenjata lengkap. Selama masa-masa itu, Imam membentengi posisinya dan membuat sebuah pilihan terakhir kepada para sahabatnya. Pada malam harinya, Imam memanggil para sahabatnya dan memberikan sebuah pidato singkat yang berisikan peringatan bahwa tiada jalan lain di hadapan kita selain mati dan syahadah. Imam menambahkan bahwa karena musuh hanya menghendaki dirinya saja, Imam memberikan kebebasan kepada mereka untuk pergi dan kabur di tengah kegelapan malam dan menyelamatkan jiwa mereka. Lalu ia memerintahkan lentera-lentara untuk dinyalakan dan hampir seluruh sahabatnya, yang bergabung bersama Imam demi kepentingan mereka sendiri, kabur. Hanya beberapa orang yang mencintai kebenaran sekitar empat puluh pengikut setia Imam dan beberapa orang Bani Hasyim bertahan bersama Imam.
Sekali lagi Imam mengumpulkan mereka yang bertahan dan menguji mereka. Ia menyampaikan kepada para sahabatnya dan kerabatnya, bahwa musuh hanya menghendaki dirinya saja. Mereka masih punya kesempatan dengan memanfaatkan kegelapan malam untuk kabur menyelematkan diri mereka dari bahaya yang siap menerjang. Tapi kali ini, sahabat-sahabat setia Imam menjawab bahwa mereka tidak akan menyimpangkan jalan sedetik pun dari jalan kebenaran yang telah ditunjukkan oleh Imam mereka dan tidak akan membiarkan Imam tinggal sendiri. Mereka berkata akan membela Ahlulbait Imam hingga tetes darah penghabisan dan sepanjang mereka mampu mengayunkan pedang mereka.
Pada hari kesembilan Muharram tantangan terakhir untuk memilih antara "bai'at atau perang" yang dibuat oleh musuh kepada Imam. Imam meminta jeda untuk melakukan shalat pada malam itu dan supaya lebih tegar dan segar untuk memasuki medan tempur pada hari berikutnya.
Pada hari kesepuluh Muharram tahun 61 H (680) Imam berbaris di hadapan musuh dengan pengikutnya yang berjumlah kecil, kurang lebih sembilan puluh orang yang berisikan empat puluh sahabatnya, tiga puluh lasykar musuh yang bergabung dengannya siang dan malam peperangan, dan kerabatnya dari Bani Hasyim, anak-anak, saudara-saudaranya, kemenakannya dan saudara sepupunya. Hari itu mereka bertempur dengan gagah berani sejak pagi hingga nafas terakhir, Imam dan pemuda Bani Hasyim, serta para sahabat-sahabatnya telah melewati titian syahadah. Di antara yang terbunuh adalah dua putra Imam Hasan, yang berusia tiga belas dan sebelas tahun; seorang bocah berusia lima tahun dan bayi Imam Husain yang masih dalam susuan ibunya.
Lasykar tempur musuh, setelah mengakhiri perang, merampas kehormatan Imam dan membakar tenda-tenda. Mereka memenggal kepala jasad-jasad para syuhada, menelanjangi mereka dan melemparnya ke tanah tanpa dikubur. Lalu mereka menggiring Ahlulbait Imam Husain, yang terdiri dari wanita-wanita dan gadis-gadis, bersama dengan kepala para syuhada ke Kufah. Di antara para tawanan terdiri dari tiga pria Ahlulbait Imam; putra Imam yang berusia dua puluh dua tahun yang sakit dan tidak dapat bergerak, namanya, 'Ali bin Husain, Imam Keempat; putra 'Ali bin Husain, Imam kelima, Muhamamad bin 'Ali dan akhirnya Hasan al-Mutsanna, putra Imam Hasan Mujtaba yang juga merupakan anak-mantu Imam Husain yang karena terluka, terbaring di antara jasad orang-orang yang gugur.  Mereka menemukannya dalam keadaan sekarat dan melalui belas-kasih jendral perang lasykar kepalanya tidak dipenggal. Sebaliknya, mereka membawanya bersama dengan para tawanan ke Kufah dan dari Kufah menuju Damaskus untuk dihadapkan kepada Yazid.
Tragedi Karbala, wanita-wanita dan anak-anak Ahlulbait Nabi Saw menjadi tawanan perang, mereka  diseret sebagai tawanan perang dari kota ke kota dan pidato yang disampaikan oleh Zainab binti 'Ali, dan Imam 'Ali Zainal Abidin yang telah membuat citra Bani Umayyah menjadi ambruk. Fitnah yang dipropagandakan oleh Mu'awiyyah yang menghantam Ahlulbait Nabi Saw terbongkar. Keadaan ini mencapai puncaknya Yazid dicela dan dicaci oleh massa akibat perbuatan biadab dan keji antek-anteknya. Tragedi Karbala merupakan faktor utama kejatuhan kekuasaan Bani Umayyah walaupun beberapa lama setelah tragedi ini. Tragedi ini juga yang telah memperkuat posisi Syiah. Di antara buah tragedi ini adalah pemberontakan dan pembangkangan berupa pertempuran berdarah yang berlanjut hingga dua belas tahun. Mereka yang menjadi alat untuk membunuh Imam Husain tidak satu pun yang selamat dari balas-dendam dan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Setiap orang yang mengkaji sejarah hidup Imam Husain dan Yazid serta keadaan ketika itu, kemudian menganalisa bagian ini dalam sejarah Islam, tidak akan ragu bahwa dalam keadaan-keadaan seperti itu tidak memberikan pilihan lain kepada Imam Husain melainkan harus dibunuh. Menyampaikan bai'at kepada Yazid berarti penghinaan terang-terangan terhadap Islam, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh Imam. Yazid tidak hanya tidak menaruh hormat terhadap Islam tetapi juga membuat demonstrasi yang menginjak-injak hukum-hukum dan fondasi Islam.
Orang-orang di depannya, bahkan jika mereka menentang ajaran-ajaran agama, selalu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, dan sekurang-kurangya menaruh hormat terhadap Islam secara resmi.
Mereka menaruh rasa bangga sebagai sahabat-sahabat Nabi Saw dan agamawan yang diyakini oleh umat. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa klaim beberapa mufassir tentang peristiwa ini yang menyoroti tentang dua saudara, Hasan dan Husain, memiliki dua selera yang berbeda. Yang pertama cinta damai dan yang lainnya cinta jalan perang. Sehingga saudara yang pertama membuat perdamaian dengan Mu'awiyah meskipun dia memiliki lasykar yang berkekuatan empat puluh ribu anggota pasukan dan saudara yang kedua mengangkat senjata melawan Yazid dengan lasykar berjumlah empat puluh orang. Karena kita melihat bahwa Imam Husain ini, yang menolak untuk memberikan bai'at kepada Yazid selama sehari, hidup selama sepuluh tahun di bawah kekuasaan Mu'awiyah, adalah sama dengan saudaranya yang juga menjalani masa sepuluh tahun di bawah kekuasaan Mu'awiyah tanpa melakukan perlawanan.
Harus dikatakan dengan benar bahwa jika Imam Hasan atau Imam Husain harus bertempur melawan Mu'awiyah mereka akan dibunuh tanpa sedikitpun manfaat bagi Islam. Kematian mereka tidak akan memiliki pengaruh di hadapan kebijakan saleh lahiriyah Mu'awiyah, seorang politisi yang berkompeten yang menekankan persahabatannya dengan Nabi Saw, "kâtibul wahy" (penulis wahyu) dan "khali al-Mu'minin" (paman orang-orang beriman) dan menggunakan setiap strategi yang mungkin seperti penyamaran religious untuk mejaga kekuasaannya. Terlebih, dengan kemampuannya menata skenario untuk  mencapai kehendaknya mereka dapat membunuh keduanya melalui orang-orang suruhannya dan kemudian mengumumkan duka nasional pada pagi harinya dan menuntut balas atas darah mereka,  persis sebagaimana ia kesankan menuntut balas atas darah khalifah ketiga. (Shi'te Islam).











Mutiara Hadis Imam Husain As


v   Berhati-hatilah  atas permintaan maaf kalian; karena seorang mukmin sejati tidak melakukan perbuatan dosa dan tidak perlu untuk meminta maaf, sementara kaum munafik melakukan dosa setiap hari dan meminta maaf setiap hari.
v   Ketika orang lain datang kepadamu menyatakan memiliki hajat, anggaplah hal ini adalah anugerah dari Allah. Jangan engkau ragu atas anugerah ini, atau dia akan beranjak kepada orang lain.
v   Pengalaman memperkaya akal.[]
































Manusia Suci Keenam


Imam Ali Zainal Abidin As
















































Manusia Suci Keenam
Imam Keempat
Imam 'Ali Zainal Abidin As

Nama                     : 'Ali
Gelar                     : Zainal Abidin
Panggilan               : Abu Muhammad
Nama Ayah           : Husain bin 'Ali
Nama Ibu              : Syarh Banu, putri Yazdeger III, Raja Persia
Wiladah                  : Sabtu, 15 Jumadil 'Ula 36 H.
Syahadah                : Pada usia 58 tahun, di Madinah; diracun oleh al-Walid bin 'Abdil Malik bin Marwan pada tanggal 25 Muharram 95 H
Haram                    : Jannatul Baqi, Madinah

Imam 'Ali Zainal 'Abidin merupakan Imam Keempat. Panggilan Imam 'Ali Zainal Abidin adalah Abu Muhammad dan masyhurnya dikenal sebagai "Zainal 'Abidin". Ibu Imam Keempat ini adalah seorang putri bangsawan, Syarh Banu, putri Raja Persia, Penguasa terakhir Bangsa Persia pra-Islam.
Imam Zainal 'Abidin meluangkan dua tahun pertama masa kecilnya di pangkuan datuknya 'Ali bin Abi Thalib dan kemudian selama dua belas tahun di bawah perlindungan pamandanya, Imam Kedua, Imam Hasan bin 'Ali. Pada tahun 61 H, dia turut hadir di Karbala, pada saat tragedi memilukan yang menimpa ayahandanya, pamannya, saudaranya, saudara sepupunya, dan komrad setia ayahnya; dan menderita penawanan dan penahanan tanpa belas-kasih di tangan kekuatan setan lasykar Yazid.
Ketika Imam Husain datang untuk terakhir kalinya ke tendanya untuk menyampaikan ucapan selamat tinggal kepada keluarganya, 'Ali Zainal 'Abidin sedang berbaring setengah-sadar di dalam selimutnya dan karena sakit ini, ia selamat dari tragedi nestapa Karbala. Imam Husain hanya dapat berbicara singkat dengan kerabatnya di dalam tenda Imam 'Ali Zainal Abidin dan menunjuk putranya yang sakit itu sebagai Imam setelahnya.
Pengetahuan dan ketakwaan Imam Suci ini tidak ada bandingannya. Az-Zuhri, al-Waqidi dan Ibn 'Uyainah berkata bahwa mereka tidak dapat menemukan seorang pun yang serupa dengan Imam dalam ketakwaan dan ibadah. Dia sangat sibuk dengan Allah sehingga bilamana ia duduk untuk mengambil air wudu', raut wajahnya menjadi pias dan ketika berdiri untuk menegakkan shalat, badannya bergetar. Ketika ditanya mengapa, dia menjawab "Belumkah engkau ketahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan dengan siapa aku bercengkerama?"
Bahkan pada hari duka "Asyura", ketika lasykar Yazid membunuh ayahnya, kerabatnya dan komradnya dan membakar tenda-tenda, Imam Suci ini sedang tenggelam dalam munajat kepada Allah Swt.
Tatkala kekuatan brutal lasykar Yazid mengambil wanita-wanita dan anak-anak sebagai tawanan, mengikatnya dengan rantai, mendudukkan mereka di atas pundak unta-unta tanpa pelana, terikat dengan rantai; Imam Suci ini, meskipun sakit, dibelenggu dengan rantai berat dengan kalung besi di lehernya dan kakinya, dan dipaksa untuk berjalan telanjang kaki di atas duri sahara dari Karbala hingga Kufah dan lanjut ke Damaskus; dan dalam keadaan seperti ini, jiwa Ilahi ini tidak pernah sedetik pun alpa dari beribadah kepada Allah Swt dan senantiasa bersyukur dan bermunajat kepada-Nya.
Amal-salehnya tidak pernah terduga dan sembunyi-sembunyi. Setelah syahidnya, orang-orang berkata bahwa sedekah-jariah yang sembunyi-sembunyi itu terhenti seiring dengan perginya Imam. Laksana datuknya 'Ali bin Abi Thalib, 'Ali Zainal 'Abidin senantiasa memikul sekantung gandum dan roti di pundaknya yang diberikan kepada kaum miskin dan keluarga-keluarga yang membutuhkan di Madinah dan dia memelihara ratusan keluarga miskin di kota tersebut.
Imam Zainal 'Abidin bersama dengan Ahlulbait melalui masa-masa kritis dan berbahaya, karena agresi dan kekejian penguasa zalim telah mencapai klimaksnya. Perampasan, penjarahan, perampokan dan pembunuhan sering terjadi di mana-mana. Ajaran-ajaran suci Islam lebih diamalkan di dada-dada mereka. Seorang tiran bengis Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi mengecam setiap orang yang menganjurkan dan memberikan bai'at kepada Ahlulbait; dan mereka yang tertangkap, dibunuh secara kejam. Gerakan Imam sangat dibatasi dan dilarang untuk berjumpa dengan siapa saja. Mata-mata Hajjaj dipasang di berbagai penjuru kota untuk melacak para pengikut Ahlulbait. Mereka menggeledah para pengikut Ahlulbait di setiap rumah dan keluarga dengan sangat teliti.
Imam Zainal 'Abidin tidak diberikan waktu untuk mengerjakan ibadah dengan tenang, juga tidak diberikan waktu untuk menyampaikan khutbah. Oleh karena itu, Khalifah Tuhan ini menggunakan jalan alternatif yang terbukti sangat bermanfaat bagi para pengikutnya. Jalan alternatif ini berupa munajat dan doa sehari-hari dalam upaya dan usaha untuk taqarrub kepada Allah Swt.
Kumpulan doa yang penuh nilai dari Imam Zainal 'Abidin dikenal sebagai as-Sahifah al-Kamilah atau as-Sahifah as-Sajjadiyah; dikenal juga sebagai az-Zabur Muhammad. Kumpulan doa ini merupakan khazanah tak-ternilai doa kepada Tuhan dalam bahasa yang indah dan memukau. Hanya orang-orang yang pernah menjumpai doa-doa ini yang tahu keunggulan dan pengaruh baik doa dari doa-doa dan munajat ini. Melalui doa-doa ini, Imam memberikan tuntunan penting bagi orang-orang Mukmin dalam masa pengasingannya.
Pada tanggal 25 Muharram 95 H ketika dia berada di Madinah, al-Walid bin Abdil Malik bin Marwan, penguasa zalim ini melalui orang suruhannya meracun Imam, sehingga Imam syahid akibat racun ini.  Ritus penguburan Imam Suci ini dilakukan oleh putranya yang merupakan Imam Kelima, Muhammad al-Baqir dan jasadnya dikebumikan di pemakaman Jannatul Baqi di Madinah.

Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Sajjad ('Ali bin Husain digelari dengan Zainal Abidin dan Sajjad) merupakan putra dari Imam Ketiga dan istrinya, adalah ratu di antara wanita-wanita, putri Yazdegerd Raja Iran. Imam Sajjad merupakan satu-satunya putra Imam Husain yang selamat, karena ketiga saudaranya 'Ali Akbar yang berusia dua puluh lima tahun, Ja'far berusia lima tahun, 'Ali Asghar (atau 'Abdullah) yang masih menyusu kepada ibunya mereka semua syahid pada tragedi Karbala. Imam juga menemani ayahnya dalam perjalanan menuju Karbala hingga ayahandanya syahid di tempat naas itu.
Namun lantaran menderita sakit dan tidak mampu untuk mengangkat pedang atau turut serta dalam peperangan, ia tertahan untuk terjun dalam perang suci sehingga mereguk cawan syahadah. Dia dikirim dengan keluarganya ke Damaskus. Setelah menghabiskan waktu sebagai tawanan perang dia dikirim dengan hormat ke Madinah karena Yazid hendak menenangkan opini publik. Tapi untuk yang kedua kalinya, atas perintah khalifah Bani Umayyah, 'Abdul Malik, dia ditangkap dan dikirim dari Madinah ke Damaskus dan kembali lagi ke Madinah.
Imam Keempat, sekembalinya dari Madinah, mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat sama sekali, menutup pintu rumahnya dari orang-orang asing dan menghabiskan waktu untuk beribadah. Dia hanya berhubungan dengan kaum elit Syiah seperti Abu Hamzah ats-Tsumali, Abu Khalid Kabuli dan orang-orang besar lainnya. Dari orang-orang elit Syiah ini menyebarkan ilmu-ilmu agama yang mereka dapatkan dari Imam kepada Syiahnya. Dengan cara seperti ini, ajaran Syiah menyebar dengan baik dan menunjukkan hasilnya pada masa Imam Kelima. Di antara karya-karya Imam Keempat adalah sebuah buku yang disebut sebagai Sahifah Sajjadiyah. Kitab doa ini terdiri dari lima puluh tujuh doa ihwal ilmu Tauhid dan dikenal sebagai "Kitab Zabur Ahlulbait Nabi Saw."
Imam Keempat syahid (menurut beberapa hadis-hadis Syiah diracun oleh al-Walid bin Abdil Malik bin Marwan melalui anjuran Khalifah Umayyah, Hisyam pada tahun 95 H/712 M setelah menjalani masa Imâmah selama tiga puluh lima tahun.














Mutiara Hadis Imam Sajjad:

v  Cegahlah diri kalian dari berdusta dalam segala hal, kecil atau besar, dalam keadaan serius atau bercanda. Karena ketika seseorang berdusta dalam hal-hal sepele, segera dia akan berdusta dalam hal-hal besar.
v  Seseorang tidak perlu takut kepada Allah kecuali karena dosa-dosanya, dan seharusnya menempatkan harapannya hanya kepada Tuhannya. Ketika tidak mengetahui, seseorang seharusnya tidak merasa malu untuk belajar tentangnya. Dan sifat sabar adalah meyakini terhadap apa yang utama bagi raga; seseorang yang tidak memiliki sifat sabar pertanda lemahnya iman.[]

































Manusia Suci Ketujuh


Imam Muhammad al-Baqir As














































Manusia Suci Ketujuh
Imam Kelima
Imam Muhammad al-Baqir As

Nama                     : Muhammad
Gelar                     : al-Baqir
Panggilan               : Abu Ja'far
Nama Ayah           : 'Ali Zain al-'Abidin
Nama Ibu              : Fatimah binti al-Hasan, dikenal sebagai Ummu 'Abdillah
Wiladah                  : Madinah, Selasa, 1 Rajab 57 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 57 tahun, di Madinah, Ahad, 7 Dzulhijjah 114 H; diracun oleh Hisyam bin Abdul Malik
Haram                    : Jannatul Baqi, Madinah

Imam Muhammad al-Baqir adalah Imam Kelima. Panggilannya adalah Abu Ja'far dan ia terkenal dengan gelar "al-Bâqir". Ibunya adalah putri Imam Hasan. Oleh karena itu, ia merupakan satu-satunya Imam yang berhubungan dengan Hadrat Fatimah az-Zahra dari pihak ayah dan pihak ibu.
Imam Muhammad al-Baqir dibesarkan dalam pangkuan datuknya Imam Husain, selama tiga tahun. Selama tiga puluh tiga tahun di bawah pengawasan kasih ayahandanya Imam 'Ali Zainal 'Abidin.
Imam Suci ini turut serta dalam tragedi Karbala, saat tragis pembunuhan berdarah datuknya Imam Husain dan para sahabatnya. Dia juga menderita dengan ayahandanya dan wanita-wanita Ahlulbait Nabi As yang mendapatkan perlakuan kejam dan penawanan di tangan kekuatan lasykar setan di bawah komando Yazid bin Mu'awiyah. Setelah tragedi Karbala, Imam melalui masa hidupnya dengan damai di Madinah, beribadah kepada Allah dan menuntun orang-orang ke jalan yang benar.
Kejatuhan Dinasti Bani Umayyah bermula sejak masa pemerintahan Yazid bin Mu'awiyah, yang telah membantai Imam Husain. Yazid sendiri telah sepenuhnya menyadari akibat-akibat buruk dari perbuatannya bahkan sejak masa pemerintahannya yang singkat. Putranya Mu'awiyah Kedua (dikenal sebagai Mu'awiyah ats-Tsani) menolak untuk menerima khilâfah, dia berkata:
Aku tidak dapat menerima mahkota yang telah dibangun dengan dasar penindasan dan kezaliman.
Ibn Hajar al-Haitami, seorang ulama Sunni yang terkenal berkata: "Imam Muhammad al-Baqir telah menyingkap rahasia-rahasia ilmu pengetahuan, hikmah dan menyibak prinsip-prinsip spiritual dan bimbingan agama. Tidak ada yang dapat mengingkari keunggulan pribadinya, ilmu yang diberikan Tuhan kepadanya, hikmah Ilahiyahnya dan kewajiban serta baktinya dalam menyebarkan ilmu. Dia merupakan seorang pemimpin spiritual yang agung dan suci dan atas kemuliaan ini dia digelari dengan "al-Baqir" yang berarti "Penyingkap Tirai Ilmu". Ia adalah seorang yang pemurah, pribadi tanpa-noda, berjiwa kudus dan mulia, dia mencurahkan segala waktunya untuk tunduk kepada Allah (dan dalam menyampaikan ajaran-ajaran suci Nabi Saw dan Ahlulbaitnya As). Berada di luar kekuatan manusia untuk mengukur kedalaman ilmu pengetahuan dan bimbingan yang ditinggalkan oleh Imam di hati kaum Mukmin. Hadis-hadis tentang takwa, zuhud, ilmu, hikmah, dan amal serta tunduk taslim kepada Allah Swt sedemikian banyaknya sehingga buku ini tidak memadai untuk menceritakan keutamaannya." (as-Sawâiqul Muhriqah, hal. 120).
Imam Baqir berupaya untuk mengumpulkan hadis-hadis dan ajaran-ajaran Nabi Saw dan Ahlulbaitnya dalam bentuk buku-buku. Murid-muridnya menkompilasi buku-buku tersebut dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan seni di bawah perintah dan bimbingannya.
Dalam kepribadian yang suci dan Ilahi, Imam Muhammad Baqir As merupakan sebuah contoh dari Rasulullah Saw dan datuknya, 'Ali bin Abi Thalib. Pelajaran-pelajarannya menciptakan sensasi ruhani di antara kaum Muslimin. Dia tidak hanya ramah kepada musuh-musuhnya tapi juga ia terkadang menasihatkan mereka ke jalan yang benar. Dia mendesak kepada orang-orang untuk menjalani hidup mereka dengan hasil keringat sendiri dan kerja keras.
Imam Baqir As sangat menaruh perhatian terhadap majelis yang memperingati syahadah Imam Husain As. Kumait bin Zaid al-Asadi, salah seorang pujangga masyhur dan tersohor kala itu, biasa membacakan elegi (kidung sedih) untuk Imam Husain pada majlis-majlis duka. Majlis-majlis seperti ini juga sangat dianjurkan oleh Imam Ja'far Shadiq dan Imam 'Ali Ridha', Imam Keenam dan Kedelapan.
Imam Muhammad Baqir melanjutkan ajaran-ajarannya dengan damai hingga tahun 114 H. Pada tanggal 7 Dzulhijjah ketika ia berusia lima puluh tujuh tahun, Hisyam bin 'Abdul Malik bin Marwan, penguasa selanjutnya, mensyahidkannya dengan meracuninya. Upacara shalat jenazah Imam Baqir dilaksanakan oleh putranya Imam Shadiq, Imam Keenam, dan jasadnya dikebumikan di Jannatul Baqi Madinah.

Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Muhammad Baqir (kata baqir bermakna orang yang memotong dan menyingkap, gelar yang diberikan oleh Nabi Saw kepadanya) merupakan putra Imam Keempat dan lahir pada tahun 65 H/ 675 M. Ia hadir pada masa Tragedi Karbala terjadi. Kala itu, Imam Baqir berusia empat tahun. Setelah ayahnya, melalui perintah Ilahi dan keputusan para Imam yang pergi sebelumnya, ia menjadi Imam. Pada tahun 114 H/732 M ia syahid, menurut sumber-sumber Syiah, ia diracun oleh Ibrahim bin Walid bin Abdillah, kemenakan Hisyam, Khalifah Bani Umayyah.
Selama masa Imâmah Imam Kelima, setiap hari pemberontakan dan peperangan di berbagai penjuru dunia Islam terjadi, sebagai hasil dari kezaliman Bani Umayyah. Terlebih, pertikaian yang terjadi di kalangan keluarga Bani Umayyah sendiri menyebabkan Khalifah sibuk dan pada tingkatan tertentu meninggalkan Ahlulbait Nabi As sendiri tanpa kontrol, di mana Imam Keempat merupakan perwujudan dari kesibukan ini yang telah menarik perhatian banyak kaum Muslimin terhadap Imam. Faktor-faktor ini memungkinkan orang-orang dan khususnya Syiah bertambah banyak jumlahnya di Madinah dan mereka hadir dalam pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh Imam Kelima. Kesempatan untuk menyebarkan ajaran Hak tentang Islam dan ilmu Ahlulbait Nabi Saw, yang tidak pernah hadir sebelumnya bagi para Imam sebelumnya, kini hadir di hadapan Imam Kelima. Bukti dari kenyataan ini terhitung  dari hadis dan riwayat yang tak terbilang banyaknya dari Imam Kelima dan ulama-ulama cemerlang Syiah yang terlatih di bawah bimbingan Imam Kelima dalam berbagai disiplin ilmu. Nama-nama ulama ini terdapat dalam buku-buku biografi orang-orang terkenal dalam Islam. (Shite Islam).







Mutiara Hadis Imam Baqir As:

v  Kesempurnaan adalah keunggulan dalam memahami agama, ketabahan dalam kesusahan dan pengaturan dalam urusan-urusan hidup dengan cara yang benar.
v  Seorang alim yang mengambil manfaat dari ilmunya adalah lebih baik dari tujuh puluh ahli ibadah (abid).
v  Tidak mengenal Allah orang yang bermaksiat kepada-Nya.




































































Manusia Suci Kedelapan

Imam Ja'far ash-Shadiq As
















































Manusia Suci Kedelapan
Imam Keenam
Imam Ja'far as-Shadiq As

Nama                     : Ja'far
Gelar                     : as-Shadiq
Panggilan               : Abu 'Abdillah
Nama Ayah           : Muhammad Baqir
Nama Ibu              : Ummu Farwah
Wiladah                  : Madinah, Senin, 17 Rabiul Awwal 83 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 65 tahun, di Madinah, Senin,   25 Syawal 148 H; diracun oleh Mansur Dawaniqi, Khalifah Abbasiyah.
Haram                    : Jannatul Baqi, Madinah

Imam Ja'far Shadiq adalah Imam Keenam dalam hierarki dua belas Imam Maksum. Panggilannya adalah Abu Abdillah dan gelarnya yang masyhur adalah as-Shadiq, al-Fadil dan at-Tahir. Imam Shadiq adalah putra Imam Baqir, Imam Kelima, dan ibunya adalah putri dari Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar.
Imam Ja'far Shadiq dibesarkan oleh datuknya, Imam Zainal Abidin di Madinah selama dua belas tahun dan dilanjutkan oleh lindungan kasih ayahandanya Imam Muhammad Baqir selama sembilan belas tahun.

Imâmah:
Setelah syahadah ayahandanya pada tahun 114 H, Imam Ja'far Shadiq menjadi Imam Keenam menggantikan ayahandanya, dan misi suci Islam dan bimbingan ruhani dilimpahkan ke atas pundaknya dari Rasulullah Saw melalui suksesi para Imam sebelumnya.

Keadaan Politik
Masa Imâmah Imam Shadiq bertepatan dengan masa-masa revolusi dan bersejarah dalam sejarah Islam yang menyaksikan kejatuhan Dinasti Bani Umayyah dan kebangkitan Dinasti Bani Abbasiyah. Perang saudara dan gejolak politik menyebabkan terjadinya perombakan secara cepat dalam pemerintahan. Dengan demikian, Imam Shadiq menyaksikan raja-raja rezim yang berkuasa mulai dari Abdul Malik hingga penguasa Dinasti Bani Umayyah, Marwan al-Himar. Ia masih hidup hingga masa Abul Abbas as-Saffah dan Mansur dari Dinasti Bani Abbasiyah. Karena perebutan kekuasan politik  antara dua kelompok, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah maka gerakan Imam menjadi tidak terkontrol untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan misi-misinya dalam menyampaikan Islam dan menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw.
Pada masa-masa terakhir kekuasan Bani Umayyah, Dinasti mereka berada di ambang kejatuhan. Keadaan kacau-balau dan pemerintahan yang tak-terurus terjadi di seluruh negara-negara Islam. Bani Abbasiyah memanfaatkan kesempatan emas dari ketidakstabilan politik ini. Mereka mengklaim diri mereka sebagai "Penuntut Balas Bani Hasyim". Mereka berprentensi dengan dalih menuntut balas terhadap Bani Umayyah karena telah menumpahkan darah Imam Husain As.
Orang-orang awam yang sudah muak dan kesal dengan kekejaman Bani Umayyah dan secara diam-diam merindukan Ahlulbait Nabi Saw untuk berkuasa. Mereka menyadari bahwa jika kepemimpinan dikuasai oleh Ahlulbait, yang merupakan pewaris sah, wibawa Islam akan bertambah dan misi Nabi Saw yang asli dapat disebarkan. Bagaimanapun, sekelompok Bani Abbasiyah dengan diam-diam mengadakan kampanye untuk merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayyah dengan dalih bahwa mereka merebutnya untuk diserahkan kepada Bani Hasyim. Sebenarnya, mereka sedang berkomplot untuk kepentingan mereka sendiri. Kemudian, orang-orang awam ini terkecoh dengan membantu mereka dan ketika Bani Abbasiyah berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah, mereka berbalik menentang Ahlulbait.

Keadaan Agama
Kejatuhan Bani Umayyah dan kebangkitan Bani Abbasiyah telah membentuk dua plot utama dalam drama sejarah Islam. Masa-masa kacau dan revolusioner ini terjadi ketika ajaran-ajaran moral Islam telah ditinggalkan dan ajaran-ajaran Nabi Saw dilupakan, sebuah keadaan anarki yang merajalela. Di tengah-tengah keadaan kacau seperti ini, Imam Ja'far Shadiq tampil ibarat mercusuar yang menyebarkan cahaya untuk menerangi samudra kegelapan dan gelimang dosa di sekelilingnya. Dunia cenderung terhadap pesona dan keutamaannya. Abu Salamah Khallal juga menawarkan mahkota khalifah kepadanya.
Akan tetapi, Imam melanjutkan tradisi temurun dari moyangnya menolak dengan tegas tawaran ini, dan lebih memilih untuk menyibukkan dirinya dengan penyebaran ilmu dan khidmat terhadap Islam.

Ajaran-ajaran Imam Ja'far As
Kecakapan Imam Ja'far dalam seluruh cabang ilmu pengetahuan diakui oleh seluruh dunia Islam, yang menarik pelajar-pelajar dari berbagai penjuru, dekat dan jauh, datang kepadanya sehingga murid-murid Imam Ja'far mencapai sekitar empat ribu. Para 'ulama dan fuqaha dalam bidang hukum banyak menukil hadis-hadis dari Imam Ja'far Shadiq. Murid-muridnya mengadakan kompilasi ratusan kitab dalam berbagai disiplin ilmu dan sastra. Selain ilmu fiqh, hadis, tafsir, dan sebagainya, Imam juga mengajarkan matematika dan kimia kepada beberapa orang muridnya. Jabir bin Hayyan Tusi, seorang ilmuwan matematika ternama, merupakan salah seorang murid Imam yang dapat mengambil manfaat dari ilmu dan bimbingan Imam dan mampu menulis empat ratus kitab dalam subjek yang beragam.
Kenyataan ini adalah sebuah fakta sejarah yang tidak dapat diingkari kebenarannya sehingga seluruh ulama-ulama besar Islam berhutang budi atas kehadiran Ahlulbait yang merupakan mata-air ilmu dan pelajaran.
Allamah Sibli menulis dalam kitabnya, Sirâtun 'Nu'man: "Abu Hanifah beberapa lama hadir (menuntut ilmu, penj.) di hadapan Imam Ja'far Shadiq, mendapatkan penelitian berharga darinya dalam bidang ilmu fiqh dan hadis. Kedua mazhab – Sunni dan Syiah – meyakini bahwa sumber ilmu Abu Hanifah kebanyakan bersumber dari pergaulannya bersama Imam Ja'far Shadiq."
Imam mempersembahkan seluruh hidupnya semata untuk menyebarkan ajaran agama dan mendakwahkan ajaran-ajaran Nabi Saw dan tidak pernah bermaksud untuk berkuasa. Karena keluasan ilmunya dan kebaikan ajarannya, orang-orang berkumpul di sekelilingnya, memberikan penghormatan dan perhatian kepadanya. Karena takut popularitas Imam Ja'far semakin luas, hasud dan dengki menguasai diri penguasa Abbasiyah Mansur Dawaniqi sehingga memutuskan untuk mengenyahkannya.



Allamah Tabataba'i menulis:
Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam Kelima, lahir pada tahun 83 H/ 702 M. Ia syahid pada tahun 148 H/ 765 M. Menurut sumber-sumber Syiah, diracun melalui intrik Khalifah Abbasiyah Mansur. Setelah syahadah ayahnya, Imam Ja'far menjabat Imam melalui perintah Allah Swt dan keputusan para Imam sebelumnya.
Selama masa Imâmah Imam Keenam, kesempatan dan iklim yang lebih bersahabat datang kepadanya untuk lebih leluasa menyebarkan ajaran-ajaran agama. Kesempatan ini muncul sebagai akibat pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah Islam, khususnya bangkitnya Muswaddah yang menggoyang khalifah Bani Umayyah, perang berdarah terjadi yang akhirnya menuntun kepada kejatuhan dan pengasingan Bani Umayyah. Kesempatan emas ini juga adalah hasil dari pembukaan lahan yang dilakukan oleh Imam Kelima yang telah dipersiapkan sebelumnya selama masa imâmahnya yang mencakup dua puluh tahun melalui tabligh ajaran-ajaran asli Islam dan ilmu Ahlulbait Nabi As.
Imam Shadiq mengambil kesempatan emas ini untuk mendakwahkan ilmu agama hingga akhir masa Imâmahnya, seiring dengan masa-masa akhir kekuasaan Bani Umayyah dan awal kemunculan Bani Abbasiyah. Imam mengajar banyak ulama dalam berbagai bidang disiplin ilmu dan ilmu periwayatan, seperti Zurarah bin A'yan, Muhammad bin Muslim, Mu'minut Taq, Hisyam bin Hakam, Aban bin Taghlib, Hisyam bin Salim, Huraiz, Hisyam Kalbi an-Nassabah dan Jabir bin Hayyan (Ahli Kimia). Bahkan beberapa ulama Sunni ternama seperti: Sufyan ats-Tsauri, Abu Hanifah, pendiri Mazhab Fiqh Hanafi, al-Qadi as-Sukuni, al-Qadi Abul Bakhtari, dan yang lainnya, mendapatkan kehormatan untuk menjadi murid-murid Imam Ja'far. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan tahapan-tahapan instruksinya menghasilkan ribuan ulama hadis dan ilmu-ilmu lainnya. Jumlah hadis-hadis yang bersumber dari Imam Kelima dan Keenam lebih banyak dibandingkan dengan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Saw dan para Imam yang lain.
Akan tetapi, pada akhir hayatnya, Imam dikenai pencekalan secara ketat oleh Khalifah Abbasiyah, Mansur, yang memerintahkan seperti penyiksaan dan pembunuhan berdarah dingin terhadap keturunan Nabi Saw yang merupakan penganut Syiah sehingga perbuatannya melebihi kekejaman dan kebiadaban Bani Umayyah. Atas perintah Mansur, mereka ditangkap secara berkelompok, beberapa dilemparkan ke penjara gelap dan pengap kemudian disiksa hingga mati, sementara yang lainnya dipancung atau dikubur hidup-hidup di bawah tanah atau di antara dinding-dinding bangunan, dan dinding dibangun di atas mereka.
Hisyam, Khalifah Umayyah, memerintahkan agar Imam Keenam ditangkap dan dibawa ke Damaskus. Kemudian, Imam ditangkap oleh Saffah, Khalifah Abbasiyah, dan dibawa ke Irak. Akhirnya, Mansur menangkap Imam dan membawanya ke Samarra di mana Imam disekap, diperlakukan secara kasar dan beberapa kali berusaha untuk membunuh Imam. Kemudian, Imam diperbolehkan untuk kembali ke Madinah di mana Imam menghabiskan sisa-sisa umurnya dalam persembunyian, hingga ia diracun dan syahid melalui intrik licik Mansur.
Setelah mendengar syahadah Imam, Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah yang memerintahkan sang gubernur untuk pergi melayat ke rumah Imam dengan dalih menyampaikan ucapan bela-sungkawa kepada keluarganya, untuk mencari wasiat Imam dan membacakannya. Siapa pun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penggantinya harus dipancung di tempat. Tentu saja, maksud Mansur ini adalah untuk mengakhiri seluruh masalah Imâmah dan hasrat-hasrat Syiah. Ketika gubernur Madinah mengikuti perintah Makmun,  untuk membaca wasiat terakhir, dia melihat bahwa Imam, alih-alih memilih satu orang, ia telah memilih empat orang sebagai pelaksana wasiat terakhirnya; khalifah sendiri, gubernur Madinah, 'Abdullah Aftah, putra sulung Imam, dan Musa, putra bungsu Imam. Dengan cara seperti ini, siasat licik Mansur dapat dipatahkan. (Shiite Islam)

Syahadah
Pada tanggal 25 Syawal 148 H. Imam syahid karena diracun oleh Gubernur Madinah atas perintah Mansur. Shalat jenazah dilakukan oleh putra Imam, Musa Kazhim, Imam Ketujuh, dan jasadnya dikebumikan di pemakaman Jannatul Baqi Madinah.

















Mutiara Hadis Imam Shadiq As

v  Barang siapa yang memiliki lima sifat utama di bawah ini maka dia adalah orang yang terpilih. Pertama, seseorang yang merasa senang ketika melakukan kebaikan. Kedua, orang yang menyesali ketika melakukan perbuatan buruk. Ketiga, orang yang bersyukur ketika menerima anugerah dari Allah Swt. Keempat, orang yang sabar menjalani ujian dari Allah Swt. Kelima, orang yang memaafkan ketika dizalimi. Orang yang dekat kepada Allah Swt; memaafkan orang yang menyalahkannya, bersikap pemurah kepada orang yang mencampakkannya, berbuat baik kepada kerabat yang tidak mengamalkan hak-hak kekerabatannya.
v  Seorang Mukmin sejati tidak melewati batas-batas normal ketika dia dalam keadan marah; tidak melakukan kezaliman demi kepentingan seseorang; tidak mengambil sesuatu melebihi jatahnya, meskipun dia memiliki kekuasaan.[]


























Manusia Suci Kesembilan

Imam Musa al-Kazhim As

















































Manusia Suci Kesembilan
Imam Ketujuh
Imam Musa al-Kazhim As

Nama                     : Musa 
Gelar                     : al-Kazhim      
Panggilan               : Abu Ibrahim
Nama Ayah           : Ja'far Shadiq
Nama Ibu              : Hamidah al-Barbariyah
Wiladah                  : di Abwa (sebuah tempat antara Mekkah dan Madinah) pada hari Ahad, 7 Safar 128 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 55 tahun, di Baghdad, 25 Rajab 183 H; akibat diracun oleh Harun ar Rasyid.
Haram                    : Kazhimiyyah, Baghdad.

Imam Musa Kazhim adalah Imam Ketujuh dari para Imam Maksum. Panggilannya adalah Abul Hasan dan gelarnya yang populer adalah al-Kazhim. Imam Musa al-Kazhim dalam urusan ibadah dan takwa tiada taranya sehingga ia juga digelari dengan "Abdus Salih" (Hamba Allah yang Saleh). Sikap pemurah merupakan persamaan kata dengan namanya dan tidak satu pun pengemis yang menyampaikan hajat kepadanya yang pulang dari pintunya dengan tangan kosong. Bahkan setelah ia tidak ada, ia masih tetap berkewajiban dan bersikap pemurah kepada para pengikutnya yang datang berziarah ke haramnya dengan menunaikan shalat yang secara khusus dianugerahkan oleh Allah Swt. Dengan demikian, salah satu tambahan gelarnya adalah "Babu'l Hawaij" (Gerbang Pemenuh Hajat).


Orang Tua
Imam Musa Kazhim adalah putra dari Imam Ja'far Shadiq, Imam Keenam. Nama ibundanya adalah Hamidah, seorang putri terpandang dari Negeri Barbary.

Masa Kecil
Imam Musa Kazhim melewati dua puluh tahun masa hidupnya di bawah bimbingan kasih ayahandanya. Kegeniusan dan keutamaan yang dimilikinya dipadu dengan bimbingan dan pendidikan yang tercerahkan dari Imam Ja'far Shadiq, menunjukkan pribadi cerlang di masa datang. Dia sangat menguasai ilmu tauhid sejak masa kecilnya.
Allamah Majlisi meriwayatkan bahwa suatu waktu Abu Hanifah kebetulan mampir mendatangi kediaman Imam Ja'far Shadiq untuk menanyakan masalah-masalah agama (masail). Imam Ja'far sedang tidur dan Abu Hanifah tetap menunggu di luar hingga Imam bangun. Sementara itu, Imam Musa Kazhim, yang ketika itu berusia lima tahun keluar dari rumah. Abu Hanifah, setelah menyampaikan salam kepadnya, bertanya:
"Yabna Rasulullah! (wahai putra Rasulullah) Apa pendapatmu tentang amalan-amalan seseorang? Apakah dia melakukannya sendiri atau Allah Swt yang membuat mereka melakukannya?"
"Wahai Abu Hanifah!", jawab bocah lima tahun tersebut, seperti nada kakek-kakeknya, "Perbuatan manusia dibatasi oleh tiga kemungkinan. Pertama, bahwa Allah sendiri yang membuat mereka melakukan perbuatan itu sementara manusia tidak ada daya dan upaya. Kedua, bahwa keduanya antara Allah dan manusia masing-masing memiliki saham atas perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang melakukannya. Kini, jika asumsi pertama benar, nampaknya akan terbukti ketidakadilan Tuhan dalam menghukum makhluknya atas dosa yang dia tidak lakukan. Dan jika asumsi kedua benar, maka Tuhan menjadi zalim jika Dia menghukum hambanya atas kejahatan yang dilakukannya bersama. Akan tetapi kedua asumsi ini tidak dapat dikenakan kepada Tuhan. Oleh karena itu, kini tinggal asumsi yang ketiga bahwa manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas perbuatan yang dia lakukan."

Imâmah
Imam Ja'far Shadiq menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 25 Syawal 148 H., dan secara resmi sejak saat itu, Imam Musa Kazhim menjadi Imam Ketujuh menggantikan ayahnya. Periode Imâmah Imam Musa Kazhim berlangsung selama tiga puluh lima tahun. Pada masa-masa awal Imâmah-nya, Imam Musa Kazhim dapat menjalankan kewajibannya dalam menyampaikan ajaran-ajaran Nabi Saw. Namun, tidak lama berselang, ia menjadi korban dari raja yang berkuasa dan sebagian besar hidup ia dihabiskan di dalam penjara.

Keadaan Politik
Imam Musa Kazhim hidup di dalam masa-masa paling krusial di bawah regim zalim Bani Abbasiyah yang menandai kezaliman dan kekejaman pemerintahannya. Imam semasa dengan Mansur Dawaniqi, Mahdi, Harun ar-Rasyid. Mansur dan Harun ar-Rasyid merupakan raja-raja yang zalim yang membunuh banyak keturunan Nabi Saw. Ribuan syuhada ini dikubur hidup-hidup di dalam sebuah bangunan atau ditempatkan di dalam penjara gelap selama masa hidup mereka. Kedua khalifah ini tidak mengenal belas-kasih atau rasa keadilan dan mereka membunuh dan menyiksa manusia untuk mendapatkan kesenangan. Kedua khalifah ini senang melihat orang menderita.
Imam Musa selamat dari kezaliman Mansur, karena asyik dengan proyeknya membangun kota Baghdad sehingga tidak memiliki waktu untuk mengusik Imam. Pada tahun 157 H kota Baghdad selesai dibangun. Selesainya pembangunan kota ini disusul oleh kematian pembangunnya. Setelah Mansur, putranya al-Mahdi naik tahta. Selama beberapa tahun al-Mahdi ini bersikap acuh-tak-acuh terhadap Imam. Pada tahun 164 H, dia datang ke Madinah dan mendengar tentang ketenaran figur Imam Musa. Dia tidak dapat menahan rasa iri dan dengki melihat keadaan ini. Ketenaran Imam ini membuat rasa benci kakeknya terhadap Ahlulbait menyala kembali.  Dia berencana ingin membawa Imam ke Baghdad bersamanya dan memenjarakan ia di sana. Akan tetapi, setelah setahun, dia menyadari kekeliruannya kemudian dia melepaskan Imam  dari penjara. Pada tahun 170 H., raja yang paling kejam dan bengis, Harun ar-Rasyid muncul sebagai raja Dinasti Abbasiyah. Pada masanya, Imam melalui sebagian besar masa hidupnya di dalam penjara hingga ia diracun.

Keunggulan Akhlak
Berkenaan dengan keunggulan akhlak, Ibnu Hajar al-Haitami berkata: "Karena kesabaran dan ketabahannya sehingga Imam Musa Kazhim digelari dengan al-Kazhim (orang yang menahan amarah). Dia adalah penjelmaan kebaikan dan sikap pengasih. Dia menghabiskan malamnya dengan beribadah kepada Allah Swt dan siangnya dengan berpuasa. Dia senantiasa memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya."
Kebaikan dan sikap pengasihnya terhadap orang-orang membuat dia melindungi, menolong orang-orang miskin dan orang-orang yang dirundung kesusahan di Madinah dan menyediakan mereka uang, makanan, pakaian dan keperluan-keperluan sehari-hari secara sembunyi-sembunyi. Keadaan ini terus berlanjut, namun mereka tidak tahu siapa yang memberikan semua itu hingga setelah Imam tiada.

Prestasi  Ilmu Pengetahuan
Keadaan dan waktu tidak memberikan izin kepada Imam untuk membangun lembaga-lembaga guna menyebarkan ilmu agama kepada para pengikutnya sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya, Imam Ja'far Shadiq dan datuknya, Imam Baqir. Imam Musa tidak pernah diizinkan untuk menyampaikan khutbah kepada khalayak. Ia melaksanakan misi tabligh dan bimbingannya kepada khalayak secara diam-diam.

Syahadah
Pada tahun 179 H, Harun ar-Rasyid mengunjungi Madinah. Rasa dengki dan benci terhadap Ahlulbait membara dalam hatinya ketika dia melihat pengaruh besar dan popularitas Imam di tengah-tengah masyarakat Madinah. Dia memenjarakan Imam dan menyekapnya di Baghdad selama empat tahun. Pada tanggal 25 Rajab 183, Imam syahid akibat racun yang diletakkan oleh orang suruhan Harun ar-Rasyid pada makanannya. Bahkan jasadnya tak terhindar dari penghinaan dan dibawa keluar dari penjara dan ditinggal di Jembatan Baghdad. Namun, para pengikutnya, mengatur dan mengebumikan jenazahnya di Kazhimiyah Irak.






Mutiara Hadis Imam Musa Kazhim

v  Tidak ada sedekah yang paling utama selain membantu orang yang lemah.
v  Jangan pernah menyerah untuk belajar sesuatu yang tidak memberikan kepadamu kerugian, dan jangan pernah melalaikan untuk belajar []






































Manusia Suci Kesepuluh

Imam Ali ar-Ridha As

















































Manusia Suci Kesepuluh
Imam Kedelapan
Imam  Ali ar-Ridha As

Nama                     : 'Ali
Gelar                     : ar-Ridha'
Panggilan               : Abul Hasan
Nama Ayah           : Musa al-Kazhim       
Nama Ibu              : Ummul Banin Najmah
Wiladah                  : Madinah, Kamis, 11 Dzulhijjah 148 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 55 tahun pada hari Selasa, 17 Safar 203 H akibat diracun oleh Ma'mun, Khalifah Abbasiyah
Haram                    : Masyhad, Iran

Imam 'Ali Ridha dibesarkan oleh ayahandanya selama tiga puluh lima tahun. Kecerdasan dan kejeniusannya dalam bidang agama yang dipadu dengan pendidikan dan gemblengan yang didapatkan dari ayahnya membuat dia unggul dalam kepemimpinan spiritual. Imam Ridha adalah sebuah teladan hidup sifat ketakwaan Nabi Saw dan sikap pengasih Imam 'Ali bin Abi Thalib.

Suksesi
Imam Musa Kazhim sangat sadar akan rencana busuk pemerintahan Abbasiyah terhadap masalah Imâmah. Oleh karena itu, selama masa hidupnya, ia mendeklarasikan di hadapan seratus tujuh puluh satu tokoh-tokoh agama terkemuka bahwa penggantinya kelak adalah Imam Ridha dan meminta anak-anak dan keluarganya untuk tunduk kepada Imam Ridha dan merujuk kepadanya dalam seluruh masalah. Imam Musa juga meninggalkan sebauh dokumen tertulis yang mengumumkan penggantinya adalah Imam Ridha yang ditandatangani dan disahkan oleh tidak kurang dari enam belas orang ternama. Langkah-langkah perlu ini diambil oleh Imam Musa sebagai langkah antisipatif guna menghindari kekacauan yang bisa saja timbul setelah kesyahidan ia.

Imâmah
Imam Musa Kazhim diracun ketika ia masih berada dalam penjara dan pada tanggal 25 Rajab 183 meraih syahadah. Pada hari yang sama, Imam Ridha diumumkan sebagai Imam Kedelapan dalam dunia Islam. Imam Ridha memiliki tugas berat di hadapannya yaitu menyelesaikan masalah penafsiran al-Qur'an; khususnya di dalam kondisi yang mengitari Imam Ridha ketika itu adalah di masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Banyak orang-orang beriman dipenjarakan dan mereka yang bebas dan tidak dapat dipenjara dihadapkan pada kekejaman dan kebiadaban. Imam Ridha, tentu saja, menanamkan pengaruhnya pada masanya dengan membawa misi Nabi Agung dengan cara damai meskipun pada masa-masa kacau, dan karena usahanya, ajaran Nabi Saw dapat tersebar dengan baik.
Imam Ridha mewarisi sifat-sifat utama baik dari segi kejeniusan dan kelembutan hati moyangnya. Dia adalah orang jenius dan menguasai beberapa bahasa. Ibnu Atsir al-Jazari menulis dengan baik bahwa Imam Ridha tanpa sangsi adalah seorang guru terbesar, wali dan alim pada abad kedua Hijriah.
Suatu waktu, dalam perjalanannya menuju Khurasan, ketika Imam dibawa dengan paksa oleh pengawal-pengawal Ma'mun dari Madinah, ia tiba di Naisabur. Banyak orang-orang berkumpul disekelilingnya dan jalan-jalan penuh-sesak ketika mereka hendak berjumpa dan melihat Imam Agung ini. Abu Dzar'ah ar-Razi dan Muhammad bin Aslam at-Tusi, dua ulama besar pada masa itu, berjalan keluar dari kerumunan massa dan meminta Imam untuk berhenti di situ sejenak sehingga orang-orang Mukmin dapat mendengarkan sepatah-kata dari lisan suci Sang Imam. Imam mengabulkan permintaan tersebut dan dalam kesempatan singkat tersebut Imam menyampaikan kepada khalayak di tempat itu tentang tafsir sesungguhnya dari kalimat Laa Ilâha Illallah. Dengan menukil kalimah Allah, ia melanjutkan bahwa kalimah ini adalah benteng Allah dan barang siapa yang memasuki benteng Allah maka dia aman dari murka Allah.
Ia berhenti sejenak dan melanjutkan bahwa ada beberapa syarat-syarat untuk memasuki benteng ini dan syarat utama adalah ikhlas dan tunduk-pasrah (taslim) kepada Imam Zaman ketika itu; dan dengan fasih dan jelas ia menjelaskan kepada masyarakat bahwa setiap bentuk penolakan kepada Nabi Saw dan Ahlulbaitnya As akan menariknya jauh dari benteng tersebut. Satu-satunya jalan untuk mencapai keRidhaan Allah Swt adalah mematuhi Nabi Saw dan Ahlulbaitnya dan inilah satu-satunya jalan untuk meraih keselamatan dan keabadian.
Peristiwa yang disebutkan di atas menjelaskan secara terang popularitas Imam Ridha As, cinta, kesetiaan dan penghormatan kaum Muslimin kepada Imam mereka. Raja al-Ma'mun sadar akan kenyataan ini sehingga dia berpikir bahwa dia tidak akan selamat sepanjang dia tidak menyatakan kesetiaan kepada Pemimpin Besar dan mata-matanya menjelaskan kepadanya bahwa masyarakat Iran memiliki kesetiaan dan kecintaan tulus kepada Sang Imam dan Ma'mun hanya dapat menguasai mereka jika berpura-pura menghormati dan menaruh simpati kepada Imam Ridha. Ma'mun adalah orang yang sangat licik. Ia membuat rencana mengundang Imam Ridha dan menawarkan kepadanya kursi mahkota. Imam Ridha dipanggil melalui panggilan resmi kerajaan dan dipaksa – dalam keadaan seperti itu, untuk meninggalkan Madinah – di mana Imam hidup dengan damai dan tentram – dan menghadirkan dirinya di istana Ma'mun.
Setibanya di Madinah, Ma'mun menunjukkan sikap ramah dan penghormatan, lalu berkata kepada Imam: "Aku ingin mengundurkan diri dari khilâfah dan melimpahkannya kepadamu." Namun Imam Ridha menolak tawaran Ma'mun ini. Kemudian Ma'mun mengulangi tawarannya ini dalam sebuah surat yang berisikan: "Jika anda menolak apa yang aku tawarkan kepada anda, maka anda harus menerima warisan setelahku." Namun sekali lagi, Imam Ridha menolak tawaran ini dengan tegas. Ma'mun memanggilnya lagi. Imam berdua bersama al-Fadl bin Sahl, orang yang merangkap dua jabatan (militer dan sipil). Tidak ada orang lain lagi dalam pertemuan mereka. Ma'mun berkata kepada Imam Ridha, "Aku pikir bahwa sepatutnya aku menanamkan otoritas atas kaum Muslimin di atas pundak anda dan melepaskan diriku dari tanggung-jawab dengan menyerahkannya kepada anda. Ketika Imam menolak lagi tawaran ini, Ma'mun berkata kepadanya seakan-akan mengancam Imam atas penolakannya. Dalam pidatonya, dia berkata, "Umar bin Khattab membuat syura untuk memilih khalifah. Di antara mereka terdapat datukmu, Amirul Mukminin, 'Ali bin Abi Thalib. Umar mensyaratkan bahwa siapa yang menentang keputusan syura harus dibunuh. Jadi, tidak ada jalan lain kecuali menerima apa yang aku tawarkan kepada anda. Aku akan mengabaikan penolakanmu."
Dalam jawabannya, Imam Ridha berkata: "Aku akan setuju dengan apa yang engkau tawarkan kepadaku, dengan syarat bahwa aku tidak memerintah, tidak memberikan komando, tidak membuat keputusan-keputusan hukum, tidak menjadi hakim, tidak menunjuk, tidak memecat, tidak mengganti apa yang kini sudah ada." Ma'mun menerima semua syarat yang diajukan oleh Imam Ridha.
Pada hari ketika Ma'mun diperintahkan untuk menyampaikan bai'at kepada Imam Ridha, salah seorang sahabat Imam Ridha yang hadir kala itu, menceritakan: "Pada hari itu, aku berada di depannya. Dia melihatku sementara aku merasa gembira atas apa yang telah terjadi. Dia memberikan tanda kepadaku untuk mendekat. Aku datang mendekat kepadanya dan dia berkata bahwa tidak ada seorang pun yang boleh mendengar, "Jangan engkau taruh masalah ini di hatimu dan jangan bergembira tentang tawaran ini. Karena hal ini tidak akan tercapai."
Mengutip Allamah Sibil dari kitabya al-Ma'mun, kami memahami utuh bagaimana Ma'mun memutuskan menawarkan kepemimpinannya kepada Imam Ridha."
"Imam Ridha adalah Imam Kedelapan dan Ma'mun terpaksa harus menerima keadaan Imam sebagai seorang yang memiliki wibawa dan kehormatan karena ketakwaan, hikmah, ilmu, tawadu', santun dan kepribadian Imam. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menominasikan Imam sebagai pewaris mahkota. Pada awal-awal tahun 200 H, Ma'mun mengundang keluarga Abbasiyah. Tiga puluh tiga ribu Abbasiyah memenuhi undangan tersebut dan dilayani bagai seorang tamu raja. Selama mereka tinggal di pusat kota, Ma'mun dengan leluasa dapat mengawasi dan memperhatikan kemampuan mereka, akhirnya dia sampai pada kesimpulan bahwa tidak seorang pun dari Dinasti Abbasiyah yang memiliki kelayakan untuk menggantikannya. Dia meminta bai'at kepada Imam Ridha dari orang-orang dalam pertemuan ini dan mengumumkan bahwa jubah raja akan semakin hijau di masa-masa mendatang, warna yang memiliki keunikan karena dikenakan oleh Imam. Keputusan kerajaan diumumkan bahwa Imam Ridha akan menggantikan Ma'mun.
Bahkan setelah deklarasi suksesi ketika kesempatan bagi Imam untuk hidup secara mewah, ia sedikit pun tidak mengindahkan kesenangan-kesenangan material dan membaktikan dirinya sepenuhnya untuk menyebarkan konsepsi sebenarnya ajaran-ajaran Nabi Saw dan al-Qur'an. Imam menghabiskan hampir seluruh waktunya dengan beribadah kepada Tuhan dan berkhidmat kepada khalayak.
Dengan memanfaatkan kesempatan yang ada dengan kedudukannya yang tinggi di kerajaan, Imam mengadakan majalis (pertemuan-pertemuan) mengenang syuhada Karbala. Majalis ini pertama kali diadakan pada masa Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja'far Shadiq, akan tetapi Imam Ridha memberikan majalis ini dengan kekuatan baru dengan memotivasi para penyair yang menulis syair-syair indah yang menggambarkan sisi moral dari tragedi ini dan penderitaan Imam Husain dan para sahabatnya.
Ma'mun sangat takut dengan bertambahnya popularitas Imam dan kenyataan bahwa dia telah menunjuk Imam sebagai pewaris mahkota hanya ingin memenuhi ambisi dan berencana jahat serta memanfaatkan Imam untuk mewujudkan rencana kejinya. Tapi Imam menolak untuk memberikan jaminan kepada rencana-rencana Ma'mun yang bertentangan dengan ajaran Islam itu. Dengan demikian, Ma'mun sangat kecewa kepada Imam dan memutuskan untuk memeriksa popularitas Imam yang sedang naik daun dan menyatakan satu-satunya jalan untuk selamat adalah kembali kepada tradisi lama, membunuh Imam. Untuk melakukan hal ini, tentu sangat pelik dan sukar bagi Ma'mun. Maka dia memilih jalan halus dengan mengundang Imam makan malam, dan memberikan anggur beracun kepada Imam. Imam syahid pada tanggal 17 Safar 203 H. Ia dikebumikan di Tus (Masyhad) dan Haram Agung Imam bercerita baik tentang kepribadian agung yang dimiliki oleh Imam. Jutaan kaum Muslimin berziarah ke Haram Imam setiap tahun untuk menyatakan hormat kepada Sang Imam.





























Mutiara Hadis Imam Ridha As

Melakukan tujuh hal tanpa melakukan tujuh hal yang lainnya adalah termasuk perbuatan sia-sia; Meminta ampun kepada Allah secara lisan tidak disertai dengan penyesalan di dalam hati; meminta bantuan Allah tanpa berusaha; membuat sebuah keputusan tanpa melakukan perbuatan; meminta kepada Allah Firdaus tanpa menjalani cobaan dan ujian yang berat; meminta untuk dibebaskan dari Jahannam tanpa mencegah hawa nafsu; mengingat Allah tanpa melakukan persiapan untuk berjumpa dengan-Nya.[]



































Manusia Suci Kesebelas


Imam Muhammad Taqi al-Jawad As















































Manusia Suci Kesebelas
Imam Kesembilan
Imam Muhammad al-Jawad As

Nama                     : Muhammad
Gelar                     : Al-Jawad atau at-Taqi
Panggilan               : Abu Ja'far
Nama Ayah           : 'Ali ar-Ridha
Nama Ib                : Sabikah (atau Khaizuran)
Wiladah                  : Madinah, Jumat, 10 Rajab 195 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 25 tahun, di Kazhimiyyah pada hari Rabu, tanggal 29 Dzulhijjah 220 H, akibat    diracun oleh Mu'tasim, Khalifah Abbasiyah.
Haram                    : Kazhimiyyah, Baghdad.

Imam Jawad adalah Imam Kesembilan dari para Imam dalam hierarki Imâmah Syiah Itsna Asyariyyah. Panggilannya adalah Abu Ja'far dan gelarnya yang masyhur adalah al-Jawad atau at-Taqi. Sejak Imam Muhammad Baqir, Imam Kelima juga biasa disebut sebagai Abu Ja'far, para sejarawan menyebut Imam Jawad sebagai Abu Ja'far Kedua.

Masa Kecil
Imam Muhammad Jawad dibesarkan oleh ayahandanya Imam Ridha selama empat tahun. Di bawah keadaan yang memaksa, Imam Ridha harus hijrah dari Madinah ke Khurasan (Iran), meninggalkan putranya yang masih muda. Imam sangat sadar, pribadi khianat penguasa dan yakin bahwa dia tidak akan kembali lagi ke Madinah. Sehingga sebelum keberangkatannya dari Madinah, Imam Ridha mengumumkan putranya Imam Muhammad Jawad sebagai penggantinya, dan mengajarkan khazanah ilmunya tentang tauhid dan irfan.

Imâmah
Imam 'Ali ar-Ridha diracun pada tanggal 17 Safar 203 H. dan dengan resmi pada tanggal yang sama Imam Jawad ditugaskan  oleh Allah untuk memikul tanggung-jawab Imâmah di pundaknya. Pada usia delapan tahun tidak ada perubahan lahiriyah pada diri Imam yang menunjukkan bahwa Imam telah mencapai tingkatan ilmu yang tinggi dan prestasi-prestasi amaliyah. Akan tetapi, setelah beberapa hari, dia dikenal tidak hanya berdebat dengan ulama-ulama pada masanya tentang masalah-masalah fiqh, hadis, tafsir, dan Imam mengalahkan mereka, tetapi juga mengungkapkan pujian dan pengakuan mereka terhadap ilmu dan superioritasnya. Sejak saat itu, dunia menyadari bahwa Imam memiliki ilmu Ilahiyah dan bahwa ilmu ladun tersebut tidak dicapai oleh Imam secara alamiah, tetapi merupakan anugerah dari Allah.

Keunggulan dan Prestasi Pengetahuan
Rentang waktu perjalanan hidup Imam Jawad lebih singkat dibandingkan dengan para pendahulunya. Demikian juga bagi para  penggantinya. Ia menjadi Imam pada usia delapan tahun dan diracun pada usia dua puluh lima tahun; akan tetapi prestasi pengetahuannya cukup banyak dan dia menerima penghormatan dan penghargaan yang tinggi.
Imam Jawad merupakan simbol sifat santun Nabi Saw dan kejeniusan Imam 'Ali.
Sifat-sifat yang diwarisi terdiri dari keprawiraan, kegagahan, sikap pengasih, pelajaran, sifat pemaaf dan toleran. Tabiat dan karakter yang paling cemerlang adalah menunjukkan sikap ramah-tamah dan sopan-santun kepada semua tanpa diskriminasi, membantu orang-orang miskin; mengamalkan sikap adil pada setiap keadaan, menjalani hidup sederhana, membantu anak-anak yatim, orang-orang susah dan tuna wisma; mengajarkan kepada mereka yang tertarik kepada pencapaian ilmu dan membimbing masyarakat kepada jalan yang benar.

Hijrah ke Irak
Untuk mengkonsolidasikan kekuatannya, Ma'mun, Khalifah Abbasiyah menyadari perlunya memenangkan simpati dan dukungan orang-orang Iran yang senantiasa bersahabat kepada Ahlulbait. Akibatnya, Ma'mun terpaksa, dari sudut pandang politik, untuk menjalinkan kontak antara suku Bani Fatimah dengan Bani Abbasiyah  dan dengan demikian dia dapat memenangkan Syiah. Oleh karena itu, dia mendeklarasikan Imam Ridha sebagai pewarisnya meskipun berlawanan dengan kehendak Imam dan menikahkan saudarinya Ummu Habibah dengan Imam Ridha. Ma'mun berharap dari Imam Ridha akan memberikan dukungannya dalam urusan politik kenegaraan. Tapi ketika dia temukan bahwa Imam hanya menaruh perhatian kecil terhadap urusan politik dan bahwa kenyataan orang-orang semakin taat kepada ia, maka dia memutuskan untuk meracuni Imam. Namun, keadaan daruratlah  yang membuat dia mencalonkan Imam Ridha sebagai pewarisnya dan penggantinya tetap berlanjut. Kemudian, dia berhasrat untuk menikahkan putrinya Ummu Fadl dengan Muhammad al-Jawad, putra Imam Ridha dan atas alasan ini, dia memanggil Imam dari Madinah ke Irak.
Bani Abbas tentu sangat  kebingungan mengetahui niat Ma'mun yang ingin menikahkan putrinya Ummu Fadl dengan Muhammad Jawad. Sebuah utusan yang terdiri dari pembesar-pembesar Bani Abbas menantikannya untuk mempengaruhi dia agar tidak melaksanakan niatnya tersebut. Akan tetapi Ma'mun tetap memuji keilmuan dan keunggulan Imam. Dia berkata bahwa meskipun Imam Jawad masih relatif belia, namun dia adalah pengganti ayahnya dalam segala keutamaan dan keilmuan sehingga ulama-ulama yang paling alim sekalipun tidak dapat menandinginya. Ketika Bani Abbas mengamati bahwa Ma'mun membangga-banggakan superioritas ilmu Imam Jawad, mereka memilih Yahya bin Akhtam, seorang ulama dan faqih besar kota Baghdad, untuk berdebat dengannya.
Ma'mun mengeluarkan sebuah proklamasi dan mengatur sebuah pertemuan besar untuk debat tersebut yang dihadiri oleh ribuan orang dari berbagai kerajaan tetangga. Terlepas dari kemuliaan dan derajat yang tinggi, pada pertemuan akbar tersebut, terdapat sembilan ratus kursi yang disediakan untuk para ulama dan kaum cendikiawan. Dunia takjub betapa seorang anak belia dapat bertanding dengan qadi (hakim) senior dalam ilmu-ilmu agama (qadil qudat) dan ulama-ulama besar Irak.
Imam Muhammad Jawad duduk di samping Ma'mun di atas singgasananya berhadapan dengan Yahya bin Akhtam. Yahya bin Akhtam yang pertama menyapa Imam. "Apakah anda izinkan saya untuk mengajukan pertanyaan?"
"Bertanyalah apa yang ingin anda tanyakan." Kata Imam Jawad dalam nada khas seperti para datuknya. Kemudian, Yahya bertanya kepada Imam. "Bagaimana pendapat anda tentang seorang yang asyik berburu namun dia dalam keadaan ihram."
Dengan segera, Imam menjawab: "Pertanyaan anda menyesatkan dan bersifat global. Anda seharusnya secara definitif menyebutkan apakah dia berburu dalam lingkungan Ka'bah atau di luar; apakah dia seorang yang berilmu atau seorang jahil; apakah dia seorang hamba atau seorang merdeka; apakah dia adalah seorang baligh atau masih ingusan; apakah perbuatan ini adalah yang pertama kali atau bukan; juga apakah, yang menjadi buruannya itu adalah seekor burung atau hewan yang lainnya; apakah buruannya kecil atau besar; apakah dia berburu pada siang atau malam hari; apakah pemburu menyesali perbuatannya atau tidak; apakah dia berburu terang-terangan atau tidak; apakah ihram tersebut untuk 'umrah atau haji. Kalau anda tidak menyebutkan dulu seluruh poin-poin ini, anda tidak akan mendapatkan jawaban spesifik.
Qadi Yahya terkejut mendengarkan perkataan Imam ini dan seluruh hadirin terdiam kaku, tanpa bahasa. Jawaban Imam atas pertanyaan Yahya ini membuat Ma'mun senang tiada berkesudahan. Ma'mun menyampaikan perasaan senang dan pujiannya kepada Imam Jawad, " Luar Biasa! Anda Hebat !Wahai Aba Ja'far (Ahsanta, ahsanta, yaa Aba Ja'far), ilmu dan pengetahuanmu sangat luar biasa."
Lalu Ma'mun berkata kepada Imam, "Kini giliranmu untuk mengajukan pertanyaan kepadanya, wahai Aba Ja'far?"
Kemudian, dengan segan, Yahya berkata kepada Imam, "Iya. Anda dapat bertanya kepadaku beberapa pertanyaan. Jika aku tahu, aku akan menjawabnya." Kalau tidak, aku akan meminta anda untuk menjawabnya."
Lalu, Imam bertanya kepada Yahya bin Akhtam yang tidak dapat dijawab olehnya. Akhirnya, Imam menjawab pertanyaan yang diajukannya kepada Yahya bin Akhtam.
Kemudian, Ma'mun menyampaikan kepada hadirin: "Tidakkah aku telah katakan kepada kalian bahwa Imam berasal dari keluarga yang telah dipilih oleh Allah sebagai khazanah ilmu dan pengetahuan?" Apakah masih ada orang di dunia ini yang dapat menandingi bahkan anak kecil dari keluarga ini?"
Para hadirin berseru, "Tanpa ragu, tidak ada seorang pun yang dapat setimbang dengan Muhammad bin 'Ali al-Jawad."
Pada acara yang sama, Ma'mun menikahkan putrinya Ummu Fadl kepada Imam Jawad, secara bebas membagi-bagikan sedekah dan hadiah dari miliknya sebagai tanda suka-cita.
Setahun berselang setelah pernikahan ini, Imam kembali dari Baghdad ke Madinah bersama istrinya dan di tempat itu, Imam menyampaikan Firman-firman Allah Swt.

Syahadah
Ketika Ma'mun wafat, Mu'tasimin naik singgasana menggantikannya. Mu'tasimin mendapatkan kesempatan untuk membuat Imam jera, melampiaskan kebencian dan kebengisan kepadanya. Dia memanggil Imam ke Baghdad. Imam tiba di Bahgdad pada tanggal 9 Muharram 220 H., dan Mu'tasimin meracuninya pada tahun yang sama. Imam syahid pada tanggal 29 Dzulhijjah 220 H., dan dikebumikan di samping kuburan datuknya, Imam Musa Kazhim, Imam Ketujuh, di Kazhimiyyah, daerah pinggiran kota Baghdad (Irak).














Mutiara Hadis Imam Jawad As

v  Percaya kepada Allah Swt merupakan harga dari segala yang berharga dan tangga untuk mencapai segala tujuan yang tertinggi.
v  Barang siapa yang menuruti hawa nafsunya, berarti menuruti kehendak musuhnya.
v  Janganlah menjadi sahabat Tuhan di tempat terbuka dan menjadi musuhnya di tempat senyap.[]








































































Manusia Suci Keduabelas


Imam Ali al-Hadi As














Manusia Suci Kedua Belas
Imam Kesepuluh
Imam 'Ali al-Hadi As

Nama                     : 'Ali
Gelar                     : al-Hadi atau an-Naqi
Panggilan               : Abul Hasan
Nama Ayah           : Muhammad Jawad
Nama Ibu              : Sumanah
Wiladah                  : di Suryah (Kota pinggiran Madinah), pada hari Jum'at, 2 Rajab 212 H.
Syahadah                : Pada usia 42 tahun, di Samarra', pada hari Senin, 26 Jumadits Tsani 254 H; diracun oleh al-Mu'taz, Khalifah Abbasiyah.
Haram                    : Samarra', Irak.

Imam Kesepuluh, seperti ayahandanya, juga mencapai tingkat Imâmah pada masa kecilnya. Imam Hadi berusia enam tahun ketika ayahnya Imam Jawad syahid. Setelah kematian Ma'mun, Mu'tasimin menggantikannya dan kemudian digantikan oleh Khalifah al-Wathiq. Pada lima tahun pertama rezim al-Watiq, Imam Hadi hidup dengan damai dan tentram. Setelah al-Watiq, al-Mutawakkil naik berkuasa. Karena terlalu sibuk mengurusi pemerintahan, al-Mutawakkil tidak memiliki waktu untuk mengusik Imam Hadi dan pengikutnya selama empat tahun. Tapi segera setelah dia bebas dari urusan-urusan kenegaraan, dia mulai menggangu Imam. Imam Hadi membaktikan dirinya dalam misi suci tabligh di Madinah dan kemudian mendapatkan orang-orang yang menerima seruannya juga memberikan bai'at serta pengakuan akan ilmu dan sifat-sifatnya. Reputasi Imam membangkitkan rasa cemburu dan dengki pada diri Mutawakkil.
Gubernur Madinah menulis surat kepada Mutawakkil bahwa Imam Hadi telah membuat manuver untuk melakukan kudeta melawan pemerintahan dan banyak Syiah memberikan bai'at sebagai tanda dukungan mereka kepadanya. Meskipun, terbakar oleh surat itu, Mutawakkil masih memilih jalan diplomasi dengan tidak menangkap Imam. Dengan pretensi, dia pura-pura mencintai Imam dan menaruh hormat kepadanya, dia berencana untuk memenjarakan Imam setelah mengundangnya ke istananya.
Sebelum memenjarakannya, dalam rangkaian surat-menyurat dengan Imam, dia menyatakan bahwa dia yakin terhadap pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh Imam dan bersedia untuk menyelesaikan pertikaian dengan damai.  Dia menulis surat kepada Imam bahwa setelah mengenal pribadi agung Imam, ilmu yang tidak ada bandingannya dan sifat-sifat yang tiada taranya, dia tidak sabar untuk mendapatkan kehormatan berjumpa dengan Imam, dan dengan hangat mengundang Imam ke Samarra'. Meskipun Imam tahu betul niat jahat Mutawakkil, ia mengantisipasi akibat-akibat fatal yang mungkin terjadi akibat menolak undangan tersebut, Imam dengan perasaan enggan meninggalkan Medinah. Akan tetapi setibanya di Samarra' dan Mutawakkil mengetahui tentang kedatangan Imam, namun dia tidak mengambil peduli akan hal tersebut. Ketika ditanya bahwa di mana Imam harus tinggal, dia memerintahkan bahwa Imam harus ditempatkan di penginapan pengemis, orang-orang miskin dan tuna wisma.
Mutawakkil yang merupakan musuh bebuyutan Ahlulbait, memindahkan Imam dari penginapan dan mempercayakan ia di bawah pengawasan seorang kasar berhati-baja Zurafah. Namun, atas rahmat Allah, permusuhannya berlangsung singkat, berubah menjadi cinta dan bakti kepada Imam. Ketika Mutawakkil mengetahui hal ini, dia memindahkan Imam kepada seorang bengis yang lain bernama, Sa'id. Imam berada di dalam pengawasan ketat selama beberapa tahun, masa-masa ia disiksa secara kejam. Akan tetapi, meskipun berada dalam keadaan seperti ini, Imam tetap membaktikan dirinya setiap saat untuk beribadah kepada Allah. Penjaga penjara berkata bahwa Imam nampak seperti malaikat dalam raga manusia.
Ketika Fath bin Khandaq menjadi perdana menteri Mutawakkil, dia adalah seorang Syiah yang tidak dapat menahan diri atas penangkapan Imam. Dia berusaha untuk melepaskan Imam dari penjara dan mengatur tempat yang nyaman untuk Imam di sebuah tempat yang dibeli secara pribadi di Samarra'. Namun Mutawakkil tidak dapat menahan diri dari sikap permusuhannya dengan Imam dan dia menugaskan mata-mata untuk mengamati Imam dan relasi-relasinya. Namun, melalui segala usaha, harapannya dalam menciptakan beberapa kepalsuan untuk membuktikan gerakan-gerakan Imam terhadap dirinya tidak dapat terwujud.
Pada masa Mutawakkil, ada seorang wanita yang bernama Zainab yang mengklaim sebagai seorang keturunan Imam Husain. Mutawakkil mengadakan konfirmasi atas klaim Zainab kepada Imam. Imam berkata kepadanya: "Binatang buas terlarang untuk memakan daging keturunan Imam Husain. Untuk menguji kebenaran klaim ini, lemparkan wanita ini kepada binatang buas." Setelah mendengar rencana ini, Zainab mulai bergetar dan mengakui bahwa dia berkata dusta. Mutawakkil kemudian melemparkan Imam ke dalam sangkar binatang buas untuk menguji klaim ini. Mutawakkil sangat terkejut melihat kenyataan ini, dia menyaksikan binatang buas itu sujud di hadapan Imam.
Suatu waktu, kebetulan Mutawakkil menderita penyakit parah yang kemudian diberitahukan oleh dokternya bahwa penyakit yang dideritanya tidak dapat disembuhkan. Ketika Imam didatangi untuk mengobatinya, ia menuliskan sebuah resep yang mendatangkan kesembuhan spontan bagi Mutawakkil.
Suatu waktu Mutawakkil mendapat berita bahwa Imam sedang mengusung kekuatan untuk memberontak terhadap dirinya. Oleh karena itu, dia memerintahkan sebuah detasemen pasukan untuk menyerang tempat kediaman Imam. Ketika para lasykar memasuki rumah, mereka mendapatkan Imam sedang duduk di atas sebuah tikar dan sedang membaca al-Qur'an.
Tidak  hanya Mutawakkil, tetapi juga penggantinya memiliki permusuhan yang sengit dengan Imam. Setelah kematian Mutawwakil, al-Mustansir, dan al-Mu'tazz membawa misi yang sama untuk mengadakan penjeraan terhadap keluarga Imam.
Al-Mu'tazz mengerti tekanan dan kebaktian yang tidak terkontrol dari orang-orang terhadap Imam, akhirnya ia menyusun rencana pembunuhan Imam. Al-Mu'tazz meracuni Imam melalui seorang duta yang dia tugaskan, sehingga dalam beberapa menit, Imam syahid. Syahadah Imam terjadi pada tanggal 2 Jumadits Tsani 254 H., dan shalat jenazah dilakukan oleh anaknya, Imam Hasan Askari. Imam pada akhir hayatnya berusia empat puluh dua  tahun. Periode Imâmahnya berlangsung selama tiga puluh lima tahun. Ia dikebumikan di Samarra', Irak.



Imam Hadi As berkata kepada Mutawakkil:

Jangan engkau harapkan kejujuran dan niat tulus dari seseorang yang menderita karena ulahmu; jangan harapkan kesetiaan orang yang engkau khianati; jangan engkau harapkan kebaikan orang yang engkau sakiti; hati mereka terhadapmu persis seperti hatimu terhadap mereka.[]






































Manusia Suci Ketigabelas

Imam Hasan al-Askari As
















Manusia Suci Ketiga Belas
Imam Kesebelas
Imam Hasan Askari As

Nama                     : al-Hasan
Gelar                     : al-Askari
Panggilan              : Abu Muhammad
Nama Ayah           : 'Ali Hadi
Nama         Ibu       : Hadisah (atau Susan)
Wiladah                  : di Madinah, pada hari Jumat, 8 Rabiutstsani 232 H.
Syahadah                : Syahid pada usia 28 tahun, di Samarra' akibat diracun oleh Mu'tamid, penguasa Abbasiyah
Haram                    : Samarra' Irak.

Imam Hasan Askari merupakan Imam Kesebelas dalam hierarki para Imam Itsna Asyariyyah. Ia mengahabiskan masa dua puluh dua tahun di bawah bimbingan kasih ayahnya. Setelah syahadah Imam Hadi, Imam Hasan Askari naik menjadi Imam menggantikan ayahnya.
Imam Hasan Askari putra Imam Kesepuluh, lahir pada tahun 232 H/ 845 M dan menurut beberapa sumber-sumber Syia'h, ia syahid akibat diracun oleh Khalifah Abbasiyah, Mu'tamid. Imam Kesebelas mencapai Imâmah, setelah kematian ayahnya, sesuai dengan perintah Allah dan keputusan para Imam sebelumnya. Selama tujuh tahun masa imâmahnya, karena pembatasan ketat yang dikenakan khalifah terhadapnya, Imam Askari hidup dalam persembunyian dan taqiyyah. Ia tidak memiliki kontak sosial bahkan dengan orang-orang biasa dari kalangan Syiah. Hanya orang-orang elit Syiah saja yang dapat berhubungan dengannya. Begitu pun juga, Imam banyak menghabiskan waktunya di dalam penjara.
Ketika populasi dan masyarakat Syiah bertambah besar, represi dan penindasan semakin merajelala. Setiap orang tahu bahwa Syiah meyakini imâmah, dan identitas para Imam Syiah juga diketahui. Dengan demikian, khalifah menjaga Imam di bawah pengawasan yang ketat, lebih ketat dari sebelumnya. Dia mencoba dengan segala cara untuk mengenyahkan dan membunuh Imam. Juga, khalifah tahu bahwa kaum elit Syiah percaya bahwa Imam Kesebelas, sesuai dengan hadis-hadis yang dinukil dari datuk-datuknya, akan memiliki anak yang dijanjikan, Mahdi. Kedatangan Mahdi telah diramalkan dalam hadis-hadis sahih oleh Sunni dan Syiah. Dengan alasan ini, Imam Kesebelas, lebih dari para Imam sebelumnya, berada di bawah pengawasan ketat khalifah. Khalifah memutuskan untuk mengakhiri imâmah yang ada dalam ajaran Syiah dengan menggunakan segala cara dan menutup pintu imâmah untuk selamanya.
Oleh karena itu, segera setelah kabar sakitnya Imam Kesebelas terdengar oleh Mu'tamid, dia mengutus seorang tabib, agen-agen kepercayaannya dan para hakim ke rumah Imam untuk mengamati keadaannya dan keadaan yang terjadi di sekeliling rumahnya dua puluh empat jam. Setelah syahadah Imam, mereka menggeledah rumah dan seluruh budak wanita diperiksa oleh bidan. Dua tahun agen-agen rahasia khalifah mencari pengganti Imam hingga mereka kehilangan asa untuk mendapatkan pengganti Imam. Imam Kesebelas dikebumikan di rumahnya di Samarra' dekat kuburan ayahnya.
Di sini harus diingat bahwa selama masa hidup Imam Askari, ia menggembleng ratusan ulama dan ahli hadis, dan mereka yang meriwayatkan kepada kita kabar tentang para Imam. Di sini bukan tempatnya untuk menyebutkan seluruh senarai daftar nama dan biografi mereka.
































Mutiara Hadis Imam Hasan Askari:

Sikap pengasih ada batasnya, ketika melewati batas akan menjadi israf; sikap hati-hati ada batasnya, jika lewat batas akan menjadi pengecut; sikap hemat ada batasnya, jika lewat batas akan menjadi bakhil; keberanian ada batasnya, jika lewat batas akan menjadi tahawwur; cukup bagimu sebagai adab: cegahlah dirimu dari perbuatan yang engkau tidak senang orang lain melakukannya terhadapmu.[]






































































Manusia Suci Keempatbelas

Imam Mahdi al-Muntazhar As














Manusia Suci Keempat Belas
Imam Kedua Belas
Imam Mahdi al-Hujjah As

Nama                     : Muhammad  
Gelar                     : al-Mahdi, al-Qâim, al-Hujjah, al-Ghâib, Shâhibuz   Zamân,    Shâhibul Amr
Panggilan               : Abul Qasim
Nama Ayah           : Hasan Askari
Nama Ibu              : Nargis Khatun
Wiladah                  : Jumat, 15 Sya'ban 255 H.

Antara kelahiran Nabi Saw dan Imam Mahdi, Imam Terakhir, terdapat harmoni dan keserasian yang luar biasa. Sebagaimana kedatangan Nabi Saw telah dinubuwatkan oleh nabi-nabi sebelumnya, demikian juga kabar kedatangan Imam Mahdi telah dinubuwatkan oleh Nabi Saw.
Hadis-hadis yang berhubungan dengan masalah ini tidak terbilang jumlahnya, yang menukil dari Nabi Saw, dalam kitab-kitab seperti, Masânid, Sihâh dan Akhbâr dan dari kalangan ulama Syiah. Ulama-ulama Sunni yang mengumpulkan hadis-hadis ihwal Imam Mahdi, seperti Muhammad bin Yusuf asy-Syafi'i dalam kitabnya, al-Bayân fi akhbâr Shâhibiz Zamân, dan al-Hafiz Abu Nua'im al-Isfahani dalam Dzikriyyatul Mahdi, dan Abu Dawud dalam as-Sahih-nya, Ibn Majah dalam kitab as-Sunan. Seluruh kitab-kitab yang disebutkan di atas menghimpun hadis-hadis yang berkenaan dengan kemunculan Imam Zaman.
Mahdi Yang Dijanjikan, biasanya dipanggil dengan gelarnya Imamul 'Asr (Imam Zaman) dan Shâhibuz Zamân (Tuan Zaman) adalah putra dari Imam Kesebelas. Namanya mirip dengan nama Nabi Saw. Imam Zaman lahir di Samarra' pada tahun 255 M/869 H dan hingga 260 H/874 M ketika ayahnya syahid, berada di bawah bimbingan dan penjagaan ayahnya. Ia gaib dari pandangan umum dan hanya beberapa orang elit Syiah yang dapat berjumpa dengan Imam.
Setelah syahadah ayahnya, ia menjadi Imam dan melalui perintah Ilahi memasuki masa ghaib. Oleh karena itu, ia hanya muncul menjumpai wakil-wakilnya dan perjumpaan itu pun hanya pada keadaan-keadaan yang sangat darurat dan mendesak.
Imam memilih seorang wakil khusus, Utsman bin Sa'id al-Amri, salah seorang sahabat ayahnya dan datuknya yang merupakan orang kepercayaan Imam. Melalui wakilnya ini, Imam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan tuntutan-tuntutan masyarakat. Setelah Utsman bin Sa'id al-Amri, putranya Muhammad bin Utsman al-'Amri ditunjuk menggantikan ayahnya. Setelah Muhammad  bin Utsman wafat, Abul Qasim al-Husain bin Ruh an-Nawabahkti yang menjadi wakil Imam. Dan setelah wafatnya, 'Ali bin Muhammad as-Samuri yang dipilih menjalankan tugas sebagai wakil Imam Zaman.
Beberapa waktu sebelum wafatnya, 'Ali bin Muhammad as-Samuri, yang bertepatan dengan tahun 329 H/ 939 M sebuah perintah dikeluarkan oleh Imam yang menyebutkan bahwa 'Ali bin Muhammad as-Samuri enam hari lagi akan meninggal. Dengan demikian, penugasan khusus dari Imam (ghaibah sughra) akan berakhir dan ghaibah kubra segera dimulai dan terus berlanjut hingga Tuhan memberikan izin kepada Imam untuk kemunculannya.
Masa gaibah Imam Zaman dapat dibagi menjadi dua bagian; masa ghaibah pertama, ghaibah sughra yang bermula pada tahun 260 H/872 M dan berakhir pada tahun 329 H/ 939 M, dan masa ghaibah yang kedua, yaitu ghaibah kubra, yang bermula pada tahun 329 H/939 M dan akan terus berlanjut sesuai dengan kehendak Allah Swt. Dalam sebuah hadiths yang otensititasnya bersifat mutâwatir, Nabi Saw bersabda: "Jika usia dunia ini tersisa walau sehari, Allah akan memperpanjang usia dunia ini, hingga Dia mengutus di dalamnya seorang dari umatku dan Ahlulbaitku. Namanya mirip dengan namaku. Dia akan memenuhi semesta ini dengan keadilan dan kesetaraan setelah dipenuhi dengan penindasan dan kezaliman."

Pada Masa Kemunculan Imam Mahdi
Dalam pembahasan tentang nubuwwah dan imâmah, telah disebutkan bahwa sebagai hasil dari hukum umum bimbingan yang mengatur segala penciptaan, manusia diberkati dengan daya dan kekuatan untuk menerima wahyu melalui para nabi, yang menuntun dia kepada kesempurnaan insani. Nampaknya, jika kesempurnaan dan kebahagiaan ini mustahil untuk diraih oleh manusia yang memiliki dimensi sosial, sementara dia dibekali dengan kekuatan untuk mencapai kedua hal tersebut, maka kekuatan ini akan sia-sia. Dan dalam penciptaan tidak ada yang bersifat sia-sia.
Dengan kata lain, sejak manusia mendiami dunia ini, manusia memiliki hasrat untuk membawa kehidupan sosialnya dipenuhi dengan kebahagiaan dalam arti yang sesungguhnya dan berjuang untuk mencapainya. Jika hasrat tersebut tidak untuk memiliki sebuah tujuan eksistensi maka hal ini tidak akan pernah dilekatkan pada fitri manusia, seperti halnya dengan, jika tidak ada makanan maka tidak ada rasa lapar. Atau, jika tidak ada air, tidak akan ada rasa dahaga dan jika tidak ada reproduksi maka tidak akan ada daya tarik seksual terhadap kedua lawan jenis, pria dan wanita.
Oleh karena itu, dengan dalil kebutuhan fitri, masa depan akan menjadi saksi suatu hari umat manusia akan terkenyangkan dengan keadilan dan ketika segalanya hidup dalam keadaan damai dan tentram, ketika manusia secara utuh memiliki kesempurnaan dan keutamaan. Keaadan ideal seperti ini akan terjadi melalui usaha manusia tapi tetap memerlukan pertolongan Ilahi. Dan pemimpin masyarakat seperti ini, disebutkan dalam bahasa hadis, Mahdi.
Dalam ajaran-ajaran agama yang ada di muka bumi seperti, Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Zoroaster dan Islam, terdapat rujukan-rujukan tentang orang yang akan muncul menjadi penyelamat umat manusia. Agama-agama ini biasanya memberikan berita gembira tentang kedatangannya, meskipun tentu saja terdapat perbedaan-perbedaan di dalamnya yang akan menjadi maklum jika masalah ini dibandingkan secara utuh. Hadis Nabi Saw yang disepakati oleh seluruh kaum Muslimin, "Mahdi adalah keturunanku." Merujuk kepada kebenaran yang sama.
Terdapat banyak hadis yang dinukil oleh sumber-sumber Sunni dan Syiah dari Nabi Saw dan para Imam berkenaan dengan kemunculan Imam Mahdi, seperti bahwa dia berasal dari keturunan Nabi Saw dan kemunculannya kelak akan membantu manusia mencapai kesempurnaan dan perwujudan kehidupan spiritual yang utuh. Di samping itu, ada juga hadis-hadis  yang berkenaan dengan kenyataan bahwa Mahdi adalah putra Imam Kesebelas, Imam Hasan Askari. Mereka sepakat Imam Mahdi telah lahir dan sekarang menjalani masa ghaibah yang panjang dan Mahdi akan muncul kembali, memenuhi semesta ini dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan.
Sebagai contoh, 'Ali Musa Ridha (Imam Kedelapan) berkata: "Imam setelahku adalah putraku, Muhammad, dan setelahnya adalah putranya, 'Ali dan setelah 'Ali, putranya, Hasan, dan setelah Hasan adalah putranya Hujjatul Qaim, yang dinantikan selama masa ghaibah dan akan diikuti pada masa kemunculannya. Jika usia dunia ini tidak tersisa kecuali sehari, Allah akan memanjangkan hari itu hingga dia muncul  yang akan memenuhi semesta dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan. Tapi kapan? Tentang kabar "waktu", sesungguhnya ayahku berkata, setelah mendengar dari ayahnya yang mendengar dari ayahnya yang mendengar dari datuknya yang mendengarnya dari 'Ali, yang bertanya kepada Nabi Saw, "Wahai Rasul Allah, bilamanakah al-Qaim yang berasal dari keluargamu akan muncul?" Nabi Saw bersabda, "Masalah kemunculannya seperti dengan masalah "as-Sâ'at" (Hari Kiamat). (Qs. 7:187)."
Saqr bin Abi Dulaf berkata: "Aku mendengar dari Abu Ja'far Muhammad bin 'Ali Ridha (Imam Kesembilan) yang berkata, "Imam setelahku adalah putraku, 'Ali; perintahnya adalah perintahku; perkataannya adalah perkataanku; mentaatinya adalah mentaatiku. Imam setelahnya adalah putranya, Hasan. Perintahnya adalah perintah ayahnya;  perkataannya adalah perkataan ayahnya; mentaatinya adalah mentaati ayahnya." Setelah menyampaikan hal ini, Imam terdiam. Aku berkata kepadanya, "Yabna Rasulullâh", siapakah Imam setelah Hasan?" Imam menjerit keras, lalu berkata, "Sesungguhnya setelah Hasan adalah putranya Imam Yang Dinantikan, dialah "al-Qâim bil Haq" (Dia yang dibantu oleh al-Haq).
Musa bin Ja'far Baghdadi berkata: "Aku mendengar dari Imam Abu Muhammad al-Hasan bin 'Ali (Imam Kesebelas) yang berkata, "Aku melihat setelahku ikhtilaf akan muncul mengenai Imam setelahku. Barang siapa yang menerima Imam setelah Nabi Saw tetapi mengingkari putraku adalah ibarat orang yang menerima seluruh nabi tapi mengingkari kenabian Muhammad Saw, Rasulullah, Semoga Allah Melimpahkan Kepada Mereka Salawat dan Rahmat. Dan barangsiapa yang mengingkari Muhammad sebagai Nabi Allah adalah mengingkari seluruh nabi-nabi Allah, karena mentaati Imam terakhir dari kami adalah berarti mentaati yang pertama. Tapi hati-hatilah! Sesungguhnya, karena putraku dalam masa ghaibah, orang-orang akan ragu terhadap kehadirannya kecuali orang-orang yang dilindungi oleh Allah."
Musuh-musuh Syiah memprotes bahwa sesuai dengan keyakinan mazhab ini, Imam Gaib ini kini berusia hampir dua belas abad, sementara ini adalah hal yang mustahil bagi manusia. Untuk menjawab pertanyaan ini harus dikatakan bahwa protes yang berdasarkan kepada ketidaksamaan dengan manusia yang lain bukan kemustahilannya. Tentu saja, masa hidup yang panjang dan masa hidup yang diperpanjang dua hal yang berbeda. Tapi mereka yang mengkaji hadis-hadis Nabi Saw dan para Imam akan mengetahui bahwa hidup panjang seperti ini adalah sebuah bentuk mukjizat. Mukjizat tentu saja bukan mustahil juga tidak dapat diingkari melalui argumen-argumen ilmiah. Hal ini tidak dapat dibuktikan bahwa hukum sebab-akibat yang berlaku di alam semesta ini  hanyalah apa yang kita lihat dan ketahui dan bahwa sebab-sebab lain yang tidak diketahui atau pengaruh-pengaruh dan perbuatan-perbuatannya yang tidak kita lihat atau tidak  mengerti bukan berarti tidak ada. Adalah dengan jalan seperti ini bahwa dalam satu atau beberapa anak manusia, ada yang dapat menjalankan beberapa sebab-akibat yang dianugerahkan kepada mereka hidup panjang hingga mencapai ribuan tahun. Obat-obat bahkan tidak kehilangan asa dalam menemukan jalan untuk mencapai usia yang panjang. Bagaimanapun, protes-protes semacam ini yang berasal dari "Ahl al-Kitab" seperti Yahudi, Kristen, Muslim merupakan sesuatu yang  sangat aneh karena mereka menerima mukjizat para nabi Allah yang tertera dalam kitab-kitab suci mereka.
Musuh-musuh Syiah juga memprotes bahwa, meskipun ajaran Syiah memandang wajib untuk menjelaskan ajaran-ajaran dan kebenaran agama  dan menuntun manusia, ghaibah Imam adalah sebuah pengingkaran atas tujuan ini. Karena umat manusia tidak mendapatkan manfaat dan kegunaan dari Imam yang berada dalam masa gaib. Musuh-musuh Syiah itu berkata bahwa jika Allah menghendaki untuk mengajukan seorang Imam untuk memperbaiki keadaan manusia, Dia dapat menciptakannya pada waktu yang diperlukan dan tidak perlu menciptakannya seribu tahun lebih dahulu. Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dikatakan bahwa orang-orang ini tidak mengerti makna Imam, karena dalam pembahasan imâmah akan menjadi jelas bahwa tugas Imam tidak hanya menjelaskan secara formal agama dan membimbing manusia secara lahir. Dengan cara yang sama, dia memiliki tugas untuk membimbing manusia secara lahir, dia juga menjalankan fungsi wilâyah dan bimbingan batin. Dialah yang menuntun kehidupan spritual manusia dan mengarahkan aspek batin manusia kepada Allah. Jelasnya, kehadiran atau kegaiban fisik tidak memiliki pengaruh dalam masalah ini. Imam mengawasi manusia secara batin dan menjalankan komunikasi batin dan jiwa dengan manusia meskipun dia tidak nampak oleh pandangan fisik. Kehadirannya selalu wajib walaupun waktunya belum tiba untuk muncul dan melakukan rekonstruksi semesta.








Mutiara Hadis Imam al-Hujjah:

"Ketahuilah! Bukan golonganku orang yang mengingkariku. Kemunculanku sepenuhnya bergantung kepada kehendak Allah; Oleh karena itu, barang siapa yang menetapkan sebuah waktu bagiku untuk kemunculanku adalah pendusta. Keberadaanku dalam masa ghaiba adalah seperti keberadaan matahari di balik awan-awan. Sesungguhnya, kehadiranku adalah amnesti bagi penduduk semesta. Banyaklah berdoa kepada Allah untuk menyegerakan kemunculanku, karena dalam doa itu terdapat obat untuk penderitaanmu."[]





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar